KUPANG, PK -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kupang, Marthen Suluh, S.H, dan Tejo Sunarno, S.H, yang menangani sidang perkara korupsi perjalanan dinas (SPPD) fiktif pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Propinsi NTT, menuntut terdakwa IN Conterius, 18 bulan penjara. JPU juga meminta majelis hakim menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 (tiga) bulan kurungan.
Tuntutan 18 bulan penjara plus denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan ini dibacakan Marthen Suluh dan Tejo Sunarno secara bergantian dalam sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kupang, Kamis (12/2/2009).
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, FX Sugiarto, S.H didampingi hakim anggota, Asiadi Sembiring, S.H dan Frederik Daniel, S.H. Terdakwa didampingi kuasa hukumnya John Rihi, S.H dan Lorens Mega Man, S.H.
Menurut Marthen Suluh dan Tejo Sunarno, Conterius terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi di persidangan, termasuk keterangan terdakwa, JPU menegaskan, Conterius menandatangani Surat Perintah Tugas (SPT) dan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang sumber dananya dari pos APBD. Jika tanpa adanya SPT dan SPPD tersebut, pegawai yang bersangkutan tidak dapat melakukan perjalan dinas.
"Pelaksanaan terhadap perjalan dinas semestinya untuk mencapai program tugas namun kenyataannya perjalanan dinas atas nama PNS-PNS dimaksud ternyata fiktif. Hal tersebut terindikasi terdakwa selaku Kadis berkecederungan menghabiskan anggaran," demikian surat tuntutan JPU.
JPU juga membeberkan adanya blanko kosong yang kemudian di atasnya ditulis nama-nama pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas tetapi faktanya tidak. Menurut JPU, hal itu terjadi karena ada arahan dari terdakwa selaku Kadis Nakertrans. Arahan ini disampaikan dalam rapat pimpinan bahwa untuk pengajuan permohonan perjalanan dinas agar tidak mencantumkan nama-nama pegawai yang akan melaksanakan perjalanan dinas (alias dalam bentuk blanko kosong).
Berdasarkan fakta persidangan tersebut, JPU menilai perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dalam pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam sidang mendengarkan keterangannya, terdakwa Conterius antara lain menerangkan, dirinya tidak pernah mengeluarkan instruksi maupun arahan dalam rapat-rapat pimpinan selama menjabat sebagai Kadis Nakertrans NTT.
Saat itu, ia mengatakan, tidak ada notulen rapat yang memperlihatkan adanya arahannya tersebut. Dia sendiri bahkan baru tahu kalau ada SPPD fiktif setelah Banwasda Propinsi NTT melakukan audit di Dinas Nakertrans NTT.
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)Perwakilan NTT menemukan kerugian keuangan negara senilai Rp. 713.765. 400,00. Kerugian keuangan ini berasal dari 251 kali SPPD fiktif oleh 83 orang pegawai Dinas Nakertrans NTT. (dar)