Temu Kenal Gubernur-Wagub di Jakarta (2)

Oleh Tony Kleden

Di balik sana, terdengar suara seorang ibu. Kiik menjelaskan identitasnya dan apa yang ingin dicarinya. Apa jawabannya? "Lu nih... Lu tau ko sonde, beta lagi di Oepura...." Geerrrr... Aula Yustinus Atma Jaya di rembang petang itu seolah runtuh. Tertawa meledak. Astaga.

HARI Sabtu, 11 Oktober 2008. Sudah lepas tengah hari. Lewat sejam lebih warga NTT telah merapat ke kampus Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta. Mereka datang dari berbagai sudut Jakarta dan sekitarnya. Panitia mesti membatasi undangan. Khawatir tak tertampung.

Tetapi Aula Yustinus di lantai lantai 14 Universitas Atma Jaya di Jalan Sudirman yang padat kendaraan di senja hari itu tetap saja sesak. Pengunjung meluber. Banyak yang terpaksa berdiri di luar karena tak kebagian kursi. Mereka rela berdiri. Ingin mendengar langsung seperti apa duet Gubernur Frans Lebu Raya-Esthon Foenay melayari biduk NTT menuju tepian impian.

Tokoh-tokoh NTT hadir. Di kursi deretan depan duduk antara lain Dr. Jan Riberu, mantan anggota DPR RI. Persis di sebelah kanannya duduk berdampingan dr. Ben Mboi dan Ibu Nafsiah, mantan Gubernur NTT. Di sebelah kanan pasangan ini duduk Cypri Aoer. Terlihat juga Agus Toepoe, Blasius Bapa, Dr. Daniel Dhakidae, Drs. Frans Meak Parera, Dr. Aloysius Madja, Cypri Aoer, Zainal Nampira.

Yang muda-muda dan lagi menanjak di lingkungan kerja masing-masing juga banyak yang hadir. Ada Pieter Gero dari Kompas, Dr. Ignatius Iryanto, Dr. Aloysius Kiik Ro Direktur PT Danareksa. Dari Atma Jaya lebih banyak lagi yang hadir. Ada Wakil Rektor III, Drs. Yohanes Temaluru, M.Psi, Dr. Mikael Dua, Dr. Andre Ata Ujan.

Semuanya antusias. Semangat empat lima. Ingin mendengar suara gubernur dan wakil gubernur. Selain ingin mendengar langsung, acara itu juga dihelat untuk memberikan 'oleh-oleh' berupa gagasan dan harapan warga NTT di Jakarta kepada duet pemimpin yang telah dilantik tiga bulan itu.

Masukan itu dirancang dalam dua babakan pemaparan berupa sumbang saran dan tanggapan dari beberapa narasumber. Di bidang pendidikan tampil Dr. Daniel Dhakidae dan Drs. Frans Meak Parera. Bidang kesehatan tampil dr. Eddy Lamanepa, MPH dan Zainal Nampira. Bidang ekonomi Drs. Agus Toepoe, MM, Dr. Aloysius Kiik Ro dan Dr. Aloysius Madja. 'Manggung bareng' ini dimoderatori Dr. Mikael Dua dan Dr. Andre Ata Udjan.

Suasana tidak formal. Santai dan cair. Gubernur memaparkan rencana kerja lima tahun ke depan. Agenda-agenda besar dibeberkan. Dari pendidikan hingga pertanian. Dari kesehatan sampai ekonomi.

Selepas gubernur, kesempatan pertama diberikan kepada Dr. Aloyius Kiik Ro, Direktur PT Danareksa (Persero). Semua terkesima ketika mendengar gambaran situasi ekonomi yang disampaikan Kiik. Gambaran ekonomi NTT, peluang ekonomi yang mesti dibangun di NTT dibeberkan Kiik dengan baik.
Terkait dengan pembangunan di NTT, ada dua hal menarik yang dicatatnya. Pertama PD Flobamor. Perusahaan milik Pemda NTT ini dikritiknya karena tidak banyak membawa manfaat.

Mengapa? "Business of goverment is to goverment," kritiknya. Tajam tetapi sangat menusuk. Artinya, pemerintah tidak bisa menjalankan usaha bisnis. "Bisnis adalah privasi," kata Kiik, pria asal Timor Tengah Utara ini.

Hal kedua, soal website. Kiik punya kisah. Sekali waktu di tahun ini, Kiik berbicara dalam sebuah seminar terhormat. Dia ingin menggambarkan peta dan potensi ekonomi NTT. Maka, masuklah dia ke website Pemda NTT. "Saya buka alamat itu. Masuk. Tetapi apa yang saya dapat? Data-data dan tampilan di website itu terakhir di-update 5 Januari 2004," kata Kiik. Seisi ruangan itu pun 'picah ketawa.'

Cerita Kiik belum titik. Dia kemudian menghubungi dua nomor kontak person yang tertera di website itu. Nomor pertama tidak diangkat. Nomor kedua diangkat. Di balik sana, terdengar suara seorang ibu. Kiik menjelaskan identitasnya dan apa yang ingin dicarinya. Apa jawabannya? "Lu nih... Lu tau ko sonde, beta lagi di Oepura...." Geerrrr... Aula Yustinus Atma Jaya di rembang petang itu seolah runtuh. Tertawa meledak. Astaga.

Kisah nyata ini lucu. Sangat lucu. Tetapi kelucuan itu sekaligus mencerminkan sebuah kekonyolan. Sudah empat tahun sebuah website -- yang biasanya di-update setiap menit -- tidak di- update. Entahlah ada anggaran rutin bulanan untuk operasional yang berarti juga di-update setiap saat.

Teringat keberadaan dan kiprah instansi semisal Balai Diklat, Dinas Infokom, Biro Humas, Badan Perpustakaan Negara, Penelitian dan Pengembangan kalau urusan meng-update informasi, memasukkan data-data di sebuah website sederhana saja tidak jalan-jalan. Jika seperti itu, bagaimana orang luar mau mengetahui dan mengikuti perkembangan NTT?


Kritikan dan saran juga dialamatkan kepada mental para PNS di NTT. Para 'abdi negara' ini lebih cenderung menampilkan diri sebagai 'abdi dalem' yang memposisikan diri sebagai tuan. "Di NTT yang kaya itu kan nomor satu PNS, nomor dua pedagang, nomor tiga yang orangtuanya di Jawa," kata Agus Toepoe.

Agus juga menyebut korupsi di kalangan PNS sebagai kebiasaan yang sudah dilumrahkan. "Kalau PNS mentalnya seperti ini, NTT tidak akan maju-maju. Saya minta bapak gubernur atasi masalah korupsi di NTT," pinta Agus Toepoe.

Di sektor pendidikan, Dr. Daniel Dhakidae menganjurkan agar Pemda NTT membangun sekolah dasar (SD) yang hebat dan bermutu. Anjuran ini sudah tentu datang dari keprihatinan betapa lulusan NTT dari tahun ke tahun selalu jeblok. "SD harus dibikin jadi yang terbaik. Pemerintah tidak perlu urus unversitas. Universitas itu tanggung jawab swasta," kata Daniel.

Mantan Kepala Litbang Harian Kompas ini mendasarkan pemikirannya pada asumsi bahwa jika pendidikan dasar tidak kuat, maka level pendidikan di atasnya akan mudah sekali rapuh.
Sementara Drs. Frans Meak Parera menganjurkan pemerintah berani membangun pusat kurikulum di NTT. Frans sangat gusar melihat wajah dan terutama mutu pendidikan di NTT saat ini. "Dulu sekolah-sekolah di NTT sangat bermutu dan terkenal. Sekarang tidak ada apa-apa lagi. Karena itu saya anjurkan agar dibangun pusat kurikulum di NTT. Ketika di Hokeng (Flores Timur), saya dengar banyak sekali dana Silpa, dana yang tidak bisa diserap dan harus dikembalikan ke pusat. Pakai saja dana itu untuk memperbaiki mutu pendidikan di NTT," kata Frans.

Frans juga menganjurkan agar pemerintah mesti segera membangun perpustakaan-perpustakaan dan menyiapkan buku- buku bacaan bermutu untuk menyelamatkan wajah pendidikan NTT yang terus dirundung durja.

Website yang out of date, kritikan terhadap etos PNS, harapan memperkuat SD dan membangun perpustakaan adalah hal-hal kecil dan terkesan sepele. Tetapi serpihan-serpihan kecil dan sederhana bisa mengukir sebuah prestasi besar dan luar biasa. (bersambung)

Pos Kupang edisi Jumat, 31 Oktober 2008 halaman 1, http://www.pos-kupang.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes