Perikanan, Potensi Besar di Sikka

Oleh Novemy Leo

GURIH dan nikmat. Kekhasan ini hanya dirasakan ketika kita mencicipi ikan tuna, ikan kakap merah dan putih serta jenis ikan lain yang ditangkap dari perairan Maumere. Asin-asin enak, jika berbagai jenis ikan ini diolah oleh nelayan Wuring dan Pulau Pemana menjadi ikan kering. Potensi ikan di perairan ini memang luar biasa sehingga tak heran jika banyak nelayan luar Sikka, luar NTT, bahkan luar Indonesia secara ilegal menangkap ikan di perairan Teluk Maumere. 

Faktanya, potensi ikan di perairan Kabupaten Sikka luar biasa. Ikan kakap merah dari perairan selatan Lela, Sikka dan Bola rasanya lain dari kakap merah perairan sekitarnya. Orang yang pintar doyan ikan, lebih suka membeli kakap merah dari Lela, Sikka dan Bola, ketimbang kakap merah dari perairan bagian utara. Kita boleh berbangga, Kabupaten Sikka dapat dikatakan sebagai salah satu daerah penghasil ikan terbanyak di Nusa Tenggara Timur. 

Kabupaten Sikka dengan luas 7.553,24 Km 2 memiliki luas lautan 5.821,33 Km2, dengan panjang garis pantai 444,50 Km. Sebanyak 21 kecamatan di Sikka yang terdiri dari 160 desa/kelurahan, terdapat 66 desa pesisir. Di sana hidup sekitar 4.535 rumah tangga yang menggantungkan harapan hitup pada perikanan alias nelayan. 





Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sikka menyebutkan, pada hamparan laut Sikka seluas 5.821,33 Km 2 itu, terkandung potensi sumber daya kelautan yang cukup besar. Jenis ikan yang terdapat di hamparan laut itu, yakni ikan pelajis/ikan pada permukaan (tuna, cakalang, layang dan selar) dan ikan demersal/ikan dasar (kerapu dan ikan merah). 

Produksi ikan pertahun cukup tinggi dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data tahun 2000 hingga tahun 2007, produksi ikan tahun 2000 sebanyak 7.322,6 ton (34,58%), tahun 2001 sebanyak 7.927,9 ton (37,44 %), tahun 2002 sebanyak 8.230,2 ton (38,87 %), tahun 2003 sebanyak 8.475,2 ton (40,2 %). Sementara pada tahun 2004 naik menjadi 9.240,6 ton (43,63%), tahun 2005 sebanyak 9.702,6 ton (46,20 %), tahun 2006 sebanyak 9.785,50 ton (0,85 %) dan tahun 2007 sebanyak 9.976,70 ton (1,01 %). 

Hal ini yang mendorong investor membuka pabrik pengalengan dan pengawetan ikan oleh PT Bali Raya. Di masa itu, sekitar tahun 1980-an, kantong para nelayan Sikka lumayan tebal. Hasil tangkapan langsung dijual ke PT Bali Raya dengan harga yang lumayan. Ironisnya, masyarakat kesulitan mendapat ikan segar, kalaupun ada harganya cukup mahal. Sayangnya, pabrik itu lenyap disapu tsunami pada Desember 1992. Puing-puing lokasi PT Bali Raya di pantai dekat Toko Nita sudah dijadikan pasar ikan dan berdiri sebuah tempat pengisian bahan bakar untuk nelayan. 

Hasil ini sebagian besar diperdagangkan antar pulau di dalam wilayah NTT, maupun ke luar NTT bahkan hingga dieksport ke luar negeri. Lihat saja, data antar pulau komoditi perikanan Sikka tahun 2007 mencapai 6.125.000 kg atau 6 ton ikan berbagai jenis dengan nilai Rp 78.796.840.750,00 yang diantar pulaukan ke Makassar, Denpasar, Surabaya, Jakarta, Banyuwangi, termasuk ke Kabupaten Ende, Ngada dan Kupang. Jenis ikan yang diantarpulaukan itu, yakni ikan tuna/ cakalang beku, tuna loin, ikan kayu, ikan dasar, kerapu hidup, layang/selar dan kembung. Bahkan produksi ikan di Sikka, yakni ikan kerapu hidup dan tuna loin, cakalang, pernah dieksport sampai ke Jepang dan Hongkong. 

Namun eksport ikan dari Sikka ke Jepang terakhir tahun 2006 lalu. "Sekarang tidak ada lagi ikan yag diekport ke Jepang atau ke luar negeri. Hal ini terjadi bukan karena ada penurunan produksi ikan, namun karena masalah harga, dimana perbedaan harga jual ikan ke luar negeri dan di dalam negeri tidak jauh berbeda. Sehingga nelayan atau pengusaha di Sikka enggan melakuan ekport ikan lagi ke luar negeri," kata Kasubdin Produksi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabuapten Sikka, Paulus H Bangkur.

Di Sikka, setiap tahun rata-rata produksi ikan sebanyak 9 ton. Produksi ini biasa ditingkatkan mengingat sebagian potensi perikanan tangkap di Sikak belum dioptimalkan, baik oleh pemerintah, masyarakat nelayan maupun pengusaha. 

Harus diakui bahwa selama ini Pemerintah Kabupaten Sikka khususnya Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sikka belum maksimal meningkatkan produksi perikanan. Bahkan fokus perhatian pemerintah terhadap perikanan hanya kepada masyarakat nelayan yang melakukan aktivitas penangakapan ikan di laut utara. Sementara perhatian kepada nelayan di laut selatan belum maskimal. 

Bantuan pemerintah berupa pengadaan fasilitas dan sarana prasarana di bidang perikanan seperti alat tangkap, penyuluhan dan pendapingan belum maksimal. Hingga saat ini jumlah armada perikanan yang dimiliki nelayan dan atau pemerintah di sebanyak 3.068 unit terdiri dari jukung (1.558), perahu papan kecil (691), perahu papan sedang (33) perahu papan besar (7), perahu motor tempel (240) dan kapal motor (523). Dengan jumlah nelayan 4.535 KK, artinya masih ada sekitar 1.467 nelayan bahkan mungkin lebih yang belum memiliki alat tangkap.

Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan, juga masih banyak yang tradisional sehingga penangkapan ikan belum maksimal. Hal lainnya, masih kurangnya tenaga penyuluh perikanan.Saat ini hanya lima tenaga penyuluh perikanan yang berstatus PNS. Lima tenaga penyuluh itu harus melayani 5.000-an petani nelayan yang berada di 66 desa di 16 kecamatan di Sikka. Mampukah mereka memberikan penyuluhan, penyadaran, sosialisasi mengenai perikanan yang berkeadilan terhadap para nelayan itu? 

Dengan terbatasnya jumlah tenaga penyuluh ini maka jangan heran kalau di sejumlah perairan, para nelayan masih menggunakan bom ikan sebagai alat tangkap. Jangan heran jika masyarakat nelayan tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang bagaimana upaya meningkatkan produksi perikanan di Sikka, dalam upaya untuk meningkatkan ekonomi mereka sendiri.

Hal lainya, fasilitas, sarana prasarana utama dan penunjang kegiatan perikanan yang disediakan pemerintah pun masih kurang. Nelayan di wilayah utara tentu tidak banyak mengalami kendala, karena di wilayahnya itu pemerintah sudah membangun SPDN dan pabrik es yang mampu memproduksi es sebanyak 10 ton. Juga dermaga, jety, air bersih, listrik, pos jaga, MCK, Los Pasar di PPI Alok sehingga bisa menunjang kegiatan nelayan yang beroperasi di laut utara. 

Sementara nelayan yang beraktivitas di wilayah selatan, belum memiliki fasilitas sarana prasarana itu. Bahkan fasilitas utama penangkapan seperti armada tangkap juga masih terbatas, termasuk SDM nelayannya. 

Hal-hal inilah yang harus menjadi fokus perhatian pemerintah Sikka ke depannya sehingga wilayah Sikka bisa menjadikan ikan sebagai komoditi andalah yang mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan memberikan kontribusi lebih ke Anggaran Pendapatan dan Belanaja Daerah (APBD) setiap tahunnya. Dengan demikian, ketergantungan kepada pemerintah pusat perlahan dikurangi. 

Saat ini masih banyak potensi perikanan yang 'tidur'. Potensi perikanan di laut selatan sudah mampu mengeksport ikan ke luar negeri dalam jumlah yang cukup besar, namun belum digarap secara maksimal. Apalagi jika wilayah selatan yang masih 'tertidur' itu 'dibangunkan' atau dioptimalkan. Dapat dipastikan, Sikka bakal menjadi daerah primadona perikanan dan kelautan di NTT.

Paulus mengatakan, untuk mewujudkan hal itu tentu tidak mudah dilakukan. Karena pemerintah,pengusaha dan masyarakat nelayan itu sendiri harus bersama-sama bertanggungjawab dan bekerjasama. Selama ini berbagai upaya sudah dilakukan, namun hasilnya belum maksimal. 

Akan tetapi, pihaknya tidak berputus asa. Meskipun dengan dana dan tenaga yang terbatas, pihaknya berupaya maksimal terus mengoptimalkan produksi perikanan di Sikka. Tahun 2007 lalu pemerintah telah mengadakan sejumlah alat tangkap ikan bagi nelayan seperti 16 unit kasco viber, 92 unit alat tangkap dan mesin ketinting, empat unit rumpon, alat tangkap gilnet, 276 alat multi dan mono filament serta botton long line. 

Bantuan itu diberikan kepada sejumlah nelayan yang berada di Kecamatan Alok, Bola, Paga dan Lela. Ke depannya, demikian Paulus, hal penting yang akan menjadi perhatian pemerintah, yakni bagaimana menggali secara optimal potensi-potensi perikanan dan kelautan di Sikka, khususnya di pantai selatan yang selama ini terkesan masih 'tidur'.

Upaya yang akan dilakukan pemerintah ,yakni mengembangkan armada perikanan tangkap, pelatihan nelayan , pengembangkan bibit unggul, pelatiahn dan pengolahan hasil perikanan, pemibinaan, penyediaan fasilitas utama dan penunjang bagi nelayan. "Wilayah selatan ini akan menjadi basis kegiatan ekonomi baru bagi Kabupaten Sikka," kata Paulus.

Upaya lainnya, memperkuat dan mendukung masyarakat nelayan dalam penguatan kelembagaan nelayan, dengan membentuk koperasi nelayan. Dengan kelembagaan seperti koperasi atau KUB perikanan tangkap itu, maka masyarakat nelayan bisa melakukan simpan pinjam, bahkan mulai merencanakan kebutuhannya untuk meningkatkan usahanya. 

Pemerintah juga akan membangun satu unit usaha pengolahan perikanan dan kelautan. "Hal ini tentu tidak mudah dilakukan. Namun pemerintah dengan bantuan masyarakat dan pengusaha pasti bisa meningkatkan produksi perikanan dan kelautan di Kabupaten Sikka," kata Paulus. Kini, nelayan Sikka merindukan hadirnya investor yang bergerak di bidang perikanan. Adakah PT Bali Raya hidup kembali di Sikka?* 

Pos Kupang edisi Minggu, 2 November 2008 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes