Boya-wa yoi, yoi-koda.
Nen-nen, nen-nen sima.
Boya-wa, omo-riwa.."
PENGGALAN kata-kata di atas kiriman Uki M Kurdi. Dia wartawan senior, sampai kini masih mengelola sejumlah koran daerah di lingkungan Kompas Gramedia. "Mas Dion, ini penggalan lagu nina bobo dalam bahasa Jepang. Pesannya bagus lho kalau dinyanyikan untuk menidurkan anak-anakmu," kata Uki dengan nada promosi.
Arti lirik itu kurang lebih demikian. Bobolah anakku sayang, permata hatiku. Jadilah kamu anak yang baik. Bobolah anakku sayang. Mama akan selalu menjagamu. Menurut Uki M Kurdi, istrinya yang keturunan Jepang, selalu menyanyikan lagu tersebut ketika menidurkan anak-anak mereka saat kecil. Dalam lagu ini setidaknya ada nilai kasih sayang seorang ibu. Ada jaminan ibunda selalu menjaga sang buah hati. Ada kelembutan.
"Twinkle, twinkle, little star, How I wonder what you are. Up above the world so high, Like a diamond in the sky. Twinkle, twinkle, little star, How I wonder what you are." (Gantungkan cita-citamu setinggi langit, di sana ada bintang, meski hanya ada secercah cahaya, tapi raihlah cita-citamu setinggi bintang berada).
Orang Jerman juga punya lagu nina bobo. Penggalan syair (dalam terjemahan bahasa Inggris) sebagai berikut. Sleep, my little prince, fall asleep. The lambs and birdies are resting, the garden and meadow are silent, and even the little bee hums no more. Moon with a silver gleam is pouring her light into the window. Sleep by the silvery light, sleep, my little prince, fall asleep. Fall asleep, fall asleep!
Begitulah, setiap bangsa di muka bumi ini memiliki lagu nina bobo yang mengandung nilai edukasi, kasih sayang, bakti orang tua, mengagungkan keindahaan alam ciptaan Tuhan serta nilai luhur lainnya. Lagu nina bobo diciptakan dan dinyanyikan tidak sekadar pengantar tidur anak, tetapi menanamkan nilai-nilai yang baik sejak usia dini. Membangun budi pekerti.
Sekarang mari kita periksa bersama makna yang terkandung dalam lagu nina bobo paling populer versi bangsa Indonesia. "Nina bobo, ooo nina bobo. Kalau tidak bobo digigit nyamuk.." Bagaimana menurut tuan dan puan? Kalau tidak bobo...digigit nyamuk! Jadi, harus cepat-cepat bobo.
Nyamuk memang nakal dan bisa membawa penyakit. Tapi apa hubungan antara tidak bobo dan nyamuk gigit? Lirik tembang ini sungguh bertentangan dengan nalar. Tidur atau tidak toh nyamuk tetap akan menggigit. Kata-katanya pun menyiratkan ancaman terhadap anak. Kekerasan verbal!
Ada kidung warisan bangsa sendiri yang lebih baik pesannya meski tidak sepopuler Niba Bobo. Judulnya Tidurlah Intan. Tidurlah intan, tidurlah tambatan jiwa, Hari sudah larut pejamkanlah mata. Tidurlah intan, tidurlah pualam bunda, Jangan bermain juga bergurau tertawa. Ibu t'lah penat asyik bernyanyi- nyanyi, Menidurkanmu anakku jauhari. Tidurlah intan, tidurlah kekasih hati, Esok hari kita bergurau kembali.
Beta yakin setiap daerah di tanah air memiliki kekayaan itu, termasuk di Nusa Tenggara Timur (NTT). Hanya belum digali dengan kesadaran untuk disajikan sesuai kebutuhan zaman. Rasanya tidak banyak orangtua masa kini yang tahu tentang kidung nina bobo yang lebih mendidik dan menyanyikannya untuk anak mereka. Kebiasaan itu nyaris punah. Mendongeng dan menidurkan anak dengan kisah dan lagu berbobot bukan lagi bagian dari kehidupan orangtua masa kini. Beta menyadari kehilangan itu. Entah dengan tuan dan puan?
Hari demi hari kita dininabobokan oleh sajian serba instan. Altar kehidupan kita serba keras. Berton-ton kekerasan diproduksi setiap saat. Dalam banyak cara, beragam rupa. Fisik dan non-fisik. Kita tak lagi peduli!
Anak-anak kita melahap tanpa sensor film dan sinetron. Sinetron dengan para aktor dan aktris saling jambak, mata melotot marah, suara keras dan kasar. Anak-anak kita riang menikmatinya. Mereka sudah lama hidup dalam alam kekerasan. Bahkan sejak balita. Heran dengan tawuran pelajar-mahasiswa? Kaget dengan jatuhnya korban jiwa? Salah siapa? Ini dosa siapa? (dionbata@poskupang.co.id)
Beranda Kita (BETA) Pos Kupang edisi Senin, 24 November 2008 halaman 1