Lidah

Marcel W Gobang
SEORANG teman bercerita, ketika dia menimba ilmu dengan tinggal di asrama, pokoknya kalau dia jatuh sakit, obat satu-satunya yang bisa memupuskan segala rasa sakitnya adalah menu lidah. Tapi bukan sembarang lidah, kata teman itu. Lidah erwe, katanya. Cerita soal lidah erwe ini, diulang-ulang teman tadi pada kesempatan santai, sewaktu sama-sama di asrama. Sengaja itu dilakukannya agar teman-teman lain yang belum pernah merasakan seperti apa sih rasanya daging yang beratnya hanya beberapa ons itu kalau disantap. Belum lagi bumbu-bumbu cerita seputar lidah erwe itu. Katanya biar sajian lidah sepotong, tapi kalau hidangan itu dinikmati rame-rame dengan duduk melingkari sambil ngobrol ditemani moke, maka menu lidah sepotong itu bagaikan sepiring penuh.

Ambil sepotong kecil, diolesi pada lombok ulekan garam dan siraman air jeruk nipis, dimasukkan ke mulut, dikunyah pelan-pelan sambil sedikit-sedikit menelan sari kunyahannya baru kemudian didorong dengan setengah gelas moke. Itu sebabnya terasa seakan menu lidah sepotong itu sepertinya tak habis-habisnya, kata teman tadi.

    Cerita tentang sepotong daging lidah sebagai hidangan lezat, bisa panjang. Mulai dari bagaimana dia diolah dan diramu lalu dihidangkan sehingga menjadi sajian sedap yang sangat diminati kalangan tertentu. Banyak cara mengolahnya. Nama menu yang satu ini pun beda-beda. Ada yang menyebutnya semur lidah, dan sebagainya.

    Lidah, bagi manusia dan binatang, sangat penting. Tidak usah kita tanya pada binatang seperti kerbau atau sapi bagaimana manfaat lidah itu pada diri mereka. Bagi manusia, kita bisa bercerita banyak dan panjang lebar tentang peranan lidah itu.

    Bagi manusia, lidah tak terpisahkan dari bibir, gigi dan langit-langit mulut. Bila dihitung-hiatung, di antara bibir, gigi dan langit-langit mulut, lidah barangkali punya peran dan manfaat jauh lebih tinggi. Peran lebih yang kedua ada pada bibir. Anda bisa rasakan sendiri. Anda tidak akan bisa berkomunikasi, berbicara dengan menggunakan bibir. Tapi toh tetap tidak sempurna.

    Itu manfaat lidah dan bibir untuk berkomunikasi, untuk berbahasa, berbicara dengan sesama. Memang, dalam berbahasa, khususnya bahasa sandi, mungkin bibir lebih berperan banyak dan bermakna tinggi. Apalagi bila bagian wajah seperti mimikan mata, kelopak mata dan kening ikut menunjang. Ya, barangkali Anda masih ingat lagunya Bimbo? "... dalam bercinta, bibir pegang peranan...!"

    Barangkali karena peran lidah itu jauh lebih dominan dibanding yang lainnya dalam komunikasi, dalam bercakap-cakap, maka orang-orang bijak selalu mengingatkan: jagalah lidahmu! Memang, peran lidah bisa positip, bisa pula sebaliknya. Terhadap peran negatipnya, timbullah kiasan-kiasan: lidah tak bertulang! Lidahnya tidak bisa dipegang, dan sebagainya.

    Ya, karena lidah, pamor seseorang bisa naik, bisa jatuh terhempas, bisa kehilangan muka di hadapan publik, bisa stres, dan sebagainya.

    Anda barangkali masih ingat. Seorang pejabat tingkat nasional dikritik dan dikecam habis-habisan karena lidah. Di tingkat regional NTT, Anda juga barangkali masih ingat. Seorang juru kampanye dari satu organisasi peserta Pemilu dikritik, tapi kemudian orang lain di organisasinya mengklarifikasi dengan memverifikasinya sebagai hanya keseleo lidah.

    Pada masa Orde Baru, para elite politik, para penguasa memanfaatkan benar peran lidah ini. Pengamat Sastra dan Bahasa dari Universitas Jember (Unej), Prof. Dra. Sri Surani,M.S, suatu ketika mengatakan, gerakan reformasi tidak hanya ditimbulkan karena ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah Orde Baru, tetapi juga disebabkan oleh adanya penyelewengan makna unsur bahasa yang dilakukan elite pemerintahan untuk menutupi kekurangannya. Menjelang berakhirnya Orde Baru, elit pemerintah semakin jauh menyelewengkan makna unsur bahasa dengan kata-kata dan ungkapan halus bernada positif, katanya.

    Sebaliknya, masyarakat yang tidak puas terhadap realitas produk elite politik dan penguasa Orde Baru, melakukan kontrol sosial dengan bahasa plesetan. Pleset lidah, bukan keseleo lidah, tampaknya merupakan senjata yang ampuh dan aman di masa Orde Baru.    Itulah peran lidah. (marcel weter gobang)

Sumber: SKH Pos Kupang, Senin 16 Agustus 1999 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes