KETIKA kecil, saya teringat orang-orang tua di kampung mengajarkan: kalau mau supaya anjing piaraan di rumah itu galak, berani, campurlah makanannya dengan lombok. Atau supaya anjing itu galak sehingga mampu merobek-robek mangsa jika berburu di hutan, sering-seringlah kasih makan kalajengking atau tawon, dan jangan lupa kombinasikan juga dengan lombok.
Itu teori orang-orang di kampung. Resep membikin anjing galak dan setia menjaga rumah atau cekatan dalam berburu rusa atau babi hutan tentu beda-beda pada tiap etnik yang ada di NTT. Teori atau lebih tepat disebut resep ini tentu tidak pas kalau diaplikasikan pada manusia.
Tetapi lombok atau sebutan lainnya cabai atau cabe atau di Kupang orang bilang kurus, justru sangat dibutuhkan dalam hidangan ibu rumah tangga pada hampir setiap keluarga. Biar macam-macam bumbu sudah masuk, tapi menu akan terasa hampar tanpa kehadiran barang satu ini, yang telah diolah menjadi sambal. Ia menjadi kebutuhan utama tiap kali makan. Bagi orang-orang tertentu, sambal malah dikesampingkan, lebih suka kehadiran lombok segar. Memang, biar makanan sederhana tapi sering kurang mengandung gizi, apa yang ada bisa dilahap habis asalkan ditemani sambal atau lombok.
Saya juga teringat ketika hidup di asrama di tahun 1960-an. Dibandingkan dengan teman-teman yang juga tinggal di asrama untuk menimba ilmu, saat itu, asrama kami relatif jauh lebih unggul. Hanya pada saat-saat tertentu, terutama pada tahun-tahun para petani mengalami paceklik. Sajian menu dalam asrama pun ikut paceklik. Makan nasi dibatasi. Pagi dan malam makan jagung bombo. Siang makan nasi. Lauknya, juga sangat sederhana. Sayur daun kupang (yang di Kupang orang bilang ginseng putih) menjadi sajian rutin. Tapi, terasa lezat dan membikin nafsu makan menjadi-jadi karena sayur daun kupang dibumbui lombok dan ditambah celupan kepala ikan asin. tidak nampak ikannya tapi hanya aromanya. Sedap juga. Nah, pada saat makan jagung bombo itulah sangat dirasakan perlunya sambal lombok pedas. Mungkin berkat jagung bombo dengan sambal lombok seadanya itulah banyak alumni asrama itu kemudian mampu mandiri dengan aneka profesi yang cukup terhormat dan membanggakan. Kalau tidak percaya, tanya saja sama Bupati Manggarai yang sekarang, antara lain. Untuk itu, terima kasih kepada para pengasuh asrama, terutama Pater Leo Perik, SVD dan almarhum Bruder Arnoldus, SVD.
Lombok sebagai penyedap saat santapan keluarga atau saat santapan di mana saja, sangat dicari-cari. Tidak heran kalau ada keluarga yang memanfaatkan pekarangan rumahnya dengan aneka tanaman konsumtif. Dan, tanaman lombok ada di antara tanaman lain itu. Yang pekarangannya tidak luas, cukup tanam di polybag atau di pot-pot bertanah sedikit pun jadilah. Sehingga saat santap siang tinggal comot beberapa buah langsung dari batang pohonnya.
Lombok atau cabe memang dicari-cari karena digemari. Di media massa cetak, diceritakan harga cabe naik terus. Dalam bulan Juli ini harganya di atas Rp 25.000,00 perkilogram. Diberitakan, di Kotamadya Jambi, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota itu, terpaksa didatangkan cabe dari propinsi tetangga yaitu dari Propinsi Bengkulu dan Sumatera Barat.
Berita lain menyebutkan, para pedagang pengumpul lombok di Sulawesi Tengah setiap hari mengantarpulaukan puluhan ton cabe ke berbagai kota di Pulau Kalimantan dan Jawa. Di Sulawesi Tengah mereka beli dengan harga Rp 5.000,00/kg. Di kota-kota di Jawa mereka jual Rp 25.000,00/kg. Di Samarinda dan Balikpapan mereka jual dengan harga Rp 45.000,00/kg.
Di Kupang, saat ini, cabe susah didapat, padahal orang NTT terkenal doyan cabe. Kalaupun ada, penjualannya tak seberapa. Hari Sabtu lalu (24/7), di Pasar Seribu, harga satu kumpul (sekitar belasan buah) Rp 500,00. Hanya satu kios yang menjualnya. Itu pun hanya tiga kumpul.
Di Jambi, Dinas Pertanian setempat menggalakkan penanaman cabe kepada para petani. Untuk musim tanam tahun 1999, lahan seluas 495 hektar dibuka untuk cabe. Kantor Departemen Koperasi dan PPK setempat ikut membantu. Juga bank-bank. Dana sebesar Rp 208,74 juta sudah dicairkan lewat unit usaha koperasi.
Di NTT? Kita bangga, komoditi cabe lebih banyak diantarkeluargakan. Yang lebih banyak diantarpulaukan justru paket-paket kredit, termasuk paket kredit untuk cabe. (marcel weter gobang).
Sumber: SKH Pos Kupang, Senin 26 Juli 1999 hal 1