Nyanyian sunyi DPR

ilustrasi
HEBAT! Komisi VIII DPR RI pantas diacungi jempol. Lebih-lebih sebut saja Ichsanudddin Noorsy, Eki Syahruddin, Tayo Tarmadi (ketua Komisi) dan Thomas Suyatno. Tentu saja tanpa mengecilkan peran para anggota komisi VIII lainnya dalam kasus Bank Bali, mereka benar-benar telah melaksanakan salah satu fungsi DPR: Kontrol.

    Seperti pekerjaan seorang wartawan, melakukan konfirmasi tidak langsung dalam artian melalui digging out tanpa menyebut-nyebut nama orang atau angka rupiah manipulatif tapi dengan terus mencercar dan menunggu sampai akhirnya (karena terperangkap) narasumber menyebut sendiri, demikianlah yang dilakukan para anggota Dewan di Komisi VIII DPR RI terhadap Menkeu Bambang Subianto

    Memang menggali suatu yang 'sangat rahasia' dari seseorang, untuk pekerjaan yang satu ini sama baik bagi seorang polisi menyelidik, wartawan maupun bagi anggota Dewan. Dan, bagi ketiganya, perlu ketelatenan. Emosi boleh naik, tapi nalar tetap dijaga. Karena yang terpenting adalah fokus, tidak terkecoh penjelasan atau jawaban yang berputar-putar yang tanpa disadari terjadinya bias.

Ya, mirip-mirip interogasi terhadap calon pesakitan di kepolisian atau kejaksaan, tetapi taktis diplomatis (maklum politikus), para anggota Komisi VIII DPR akhirnya 'bisa' 'memaksa' Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Subianto, 'bernyanyi'. Meskipun alot dan berputar-putar, tapi pada akhirnya meluncurlah nama pejabat tinggi (Baramuli) yang menekan Menkeu dalam upayanya meresktrukrisasi aset nasional bernilai triliun rupiah.

    Begitu nama-yang memang ditunggu-tunggu para anggota Dewan-pejabat tinggi itu disebut Bambang Subianto, serentak pula tepukan tangan para anggota Dewan dan para hadirin lain menggemuruhi ruang rapat kerja Komisi VIII dengan Menkeu cs, hari Senin tanggal 13 September lalu.

    Sadar telah terperangkap, Menkeu Bambang Subianto pun menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sambil menarik napas panjang di tengah gemuruhnya tepukan tangan. Rupanya, melihat bosnya terhentak karena terperangkap, Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Glenn MS Yusuf, yang duduk disampingnya langsung menepuk-nepuk punggung Bambang Subianto. Tepukan punggung berbahasa sandi ini bisa bermakna penguatan batin terhadap Bambang, bisa sebagai tanda salut atas keberanian tanpa tedeng aling-aling menyebut nama pejabat tinggi itu, bisa pula sebagai tanda dukungan penuh Glenn MS Yusuf berdiri kokoh di belakang Subianto untuk mengungkap borok-borok dan kebrengsekan yang dilakukan para pejabat di lapisan-lapisan atas.

    Bersyukurlah Bambang Subianto karena apa yang dilakukannya itu terjadi pada era reformasi. Buktinya, sampai hari ini dia belum diapa-apakan. Kenyataan ini pun mematahkan isu-isu penggantiannya. Namun demikian, teror mental dan fisik mulai menghantui. Bersyukurlah pula anggota Dewan di Komisi VIII, karena mereka juga belum diapa-apakah  atas 'perbuatan tidak etis' yang telah mereka lakukan.

    Kita pun bangga telah terjadinya transparansi, tidak adanya rasa takut menyebut nama pejabat tinggi yang terlihat dalam skandal yang merugikan bangsa dan negara. Tapi, bukankah ini hanya sorak sorai, euforia sesaat? Toh sebentar lagi orang-orang di Komisi VIII itu diganti? Toh masih ada dan bakal diadakan isu-usi lain sehingga menenggelamkan isu-isu aktual saat ini dan isu besar lain sebelumnya?
Maka sunyi senyaplah kasus Bank Bali, dan bersorak gempitalah yang pernah dipermalukan. Lalu ke depannya bangsa ini? walahualam! Ya, pejabat sudah bernyanyi tentang pejabat. Nyanyian DPR pun telah dilantunkan. Tetapi apakah nyanyian itu bukan sekadar nyanyian sunyi? (marcel weter gobang)


Sumber: SKH Pos Kupang, Senin 20 September 1999 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes