Daud layani pembeli (foto Rizky) |
LALU lalang pejalan kaki menghiasi jalan di depan emperen toko roti Singapura, Kota Manado, Rabu (5/6/2013). Tak jarang satu sama lain saling mendahului. Di pinggir jalan, seorang pria dengan tongkat dan kacang terbungkus plastik berdiri dengan tenang. Sesekali kakinya digerakkan untuk mengganti tumpuan berdiri.
Pria itu bernama Daud Panjaitan (29), pria tuna netra yang sehari-hari mencari nafkah dengan menjual kacang goreng. Sepasang matanya tak bisa melihat lagi sejak Daud berusia 12 tahun karena suatu penyakit. Awalnya Daud memprotes kepada Tuhan, mengapa ia harus mengalami nasib demikian. Namun seiring berjalannya waktu, Daud mulai menerima keadaannya. "Kalau saya bisa melihat, belum tentu saya menjadi orang baik. Saya yakin rencana Tuhan selalu indah," ungkapnya.
Daud berasal dari Medan Sumatera Utara. Waktu di Medan dulu, Daud menjadi tukang pijat. Di Manado Daud sempat berniat membuka panti pijat tapi terkendala keterbatasan dana. "Biaya sewa tempat untuk panti pijat di sini sangat mahal," katanya. Daud pun memilih jualan kacang karena hanya butuh modal sedikit. Tiga tahun sudah Daud berjualan kacang goreng. Daud biasa berjualan di belakang pusat perbelanjaan Golden. Saat Tribun Manado menemuinya di depan toko roti Singapure, dia mengaku itu pertama kali jualan di tempat itu.
Setiap hari Daud jualan kacang mulai dari pukul 17.00 sampai 21.00 Wita. Selama itu ia terus berdiri. Semangat tinggi mengalahkan keletihan yang menghampiri. Pagi hari, kata Daud, dia menghabiskan waktu luang dengan keluarganya.
Rupanya dorongan cintalah yang mengantar Daud datang ke Manado. Daud menikahi wanita asal Minahasa Selatan bernama Reilen Tinung (25) pada tahun 2010. Mereka sudah dikarunia seorang putri bernama Gracia Indry Eklesia Panjaitan (2). Reilen, istri Daud juga seorang tunanetra. Gracia merupakan anugerah terindah bagi Daud dan istrinya. Anak itu lahir dengan mata normal . "Saya sangat bersyukur kepada Tuhan karena anak saya tidak tunanetra seperti saya dan istri," kata Daud.
Dunia olahraga mempertemukan Daud dan Reilen. Ketika itu istrinya adalah pengurus Persatuan Olahraga Tunanetra Indonesia (Porti) Sulut yang diutus ke Jakarta. Saat itu Daud merupakan atlet atletik dari Medan. Keduanya dikenalkan oleh teman-temannya mereka. Komunikasi pun terjalin lewat telepon hingga Daud datang ke Manado untuk meminang Reilen menjadi pendamping hidupnya. Daud adalah atlet tunanetra berprestasi di Medan. Pada tahun 2004 dan 2008 dia menjadi juara dua nasinal di nomor lari jarak pendek. Walau masih berprestasi, ia meninggalkan dunia atletik karena mengaku minimnya perhatian dari pemerintah.
Berapa penghasilan Daud dari jualan kacang goreng? Rata-rata per hari dia mendapat kan sedikitnya Rp 50 ribu dan paling banyak Rp 100 ribu. Ia mengakui pendapatan seperti itu bisa menghidupi keluarganya. "Yah kalau hemat, pasti cukup," ungkap Daud yang tinggal di Paal Empat Manado. Kacang yang dia jual dipasok distributor di Paal Empat.
Dalam berjualan, Daud mengaku hanya mengandalkan kejujuran pembeli karena dia tidak bisa melihat nilai uang. Yang dia tahu hanya menerima uang kertas atau logam. Ia pernah beberapa kali ditipu orang. Pembeli mengambil kacang lalu pergi begitu saja. Daud melihat hal itu sebagai risiko yang harus dia hadapi. Namun, dia tetap bersyukur karena pembeli kacang gorengnya lebih banyak yang jujur. (finneke wolajan)
Sumber: Tribun Manado edisi cetak 6 Juni 2013 hal 1