Oleh Marcel Weter Gobang
HARI Senin (23/5), berita sedih kembali diterima Keluarga Besar Harian Pos Kupang. Salah satu Redaktur Khusus-nya, Julius R Siyaranamual, pada Sabtu subuh itu dipanggil menghadap Sang Penciptanya. Ia meninggal di rumahnya, Kompleks Perumahan Cemara Indah, Tangerang, Propinsi Banten, setelah hampir setahun lebih menderita stroke. Sedangkan sebelumnya, pada Selasa (3 Mei) pukul 21.30 Wita, salah seorang perintis berdirinya Surat Kabar Harian (SKH) Pos Kupang, Valens Goa Doy, pergi untuk selama-lamanya.
Bagi Keluarga Besar Harian Pos Kupang, terutama bagi para awak redaksinya, nama Julius R Siyaranamual begitu melekat. Beberapa bulan menjelang terbitnya harian ini pada 1 Desember 1992, Julius termasuk salah seorang yang juga berperan besar dalam menempa para calon wartawan untuk menjadi reporter tangguh harian ini. Karena keahliannya dalam menulis karya-karya sastra (novel, novelet dan cerpen), maka dia ditugaskan khusus untuk mengajar dan melatih menulis features bagi para calon reporter Harian Pos Kupang.
Bagi hampir semua reporter didikannya -- banyak yang telah meninggalkan Pos Kupang untuk berkiprah di berbagai media massa cetak dan elektronik (televisi) --, nama Julius R Siyaranamual identik dengan kata "deskripsi". Soalnya, untuk menulis features, seorang reporter tidak saja dituntut mampu mengumpulkan bahan/data di lapangan untuk menulis, tetapi harus memiliki kemampuan tinggi mendeskripsikan suatu obyek sebagai bahan tulisan. Dan, untuk mendeskripsikan suatu obyek itu tidak segampang yang dibayangkan seorang calon wartawan.
Penekanan tentang pentingnya deskripsi itu dia ulangi lagi dalam pelatihan terhadap calon-calon wartawan Pos Kupang angkatan tahun 2000. Bagi Harian Pos Kupang, tahun 2000 itu adalah keterlibatan terakhir Julius Siyaranamual untuk secara langsung melatih calon- calon wartawan Pos Kupang.
Tatkala harian ini hendak terbit pada tahun 1992, Julius Siyaranamual adalah wartawan senior Harian Surya (salah satu koran Kelompok Kompas-Gramedia/KKG) di Surabaya, dan pendiri sekaligus pengasuh Hot Line Surya yang salah satu kegiatannya adalah bidang konseling penanggulangan penyakit HIV/AIDS.
Namun, oleh karena tenaganya diperlukan untuk melatih calon-calon wartawan Pos Kupang, ia rela meninggalkan tugasnya sementara waktu di Surabaya. Baginya, ini adalah peluang emas untuk menularkan ilmu dan pengalamannya di bidang jurnalistik dan tulis-menulis bagi 'orang sendiri'. Karena itu, jangan heran bila Julius sangat keras selama pelatihan. Kata-kata "bodok" dan kata-kata kasar lainnya yang ia lontarkan kepada calon-calon wartawan tidak lain untuk memotivasi 'orang sendiri' itu agar mereka benar-benar menjadi wartawan tangguh, terampil dan profesional di kemudian hari.
Bagi manajemen Harian Pos Kupang, sosok yang sederhana, mudah bergaul dan cepat berteman ini dikenal sebagai orang yang siap melupakan diri sendiri. Dia siap membantu kapan pun diminta.
Begitulah, ketika beberapa kali Pos Kupang hendak merekrut wartawan baru, dia pun siap meninggalkan pekerjaannya di Surabaya. Dia lakukan itu tanpa menuntut balas jasa. "Yang penting, siapkan saja tiket pergi pulang!" kata alumnus Suryadikara, Ende, tahun 1962, seangkatan dengan mantan Wakil Gubernur NTT, Drs. Johanes Pake Pani, dan Valens Goa Doy, itu.
Dari Kanis Pari
Julius yang telah menulis cukup banyak karya sastra (novel, novelet dan cerpen) ini sejak kecil telah menunjukkan bakatnya di bidang sastra. Ketika duduk di SMPN 1, Kupang, Julius menulis dan sering meraih juara dalam lomba penulisan puisi di sekolahnya.
Setamat dari SMA Suryadikara, Ende, Julius membantu Kanis Parera (Kanis Pari/Bung Kanis) mengelola Mingguan Pos Kupang, di Kupang. Namun, mingguan ini hanya bertahan beberapa bulan. Meski demikian -- sebagaimana dituturkannya kepada Pemimpin Umum Harian Pos Kupang, Damyan Godho, beberapa tahun lalu --, Julius mengaku, justru selama bekerja di Mingguan Pos Kupang itu Bung Kanis memberikan perhatian yang serius terhadap bakatnya di bidang sastra itu. Bung Kanis, katanya, adalah guru sastra. "Dia memotivasi saya untuk mengembangkan bakat saya," kata Julius sebagaimana ditutur ulang Damyan.
Bakat sastra yang ia miliki dan kembangkan sejak di bangku SMP, dan motivasi dari Bung Kanis selama di Mingguan Pos Kupang itu rupanya membuat Julius tetap mengembangkan bakatnya di bidang tulis menulis itu ketika dia kuliah di Sekolah Tinggi Teologia di Jl. Proklamasi, Jakarta. "Kalau lagi kepepet, lagi tidak ada duit untuk beli sabun dan lain-lain sewaktu kuliah di Sekolah Tinggi Teologia itu, maka saya bikin tulisan, bikin cerpen. Hanya perlu beberapa jam sudah bisa dapat satu cerpen. Itu saya bawa ke Pintu Air (alamat percetakan) Sinar Harapan. Cerpen atau tulisan opini saya pasti dimuat. Kalau sudah dimuat, hari berikutnya saya pergi ambil honornya," tutur Julius suatu ketika beberapa tahun lalu di Kupang.
Majalah Kawanku
Selain menulis novel, cerpen, cerita bersambung untuk koran-koran besar seperti Kompas dan Sinar Harapan, Julius memiliki bakat khusus dalam menulis untuk pembaca kalangan anak-anak. Majalah Kawanku adalah satu bukti kemampuan bakat khususnya itu. Majalah itu ia dirikan bersama beberapa temannya di tahun 1970-an. Majalah ini kemudian ia jual kepada Kelompok Kompas Gramedia (KKG) tahun 1990.
Ketika bersama-sama di Harian Surya, Surabaya, tahun 1989 - 1991, Julius mengatakan, ia terpaksa menjual Majalah Kawanku, selain karena salah satu teman pengelolanya sudah sakit-sakitan dan dia tidak mampu mengelola seorang diri, juga karena ia ingin membantu teman dekatnya sejak di SMA Suryadikara, Valens Goa Doy, untuk lebih berkonsentrasi membangun dan mengembangkan Harian Surya.
Dan, ketika KKG mengambil alih pengelolaan Mingguan Surya milik Harmoko di Surabaya dan Valens Goa Doy dipercayakan mengelolalnya, maka Julius pun meninggalkan Majalah Kawanku dan berhijrah ke Harian Surya.
Di Harian Surya (berubah dari mingguan menjadi harian per 10 November 1989), Julius dipercayakan sebagai Redaktur Desk Opini. Salah satu stafnya di desk ini adalah Manuel Kaisiepo -- wartawan Kompas yang diperbantukan di Harian Surya dan di masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) diangkat sebagai Menteri Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia.
Setelah beberapa tahun bergabung dengan Harian Surya dan mengelola Hot Line Surya, Julius kemudian mendirikan hot line sendiri yang juga, antara lain, bergiat di bidang konseling penanggulangan penyakit HIV/AIDS.
Rindu pulang Kupang
Sebagai salah seorang penulis dan pengarang yang telah punya nama di tingkat nasional, Julius memendam obsesi agar banyak pula generasi muda dari Nusa Tenggara Timur (NTT) mengikuti jejak para senior, yaitu selain jejak dia sendiri, juga jejak Gerson Poyk, Umbu Landu Paranggi sebagai pengarang dan sastrawan atau para penulis lainnya seperti Dr. Daniel Dhakidae atau almarhum Marcel Beding.
Namun, Julius prihatin karena belakangan ini sangat minim kaum muda NTT ingin berkiprah di dunia tulis-menulis untuk menjadi penulis- penulis atau pengarang-pengarang besar. Menurut dia, hal itu terjadi bukan karena kurangnya ilmu yang didapat di bangku sekolah atau di perguruan tinggi, namun karena generasi muda NTT itu kurang mendapat motivasi dari para senior yang berpengalaman dan terampil.
Ketika beberapa kali datang ke Kupang beberapa tahun lalu, ia berkali-kali pula mengutarakan kerinduannya untuk pulang ke Kupang. Tekadnya, di Kupang dia akan menghabiskan hari tuanya dengan mendirikan semacam wadah untuk mengumpul generasi muda berbakat di bidang tulis-menulis.
Sayang, cita-citanya itu tidak terwujud sampai dia terserang stroke di tempat tugasnya di Surabaya, dan dipanggil Tuhan pada Senin (23/5/2005) dini hari. Selamat jalan, Julius! Semoga ada orang lain atau generasi muda NTT ini dapat mewujudkan cita-citamu! *
Pos Kupang, 25 Mei 2005
HARI Senin (23/5), berita sedih kembali diterima Keluarga Besar Harian Pos Kupang. Salah satu Redaktur Khusus-nya, Julius R Siyaranamual, pada Sabtu subuh itu dipanggil menghadap Sang Penciptanya. Ia meninggal di rumahnya, Kompleks Perumahan Cemara Indah, Tangerang, Propinsi Banten, setelah hampir setahun lebih menderita stroke. Sedangkan sebelumnya, pada Selasa (3 Mei) pukul 21.30 Wita, salah seorang perintis berdirinya Surat Kabar Harian (SKH) Pos Kupang, Valens Goa Doy, pergi untuk selama-lamanya.
Bagi Keluarga Besar Harian Pos Kupang, terutama bagi para awak redaksinya, nama Julius R Siyaranamual begitu melekat. Beberapa bulan menjelang terbitnya harian ini pada 1 Desember 1992, Julius termasuk salah seorang yang juga berperan besar dalam menempa para calon wartawan untuk menjadi reporter tangguh harian ini. Karena keahliannya dalam menulis karya-karya sastra (novel, novelet dan cerpen), maka dia ditugaskan khusus untuk mengajar dan melatih menulis features bagi para calon reporter Harian Pos Kupang.
Bagi hampir semua reporter didikannya -- banyak yang telah meninggalkan Pos Kupang untuk berkiprah di berbagai media massa cetak dan elektronik (televisi) --, nama Julius R Siyaranamual identik dengan kata "deskripsi". Soalnya, untuk menulis features, seorang reporter tidak saja dituntut mampu mengumpulkan bahan/data di lapangan untuk menulis, tetapi harus memiliki kemampuan tinggi mendeskripsikan suatu obyek sebagai bahan tulisan. Dan, untuk mendeskripsikan suatu obyek itu tidak segampang yang dibayangkan seorang calon wartawan.
Penekanan tentang pentingnya deskripsi itu dia ulangi lagi dalam pelatihan terhadap calon-calon wartawan Pos Kupang angkatan tahun 2000. Bagi Harian Pos Kupang, tahun 2000 itu adalah keterlibatan terakhir Julius Siyaranamual untuk secara langsung melatih calon- calon wartawan Pos Kupang.
Tatkala harian ini hendak terbit pada tahun 1992, Julius Siyaranamual adalah wartawan senior Harian Surya (salah satu koran Kelompok Kompas-Gramedia/KKG) di Surabaya, dan pendiri sekaligus pengasuh Hot Line Surya yang salah satu kegiatannya adalah bidang konseling penanggulangan penyakit HIV/AIDS.
Namun, oleh karena tenaganya diperlukan untuk melatih calon-calon wartawan Pos Kupang, ia rela meninggalkan tugasnya sementara waktu di Surabaya. Baginya, ini adalah peluang emas untuk menularkan ilmu dan pengalamannya di bidang jurnalistik dan tulis-menulis bagi 'orang sendiri'. Karena itu, jangan heran bila Julius sangat keras selama pelatihan. Kata-kata "bodok" dan kata-kata kasar lainnya yang ia lontarkan kepada calon-calon wartawan tidak lain untuk memotivasi 'orang sendiri' itu agar mereka benar-benar menjadi wartawan tangguh, terampil dan profesional di kemudian hari.
Bagi manajemen Harian Pos Kupang, sosok yang sederhana, mudah bergaul dan cepat berteman ini dikenal sebagai orang yang siap melupakan diri sendiri. Dia siap membantu kapan pun diminta.
Begitulah, ketika beberapa kali Pos Kupang hendak merekrut wartawan baru, dia pun siap meninggalkan pekerjaannya di Surabaya. Dia lakukan itu tanpa menuntut balas jasa. "Yang penting, siapkan saja tiket pergi pulang!" kata alumnus Suryadikara, Ende, tahun 1962, seangkatan dengan mantan Wakil Gubernur NTT, Drs. Johanes Pake Pani, dan Valens Goa Doy, itu.
Dari Kanis Pari
Julius yang telah menulis cukup banyak karya sastra (novel, novelet dan cerpen) ini sejak kecil telah menunjukkan bakatnya di bidang sastra. Ketika duduk di SMPN 1, Kupang, Julius menulis dan sering meraih juara dalam lomba penulisan puisi di sekolahnya.
Setamat dari SMA Suryadikara, Ende, Julius membantu Kanis Parera (Kanis Pari/Bung Kanis) mengelola Mingguan Pos Kupang, di Kupang. Namun, mingguan ini hanya bertahan beberapa bulan. Meski demikian -- sebagaimana dituturkannya kepada Pemimpin Umum Harian Pos Kupang, Damyan Godho, beberapa tahun lalu --, Julius mengaku, justru selama bekerja di Mingguan Pos Kupang itu Bung Kanis memberikan perhatian yang serius terhadap bakatnya di bidang sastra itu. Bung Kanis, katanya, adalah guru sastra. "Dia memotivasi saya untuk mengembangkan bakat saya," kata Julius sebagaimana ditutur ulang Damyan.
Bakat sastra yang ia miliki dan kembangkan sejak di bangku SMP, dan motivasi dari Bung Kanis selama di Mingguan Pos Kupang itu rupanya membuat Julius tetap mengembangkan bakatnya di bidang tulis menulis itu ketika dia kuliah di Sekolah Tinggi Teologia di Jl. Proklamasi, Jakarta. "Kalau lagi kepepet, lagi tidak ada duit untuk beli sabun dan lain-lain sewaktu kuliah di Sekolah Tinggi Teologia itu, maka saya bikin tulisan, bikin cerpen. Hanya perlu beberapa jam sudah bisa dapat satu cerpen. Itu saya bawa ke Pintu Air (alamat percetakan) Sinar Harapan. Cerpen atau tulisan opini saya pasti dimuat. Kalau sudah dimuat, hari berikutnya saya pergi ambil honornya," tutur Julius suatu ketika beberapa tahun lalu di Kupang.
Majalah Kawanku
Selain menulis novel, cerpen, cerita bersambung untuk koran-koran besar seperti Kompas dan Sinar Harapan, Julius memiliki bakat khusus dalam menulis untuk pembaca kalangan anak-anak. Majalah Kawanku adalah satu bukti kemampuan bakat khususnya itu. Majalah itu ia dirikan bersama beberapa temannya di tahun 1970-an. Majalah ini kemudian ia jual kepada Kelompok Kompas Gramedia (KKG) tahun 1990.
Ketika bersama-sama di Harian Surya, Surabaya, tahun 1989 - 1991, Julius mengatakan, ia terpaksa menjual Majalah Kawanku, selain karena salah satu teman pengelolanya sudah sakit-sakitan dan dia tidak mampu mengelola seorang diri, juga karena ia ingin membantu teman dekatnya sejak di SMA Suryadikara, Valens Goa Doy, untuk lebih berkonsentrasi membangun dan mengembangkan Harian Surya.
Dan, ketika KKG mengambil alih pengelolaan Mingguan Surya milik Harmoko di Surabaya dan Valens Goa Doy dipercayakan mengelolalnya, maka Julius pun meninggalkan Majalah Kawanku dan berhijrah ke Harian Surya.
Di Harian Surya (berubah dari mingguan menjadi harian per 10 November 1989), Julius dipercayakan sebagai Redaktur Desk Opini. Salah satu stafnya di desk ini adalah Manuel Kaisiepo -- wartawan Kompas yang diperbantukan di Harian Surya dan di masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) diangkat sebagai Menteri Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia.
Setelah beberapa tahun bergabung dengan Harian Surya dan mengelola Hot Line Surya, Julius kemudian mendirikan hot line sendiri yang juga, antara lain, bergiat di bidang konseling penanggulangan penyakit HIV/AIDS.
Rindu pulang Kupang
Sebagai salah seorang penulis dan pengarang yang telah punya nama di tingkat nasional, Julius memendam obsesi agar banyak pula generasi muda dari Nusa Tenggara Timur (NTT) mengikuti jejak para senior, yaitu selain jejak dia sendiri, juga jejak Gerson Poyk, Umbu Landu Paranggi sebagai pengarang dan sastrawan atau para penulis lainnya seperti Dr. Daniel Dhakidae atau almarhum Marcel Beding.
Namun, Julius prihatin karena belakangan ini sangat minim kaum muda NTT ingin berkiprah di dunia tulis-menulis untuk menjadi penulis- penulis atau pengarang-pengarang besar. Menurut dia, hal itu terjadi bukan karena kurangnya ilmu yang didapat di bangku sekolah atau di perguruan tinggi, namun karena generasi muda NTT itu kurang mendapat motivasi dari para senior yang berpengalaman dan terampil.
Ketika beberapa kali datang ke Kupang beberapa tahun lalu, ia berkali-kali pula mengutarakan kerinduannya untuk pulang ke Kupang. Tekadnya, di Kupang dia akan menghabiskan hari tuanya dengan mendirikan semacam wadah untuk mengumpul generasi muda berbakat di bidang tulis-menulis.
Sayang, cita-citanya itu tidak terwujud sampai dia terserang stroke di tempat tugasnya di Surabaya, dan dipanggil Tuhan pada Senin (23/5/2005) dini hari. Selamat jalan, Julius! Semoga ada orang lain atau generasi muda NTT ini dapat mewujudkan cita-citamu! *
Pos Kupang, 25 Mei 2005