Sayonara Rakyat!



ADAKAH tema pembicaraan lain yang lebih heboh sekarang ini selain pilkada dan pilgub NTT? Diakui atau tidak, sebagian energi rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT) sedang tersedot ke sana dalam beragam rupa dan wujud.
Pilkada atau pilgub tentulah disinggung dan disebut, entah kapan dan di mana pun bila sejumlah orang sedang berkumpul. Tak cuma monopoli orang kota.


Topik itu sudah lama masuk daftar obrolan saudara-saudari kita hingga kampung terjauh.
Bergeliat-bergumul memilih pemimpin baru, begitulah menu utama di beranda rumah besar bernama Flobamora. Rumah induk semua orang ber-KTP Nusa Tenggara Timur yang 20 Desember 2008 genap berusia 50 tahun. Usia Emas.


Sejarah suksesi dengan rekor istimewa sedang berlangsung di propinsi ini bertepatan dengan usia setengah abad. Akan berlangsung 11 pilkada kabupaten dan satu pemilihan umum bagi pasangan gubernur-wakil gubernur (pilgub). Pilkada Sikka segera menuju puncak. Pilgub NTT tak kalah riuh. Ada sikut- menyikut. Saling hadang dengan cara halus pun kasar. Ada yang sudah menjual kecap number one ke mana-mana, pada siapa saja. Banyak orang sudah melingkar dua tanggal, 16 April dan 2 Juni 2008. Tanggal lain diam-diam sudah masuk agenda.

Kesibukan serupa sedang berlangsung di banyak tempat, dari Alor hingga Sumba, Rote Ndao, Belu, Manggarai Timur, Kupang, Ende, Nagekeo sampai Timor Tengah Selatan. Kesibukan di level atas. Elite daerah. Para pengatur laku, aktor- aktor yang bermain di panggung pilkada.

Mereka begitu sibuk hingga mengabaikan urusan lain yang tak kalah penting. Siapa sekarang ini yang serius mengurus gizi buruk, misalnya? Adakah rasa bersalah atas nasib anak-anak dan balita yang meninggal dunia karena gizi kurang? Bahwa lost generation itu ancaman sangat serius bagi Flobamora!

"Pesona" pilkada jangan-jangan telah membuai kita semua sampai lupa dan terlena. Lupa akan berkas kasus dugaan korupsi yang berulang tahun kesekian kalinya, lupa akan amukan demam berdarah yang kian menggila tetapi sekadar fogging pun instansi berwenang ketiadaan dana? Tak peduli lagi pada murid SD yang belajar di gedung reot dan kehujanan, tak lagi peka pada korban bencana alam, gagal panen, harga bahan pokok yang menjulang serta daya beli rakyat yang terus melemah.

Sementara rupiah dalam jumlah fantastik terbang amat rendah di atas langit Flobamora selama 2008. Ongkos penyelenggaraan pilkada dan pilgub bisa menembus angka Rp 300-an miliar. Untuk pilgub NTT sekitar Rp 102 miliar dan sisanya biaya pilkada 11 daerah. Ini tercatat dalam APBD atau dari sumber lain yang sah. Tak kalah gemuk belanja para kandidat. Puluhan hingga ratusan miliar bukan muskil. Baik untuk ongkos pintu masuk alias kendaraan menuju medan laga demokrasi serta belanja lainnya. Tanpa duit, tak ada pintu. Tanpa uang, tak mungkin "jual" diri kepada konstituen. Tanpa uang mana mungkin mampu berkeliling tanpa rasa lelah dari pulau ke pulau, kota ke desa, turun gunung dan lembah demi "unjuk muka" dan "cari muka" kepada rakyat?

Seorang teman yang pernah mengadu untung sebagai calon kepala daerah di NTT mengeluarkan isi dompet hingga Rp 700- an juta. Dia mendapat pintu? Ternyata tidak! Demokrasi memang mahal dan bisa sangat menyakitkan hati. Maka gantungkan asa secara bijak dan proporsional pada momen pilkada dan pilgub 2008 sambil menyelesaikan pekerjaan lain yang juga vital dan penting. Toh yang terpilih belum tentu terbaik dan sungguh seorang pemimpin.

Bersenandung merdu dan tulus saat kampanye. Familiar dan ramah. Wajah bersahabat. Mengumbar program pro rakyat. Meyakinkan. Membuat rakyat jatuh cinta. Berjanji setia bahwa jabatan adalah amanah rakyat. "Kan kupangku dengan tanggung jawab." Selepas acara pelantikan dan mengucap sumpah jabatan, mereka "menduduki" jabatannya. Dia sang penguasa. Sayonara rakyat! (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang, 7 April 2008 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes