KASUS penculikan anak terjadi di Kota Kupang. Dua murid kelas II SD GMIT 3 Kuanino, Ani Nunae (6) dan Elsa Sau (6) diculik Ny. Sary S N Rohi Kana, warga Jalan Sakura, RT 20/RW 07, Kelurahan Naikolan-Kupang, Selasa (26/2/2008) pukul 08.00 Wita. Dengan iming-iming akan membeli buku untuk kedua korbannya, penculik membawa pergi kedua murid itu dari sekolah. Syukur karena pelaku dibekuk hanya beberapa jam kemudian dan kedua bocah perempuan itu kembali ke orangtuanya dalam keadaan selamat.
Menurut pengakuan sementara pelaku kepada penyidik Polda NTT, yang dia incar dari kedua anak itu adalah perhiasan emas. Sikap bijak adalah tidak mudah percaya. Kita berharap penyidik Polda NTT menggali lebih jauh tentang motif Ny. Sary menculik anak-anak itu dan proses hukumnya berjalan hingga tuntas agar menjadi pelajaran bagi pelaku dan pembelajaran bagi semua pihak.
Informasi tentang penculikan Ani dan Elsa menyebar begitu cepat di Kota Kupang dua hari lalu. Sontak menjadi bahan pembicaraan hangat di berbagai tempat umum maupun di rumah. Bisa dimengerti karena tentang anak selalu sensitif. Mudah melahirkan keresahan orangtua atau wali, paman, bibi, tante, kakak, adik, kakek dan nenek, guru atau siapa saja.
Kasus penculikan anak di Indonesia semakin meningkat jumlahnya dari hari ke hari. Dalam awal tahun 2008 ini sudah terjadi sejumlah kasus yang meresahkan orang tua. Berikut beberapa contoh kasus yang bisa disebut. Laila, pembantu satu keluarga di Perumahan Bukit Panorama Indah, Purwakarta, Jawa Barat menculik anak majikannya. Laila yang baru kerja tiga pekan berhasil dibekuk di Garut saat melamar kerja pada seorang pedagang. Korban Yasmin Arijna berhasil diselamatkan orangtuanya, Dadang Supriadi dan Saprina Dewi.
Wati, seorang perawat Panti Asuhan Karya Kasih di Jalan Gembong Gang III Surabaya, Jawa Timur tak kuasa menahan kepedihan. Sebab ia kehilangan Pipit, bocah asuhannya. Pipit dikabarkan diculik orang tak dikenal setelah pulang dari TK tak jauh dari rumah pantinya. Kasus penculikan anak juga terjadi di Makassar. Ayu, bocah berusia empat tahun diselamatkan warga Malombassang, Makassar. Anak perempuan itu saat ditemukan masih mengenakan pakaian tidur. Ayu terlihat kebingungan saat turun dari angkutan kota jurusan Jongayya-Makassar Mal. Kasus lain terjadi di Cianjur. Sifha, murid kelas IV salah satu SD Negeri di Cianjur, Jawa Barat, Kamis (21/2), menjadi korban. Ia diculik seorang perempuan dan ditinggalkan begitu saja di Pasar Ramayana Cianjur. Peristiwa ini terjadi saat Sifha bermain bersama temannya saat jam istirahat sekolah. Saat itu, seorang perempuan berkerundung mendatanginya dan mengaku kenal dengan guru korban. Pelaku mengajak Sifha jalan-jalan. Saat diajak jalan-jalan itulah perempuan tersebut membujuk Sifha agar membuka kalung emas seberat tujuh gram dengan dalih takut hilang di jalan. Korban baru sadar setelah kalungnya raib. Pihak sekolah baru mengetahui peristiwa ini setelah mendapat laporan dari orangtua korban. Peristiwa penculikan seperti ini sudah beberapa kali terjadi di Cianjur.
Apa yang terjadi di Cianjur itu mirip dengan kejadian yang menimpa Ani dan Elsa dua hari lalu. Dan, itu menakutkan karena penculik bukan lagi oleh orang-orang dekat dan orang yang sudah dikenal korban. Modus sudah berbeda. Dalam sejumlah kasus, korban bahkan seperti dihipnotis. Mereka mengikuti saja apa yang diperintahkan atau diminta penculiknya. Dari kasus penculikan lainnya kita mendapatkan pelajaran bahwa pelaku biasanya sudah mempelajari secara detail data-data calon korban, mulai dari nama ayah dan ibunya, saudara dekatnya, bahkan kebiasaan dan kesukaan korban dipelajari dengan baik sehingga ketika didekati korban merasa tidak asing dengan penculiknya.
Kasus penculikan Ani dan Elsa seharusnya menjadi satu pelajaran bagi kita untuk lebih berhati-hati terhadap ancaman penculikan. Setidaknya bagi orang tua harus lebih waspada mengawasi anak ketika berada di tempat umum seperti pasar, terminal, pusat perbelanjaan (mall) dan lainnya. Jauhkan juga anak-anak kita dari perhiasan yang mahal ketika berada di luar rumah karena mereka bakal menjadi incaran. Beri mereka bekal pengetahuan menghadapi kemungkinan diculik. Pihak sekolah pun tidak boleh tinggal diam. Pengamanan ditingkatkan dan senantiasa mengingatkan anak-anak tentang kemungkinan diculik. Anak-anak perlu diberi semacam petunjuk praktis untuk mengetahui indikasi ancaman penculikan dan cara mencegahnya. Aparat kemanan (Polri) kita ajak untuk mengambil langkah konkret. Kasus yang menimpa Ani dan Elsa jangan dianggap sepele.
Toh kita semua maklum kasus penculikan sudah terjadi sejak lama. Namun, frekuensinya tidak sesering saat ini. Data yang dikeluarkan Komnas Perlindungan Anak menunjukkan peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan. Tahun 2006 tercatat 87 kasus penculikan anak. Komnas Anak belum merilis data tahun 2007, namun Harian Kompas mencatat dari awal tahun 2007, tercatat 56 kasus penculikan di Indonesia. Boleh jadi jumlahnya jauh lebih besar dari itu. Dulu korban penculikan umumnya orang-orang dari keluarga kaya, terkenal atau memiliki pengaruh. Sekarang, siapa pun berpotensi jadi korban, kaya maupun miskin. Motif penculikan di masa lalu adalah ekonomi. Sekarang motifnya berubah yakni eksploitasi. Anak-anak diculik untuk diperdagangkan dalam adopsi ilegal, dijadikan pekerja seks atau bekerja di jalanan atau di tempat lain yang tidak layak. Penculikan kerapkali disertai penipuan, pelecehan dan bentuk kekerasan lainnya. Sejumlah korban kembali dengan selamat ke rumah, tetapi sebagian menemui ajal di tangan penculiknya. Kita tidak mengharapkan peristiwa itu terjadi di sini. Mari kita lawan penculikan terhadap anak. ** Salam Pos Kupang, 28 Februari 2008.
Menurut pengakuan sementara pelaku kepada penyidik Polda NTT, yang dia incar dari kedua anak itu adalah perhiasan emas. Sikap bijak adalah tidak mudah percaya. Kita berharap penyidik Polda NTT menggali lebih jauh tentang motif Ny. Sary menculik anak-anak itu dan proses hukumnya berjalan hingga tuntas agar menjadi pelajaran bagi pelaku dan pembelajaran bagi semua pihak.
Informasi tentang penculikan Ani dan Elsa menyebar begitu cepat di Kota Kupang dua hari lalu. Sontak menjadi bahan pembicaraan hangat di berbagai tempat umum maupun di rumah. Bisa dimengerti karena tentang anak selalu sensitif. Mudah melahirkan keresahan orangtua atau wali, paman, bibi, tante, kakak, adik, kakek dan nenek, guru atau siapa saja.
Kasus penculikan anak di Indonesia semakin meningkat jumlahnya dari hari ke hari. Dalam awal tahun 2008 ini sudah terjadi sejumlah kasus yang meresahkan orang tua. Berikut beberapa contoh kasus yang bisa disebut. Laila, pembantu satu keluarga di Perumahan Bukit Panorama Indah, Purwakarta, Jawa Barat menculik anak majikannya. Laila yang baru kerja tiga pekan berhasil dibekuk di Garut saat melamar kerja pada seorang pedagang. Korban Yasmin Arijna berhasil diselamatkan orangtuanya, Dadang Supriadi dan Saprina Dewi.
Wati, seorang perawat Panti Asuhan Karya Kasih di Jalan Gembong Gang III Surabaya, Jawa Timur tak kuasa menahan kepedihan. Sebab ia kehilangan Pipit, bocah asuhannya. Pipit dikabarkan diculik orang tak dikenal setelah pulang dari TK tak jauh dari rumah pantinya. Kasus penculikan anak juga terjadi di Makassar. Ayu, bocah berusia empat tahun diselamatkan warga Malombassang, Makassar. Anak perempuan itu saat ditemukan masih mengenakan pakaian tidur. Ayu terlihat kebingungan saat turun dari angkutan kota jurusan Jongayya-Makassar Mal. Kasus lain terjadi di Cianjur. Sifha, murid kelas IV salah satu SD Negeri di Cianjur, Jawa Barat, Kamis (21/2), menjadi korban. Ia diculik seorang perempuan dan ditinggalkan begitu saja di Pasar Ramayana Cianjur. Peristiwa ini terjadi saat Sifha bermain bersama temannya saat jam istirahat sekolah. Saat itu, seorang perempuan berkerundung mendatanginya dan mengaku kenal dengan guru korban. Pelaku mengajak Sifha jalan-jalan. Saat diajak jalan-jalan itulah perempuan tersebut membujuk Sifha agar membuka kalung emas seberat tujuh gram dengan dalih takut hilang di jalan. Korban baru sadar setelah kalungnya raib. Pihak sekolah baru mengetahui peristiwa ini setelah mendapat laporan dari orangtua korban. Peristiwa penculikan seperti ini sudah beberapa kali terjadi di Cianjur.
Apa yang terjadi di Cianjur itu mirip dengan kejadian yang menimpa Ani dan Elsa dua hari lalu. Dan, itu menakutkan karena penculik bukan lagi oleh orang-orang dekat dan orang yang sudah dikenal korban. Modus sudah berbeda. Dalam sejumlah kasus, korban bahkan seperti dihipnotis. Mereka mengikuti saja apa yang diperintahkan atau diminta penculiknya. Dari kasus penculikan lainnya kita mendapatkan pelajaran bahwa pelaku biasanya sudah mempelajari secara detail data-data calon korban, mulai dari nama ayah dan ibunya, saudara dekatnya, bahkan kebiasaan dan kesukaan korban dipelajari dengan baik sehingga ketika didekati korban merasa tidak asing dengan penculiknya.
Kasus penculikan Ani dan Elsa seharusnya menjadi satu pelajaran bagi kita untuk lebih berhati-hati terhadap ancaman penculikan. Setidaknya bagi orang tua harus lebih waspada mengawasi anak ketika berada di tempat umum seperti pasar, terminal, pusat perbelanjaan (mall) dan lainnya. Jauhkan juga anak-anak kita dari perhiasan yang mahal ketika berada di luar rumah karena mereka bakal menjadi incaran. Beri mereka bekal pengetahuan menghadapi kemungkinan diculik. Pihak sekolah pun tidak boleh tinggal diam. Pengamanan ditingkatkan dan senantiasa mengingatkan anak-anak tentang kemungkinan diculik. Anak-anak perlu diberi semacam petunjuk praktis untuk mengetahui indikasi ancaman penculikan dan cara mencegahnya. Aparat kemanan (Polri) kita ajak untuk mengambil langkah konkret. Kasus yang menimpa Ani dan Elsa jangan dianggap sepele.
Toh kita semua maklum kasus penculikan sudah terjadi sejak lama. Namun, frekuensinya tidak sesering saat ini. Data yang dikeluarkan Komnas Perlindungan Anak menunjukkan peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan. Tahun 2006 tercatat 87 kasus penculikan anak. Komnas Anak belum merilis data tahun 2007, namun Harian Kompas mencatat dari awal tahun 2007, tercatat 56 kasus penculikan di Indonesia. Boleh jadi jumlahnya jauh lebih besar dari itu. Dulu korban penculikan umumnya orang-orang dari keluarga kaya, terkenal atau memiliki pengaruh. Sekarang, siapa pun berpotensi jadi korban, kaya maupun miskin. Motif penculikan di masa lalu adalah ekonomi. Sekarang motifnya berubah yakni eksploitasi. Anak-anak diculik untuk diperdagangkan dalam adopsi ilegal, dijadikan pekerja seks atau bekerja di jalanan atau di tempat lain yang tidak layak. Penculikan kerapkali disertai penipuan, pelecehan dan bentuk kekerasan lainnya. Sejumlah korban kembali dengan selamat ke rumah, tetapi sebagian menemui ajal di tangan penculiknya. Kita tidak mengharapkan peristiwa itu terjadi di sini. Mari kita lawan penculikan terhadap anak. ** Salam Pos Kupang, 28 Februari 2008.