Diam-diam sa...

SEBUAH kado istimewa telah tersedia bagi Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) terpilih periode 2008-2012. Kado yang sama bakal dinikmati Bupati Sikka terpilih, Bupati TTS, Belu, Rote Ndao, Kupang, Nagekeo, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Alor, Ende dan seluruh gugus pelayanan publik di daerah ini. Khusus bagi bupati, walikota, wakil bupati dan wakil walikota yang sedang memimpin, kado itu otomatis mereka cicipi.

Apa kadonya? Bukan uang tetapi undang-undang yaitu Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang disahkan DPR RI, 3 April 2008. Beta melukiskannya sebagai kado istimewa karena proses kelahiran UU ini selama 8 tahun, rekor baru dalam secara legislasi di Indonesia!

Koalisi untuk Kebebasan Informasi dalam pernyataan sikap yang dikeluarkan di Jakarta, 8 April 2008 menyebut lima capaian positif UU KIP. Pertama, UU KIP adalah undang-undang pertama yang secara komprehensif menjamin hak-hak publik atas informasi. Sebelumnya sudah ada beberapa UU sektoral yang telah mengakui hak publik atas informasi. Namun, hanya mengakui hak, tidak mengatur mekanisme pelaksanaan hak. Tidak mengatur kewajiban badan-badan publik untuk memberi akses informasi berikut sanksi-sanksinya. 


Kedua, secara komprehensif UU KIP telah mengatur kewajiban badan/pejabat publik untuk memberikan akses informasi terbuka dan efisien kepada publik. Melalui UU KIP, kewajiban memberikan informasi, dokumen dan data diintegrasikan sebagai bagian inheren dari fungsi birokrasi pemerintahan, diperkuat dengan sanksi-sanksi yang tegas bagi pelanggarannya.

Ketiga, UU KIP mengatur klasifikasi informasi sedemikian rupa sehingga memberi kepastian hukum tentang informasi apa saja yang wajib dibuka kepada publik, dan informasi apa saja yang bisa dikecualikan dalam periode tertentu. Secara teoritis UU KIP memberikan solusi bagi kalangan jurnalis, peneliti dan masyarakat awam yang selama ini selalu menghadapi klaim rahasia negara, rahasia instansi atau rahasia jabatan ketika mengakses dokumen-dokumen di badan publik.

Keempat, UU KIP telah melembagakan Komisi Informasi sebagai lembaga negara independen yang berperan sebagai lembaga penyelesaian sengketa akses informasi dan lembaga regulator di bawah undang-undang. Kelima, UU KIP melengkapi perangkat hukum pemberantasan korupsi yang telah ada: UU Anti Korupsi, UU KPK, UU Perlindungan Saksi dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (http://www.ajiindonesia.org/).

***
BEBERAPA hari lalu ada informasi yang "tidak mengejutkan". Informasi pertama, selama tahun 2007 dana miliaran rupiah untuk koperasi di NTT tidak terserap. Tidak terserap artinya kembali ke kas negara. Dan, kita sudah tahu pemerintah akan dengan bangga menyebut diri mampu menghemat.

Informasi kedua, Anggaran yang Berkeadilan Gender (ABG) di NTT jumlahnya tidak sampai Rp 1 miliar. Suatu kebijakan yang menimbulkan pertanyaan, apakah eksekutif dan legislatif di daerah ini belum tahu Pengarusutamaan Gender? Apakah gender itu isu langka sehingga tidak masuk dalam otak dan hati pengambil kebijakan ketika menyusun anggaran?

Tidak mengagetkan karena pemerintah memang suka menjalankan roda pemerintahan secara diam-diam. Memakai bahasa Kupang, dong karja diam-diam sa... Bukan kewajiban mereka memberitahu publik tentang rencana kerja serta hasilnya.

Hari-hari ini DPRD NTT sedang menindaklanjuti amanat Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Masyarakat NTT tidak tahu apa usul pemerintah kepada DPRD dan apa yang bakal diputuskan para wakil rakyat yang terhormat. Draf rancangan Organisasi Perangkat Daerah seolah cukup diketahui eksekutif-legislatif. Rakyat di luar sana tak herhak tahu, cukup menatap hasilnya setelah palu diketuk Dewan.
 

Seharusnya jaring asmara (menjaring aspirasi masyarakat) dulu. Bikin public hearing. Buka draf rancangan itu kepada publik guna menjaring pandangan dan usul. Siapa tahu pandangan publik lebih sesuai kebutuhan daerah ketimbang apa yang dipikirkan pemerintah dan DPRD.

Jangan berharap terlalu tinggi setelah 3 April 2008. Mengubah kultur birokrasi bukan perkara mudah. Tidak enteng mengubah cara pandang dan tindakan pemerintah yang seabad lebih mempratekkan kerja diam-diam itu. Dibutuhkan kesabaran dan upaya terus-menerus untuk mengetuk dan mengingatkan. 


Inilah PR bagi organisasi massa, LSM, akademisi, para jurnalis guna mengawal pelaksanaan UU KIP agar hak publik untuk tahu (right to know) sungguh membumi di rumah induk Flobamora. Tidak cuma di beranda, tetapi masuk sampai ke kamar-kamar birokrasi terkecil agar transparansi demi clean government tak sekadar pemanis bibir. (email:dionbata@gmail.com) **

Rubrik BERANDA KITA Pos Kupang edisi Senin, 28 April 2008, halaman 1.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes