Ronny Gani |
KISAH perjuangan dua orang pilot yang menjadi harapan terakhir untuk bisa menyelamatkan bumi setelah dibantai oleh makhluk asing selama bertahun-tahun, dituangkan ke dalam film yang saat ini tengah tayang di berbagai belahan dunia, berjudul Pacific Rim.
Film garapan sutradara asal Meksiko, Guillermo del Toro ini, berhasil meraup pemasukan 91.3 juta dolar Amerika di minggu pertamanya dirilis.
Siapa yang menyangka di balik kesuksesan film Pacific Rim ada nama Indonesia yang ikut terlibat dalam proses penggarapannya. Dia adalah Ronny Gani, seorang animator muda yang bekerja di sebuah perusahaan Amerika bernama Industrial Light & Magic, yaitu sebuah anak perusahaan dari Lucas Film Group, di Singapura.
“Kalau di Pacific Rim saya mengerjakan animasinya. Jadi saya menggerak-gerakkan karakter-karakter yang ada di film itu,” papar Ronny kepada reporter VOA, Dhania Iman, baru-baru ini.
“Pekerjaan saya sebagai animator, khususnya untuk visual effects film-film Hollywood. Jadi fungsi dari animator itu lebih menggerak-gerakkan karakter atau obyek, sehingga menjadi hidup dan masuk akal untuk para penonton film layar lebar,” tambahnya.
Berkarir di dunia internasional dan bisa berkesempatan mengerjakan proyek besar seperti film-film Hollywood adalah suatu prestasi yang sangat membanggakan untuk orang Indonesia. Ini bukanlah yang pertama kalinya bagi Ronny yang juga pernah terlibat dalam penggarapan film the Avengers yang dirilis tahun 2012.
“Kebetulan sekali waktu saya pertama kali mulai bekerja di Industrial Light & Magic, proyek yang sedang dikerjakan adalah The Avengers. Jadi otomatis saya ikut terlibat dalam proyek itu. Secara garis besar grup Industrial Light & Magic itu mengerjakan bagian akhir film di bagian aliennya sudah mulai menginvasi,” kata Ronny.
Yang tentunya lebih membanggakan lagi adalah saat dimana sebagai seorang animator, Ronny bisa menonton karyanya sendiri di layar lebar. “Senang dan agak-agak seperti mimpi,” canda lulusan S1 Universitas Indonesia jurusan arsitektur ini.
“Maksud saya secara sehari-hari ada kalanya dimana saya merasa ini hanyalah sebuah kerjaan untuk saya. Di mana orang lain mungkin mengerjakan apa untuk membayar tagihan. Tapi di lain sisi, saat film itu sudah rilis dan tayang di bioskop, dan semua orang melihat, dan bahkan saat saya melihat dan duduk di kursi penonton, ada saat dimana shot saya tayang. Saya tidak melihat ke layar, tapi melihat ke penonton. Dan saya membayangkan, ini semua orang melihat hasil karya saya, dan it’s quiet amazing!” ujarnya.
Animator Bukan Pekerjaan Impian
Bisa dikatakan pekerjaan Ronny sebagai animator ini bukan berawal dari cita-citanya semasa kecil. Ketika kuliah, Ronny memutuskan untuk mengambil jurusan arsitektur, yang ternyata tidak sesuai dengan hatinya. “Selama kuliah saya merasa kurang sreg dengan bidang yang saya pelajari dan akhirnya coba-coba cari saya punya passion apa selain bidang arsitektur ini,” kata Ronny.
Kecintaan Ronny terhadap bidang seni ternyata cukup kuat untuk membuatnya mempelajari bidang tersebut lebih dalam lagi secara otodidak. “Sejak kecil memang darah seni saya sudah lumayan kuat. Jadi saya coba kembangkan dari situ. Saya pelajari 3D software yang saat itu saya pakai untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah. Akhirnya saya tahu kalau penggunaan 3D software itu ternyata bisa diaplikasikan ke industri film, dalam hal ini animasi dan visual effects,” ujarnya.
Tanpa memiliki pendidikan formal dan pengalaman, Ronny kemudian membuat portfolio dan mencari pekerjaan di bidang yang diinginkannya, yaitu animasi. “Saya mendapat pekerjaan pertama saya di Batam. Saat itu saya tinggal di Jakarta dan saya harus relokasi ke Batam, dan kerja di sana satu tahun.
Di Batam pekerjaan pertama saya sebagai animator (dan) mengerjakan proyek bernama “Sing to the Dawn,” sebuah proyek kolaborasi antara studio animasi di Batam dengan perusahaan Singapura. Filmnya sendiri rilis di Singapura dan di Indonesia juga. Itu (adalah) sebuah film yang diangkat dari novel Singapura,” jelas lulusan SMAN 68 tahun 2001 ini.
Setelah mendapat pengalaman kerja di Batam, akhirnya Ronny memutuskan untuk mencari pekerjaan di Singapura sebagai batu loncatan. Proses pencarian kerjanya pun juga sangat mudah dan semuanya dilakukan melalui online di Internet, sampai akhirnya diterima dan diberi ijin kerja dari perusahaan yang bersangkutan. “Awalnya saya bekerja di perusahaan lokal Singapura, bernama Sparky Animation,” kata Ronny.
Sparky Animation adalah sebuah perusahaan animasi yang mengerjakan proyek-proyel skala kecil seperti serial TV dan film DVD. Setelah enam bulan bekerja di sana, Ronny kemudian mendapatkan pekerjaan di Lucas Film Animation di Singapura selama kurang lebih empat tahun. “Di Lucas Film, pertama kali saya mengerjakan (serial TV) Star Wars: The Clone Wars. Di situ saya terlibat di musim tayang ke-2, 3, dan 4,” ujar Ronny.
Setelah berkarir di bidang animasi selama beberapa tahun, Ronny mengaku pekerjaannya sebagai animator ini bukanlah pekerjaan impian, namun bisa dikatakan sebagai suatu proses dalam karirnya. “Saya aja kuliahnya arsitektur. Yah, lebih seperti proses saja kali ya, sampai saya akhirnya ada disini. Dan saya mensyukuri. Harus mensyukuri saya bisa ada disini. Tapi ini bukan sesuatu yang memang dari kecil saya impikan, seperti cita-cita saya mau jadi pilot atau apa lalu saya menyebut animator, tidak. Tapi memang dari kecil saya suka film animasi dan hal-hal yang sifatnya seni,” jelas Ronny.
Namun yang pasti, kesuksesan Ronny sangat membanggakan orang tuanya, yang pada awalnya sedikit ragu akan pilihan karir sang anak. “Yah, bangga sih pasti pada intinya, meskipun awalnya mungkin dari keluarga saya tidak bilang mereka tidak dukung saya, tetapi memang pada awalnya sulit untuk bilang kepada orang tua saya mau jadi animator. Animator itu apa? Mungkin banyak orang tua yang tidak mengerti animator itu profesi apa,” kata Ronny.
Hal ini tidak pernah membuat Ronny patah semangat. Ronny terus maju dan berusaha keras mencapai yang dia inginkan. “Jadi saya mencoba cari jalan terbaik yaitu dengan membuktikan saja kalau ini pilihan saya dan saya yakin merasa bisa. Yang harus saya lakukan adalah membuktikannya kepada mereka bahwa saya bisa melakukannya. Dan untungnya sampai sekarang mereka bisa mulai melihat dan ikut bangga,” paparnya.
Tantangan Seorang Animator
Di setiap pekerjaan tentu ada tantangannya. Seperti halnya pekerjaan sebagai seorang animator di luar negeri. “Paling mendasar memang harus bersaing secara skill ya. Kita harus mengikuti standar skill artis-artis yang kalibernya mengerjakan film-film skala seperti itu (Hollywood). Saya belum menganggap perkembangan diri saya dalam hal itu sudah tuntas. Saya masih terus belajar (dan) masih terus mendalami. Karena, itulah modal kita untuk bisa berkompetisi dengan artis dari luar negeri dan dari negara lain yang juga notabene pesaing di bidang ini,” ujar Ronny.
Tidak hanya harus bersaing dengan artis asing, tetapi jam kerja yang panjang dan tidak menentu terkadang juga harus dihadapi oleh Ronny. Namun jika semuanya dikerjakan dengan sepenuh hati, tentunya menjadi ringan.
“Kadang kita agak santai. Tetapi yang pasti kalau lagi crunch time, mau tidak mau harus lembur. Tapi lemburnya sendiri tidak bisa dilihat kayak desperate, karena ini sesuatu yang kita kerjakan berdasarkan passion. Saat kita mengerjakan sesuatu yang passionate, kita akan senang dan mau untuk mengerjakannya. Jadi kita lembur karena kita mau lembur, dan karena kita ingin memberikan yang terbaik,” papar Ronny.
Animator, Profesi yang Menjanjikan
Setelah menjalani profesi sebagai seorang animator, Ronny beranggapan kalau profesi ini cukup menjanjikan untuk karir dan masa depannya. Melihat perekonomian yang terkadang tidak bisa ditebak, Ronny mengatakan profesi sebagai animator terlihat aman bahkan menjanjikan.
“Lumayan sih, kalau saya bilang. Karena, pada akhirnya (animasi) sebuah industri yang berkecimpung di dunia hiburan. Semua orang membutuhkan hiburan. Apalagi di saat masa susah. Siapa yang tidak butuh hiburan? Bahkan ada satu masa dimana seakan saat semua ekonomi lagi resesi, kok tidak berasa di dunia hiburan, ya? Tidak tahu benar apa tidak prinsipnya, tapi mungkin memang orang tetap mencari hiburan bagaimanapun formatnya,” jelas Ronny.
Lalu bagaimana suka duka menjadi seorang animator untuk film-film Hollywood?
“Kebanyakan sukanya, sih. Dukanya ya I couldn’t think anything,” ujar Ronny sambil bercanda.
Namun ada satu hal yang terkadang memang mengganjal di hati Ronny ketika sedang berkarya. “Meskipun animator ini sifatnya lebih ke art form, tapi sebagai profesi saya kerjakan secara komersial. Jadi kadang saya sebagai seorang artis atau pekerja seni harus mengorbankan sense saya, karena saya kerja di satu proyek (dan) dibayar oleh satu orang klien. Jadi saya harus korbankan apa yang menurut saya lebih keren atau yang lebih bagus. Karena saya mengikuti kemauan sutradara,” tambahnya.
Berkarir di Indonesia
Walaupun sudah beberapa tahun berkarir jauh dari tanah air, Ronny tetap berencana untuk kembali ke Indonesia suatu saat nanti. “Inginnya sih balik. Dalam artian, setelah saya sudah cukup mencari pengalaman. Karena kalau saya balik sekarang agak nanggung. Saya sendiri masih menganggap diri saya masih belajar dan tempat yang bisa mewadahi saya belajar adalah bekerja di perusahaan besar yang mengerjakan proyek besar. Dan kalau saya balik ke Indonesia saat ini belum ada. Jadi saya akan mentok. Sedangkan apa yang bisa saya kasih ke komunitas pun masih belum cukup untuk mengembangkan mereka. Jadi saya mungkin masih akan menghabiskan waktu di luar beberapa tahun ke depan. Tapi akhirnya ingin balik ke Indonesia,” ujar Ronny.
Rencananya jika nanti kembali ke Indonesia, Ronny ingin mendirikan sebuah institusi pendidikan untuk membagi ilmu dan pengalamannya. Selain itu Ronny berencana untuk membentuk kelompok yang bisa membantu perkembangan para pekerja di bidang teknologi informasi.
Untuk terus maju, Ronny berharap agar teman-teman seprofesinya bisa terus terinspirasi dan pantang menyerah dalam berkarir dan berkarya. “Jangan berhenti melihat apa yang sedang dikerjakan orang lain. Bukan dalam artian untuk mencontek. Hanya untuk tahu orang lain itu sudah sampai level apa? Karena saat kita tahu orang lain sudah sampai level apa, saat itulah kita tahu kita ada dimana dan kita harus bergerak sejauh apa untuk bisa selevel sama mereka atau lebih dari mereka.”
Saat ini Ronny tengah mengerjakan sebuah proyek besar. “Nah, itu juga masih confidential,” kata Ronny.
Apakah film Hollywood? “Iya,” jawabnya.
Kalau begitu kita tunggu saja karya selanjutnya dari Ronny Gani.
Sumber: Voice of America