ilustrasi |
Menurut Pantow, saat hujan rintik-rintik di areal perkebunan muncul angin berputar menuju ke pemukiman warga. Angin bergerak melintasi desa dan mengangkat atap rumah. "Angin menghantam satu rumah di pinggiran desa dan bergerak ke rumah lainnya. Angin berhenti di ujung selatan desa," ujarnya.
Dia menjelaskan, setelah kejadian tersebut dia dan aparat desa langsung memeriksa kerusakan. Delapan rumah rusak berat dan sembilan rumah lainnya rusak ringan. Pada rumah yang rusak berat, hampir semua atap rumah terbang disapu angin. Sedangkan rumah yang rusak ringan hanya beberapa seng yang terbang terbawa angin sampai sejauh puluhan meter.
"Angin selendu terjadi sekitar 10 menit, namun kerusakan yang ditimbulkan cukup parah. Bahkan ada atap rumah yang terdiri dari sekitar 10 lembar seng tertiup angin sampai terbang di atas tiang listrik," ujarnya.
Desby Suoth (43), warga Desa Tonsewer Selatan kepada Tribun Manado menceritakan, saat kejadian dia sedang berada di pekarangan rumah. Dia melihat sebuah pusaran angin dengan diameter sekitar 10 meter dan tinggi sekitar 20 meter menerbangkan beberapa lembar seng. Lembaran seng itu terangkat sampai sekitar 15 meter kemudian terhempas ke permukaan tanah.
Menurutnya, angin puting beliung ini bergerak sangat cepat sehingga hanya dalam beberapa detik pusaran angin itu telah berjarak sekitar 20 meter dari posisinya berdiri. Angin tersebut terus bergerak kearah rumahnya. "Saya panik tapi tidak bisa lari karena isteri dan anak saya berada dalam rumah," ujarnya.
Angin tersebut selanjutnya menghantam atap rumah Desby dan menerbangkannya sampai sekitar 10 meter dari rumah. Beruntung angin tidak menyeret dirinya yang berada di pekarangan serta isteri dan anaknya dalam rumah. "Saya berusaha lari ke dalam rumah untuk menyelamatkan anak saya namun belum sampai di dalam, angin telah menghempaskan atap rumah saya," ujarnya.
Dua pertiga atam rumah Desby habis tersapu angin puting beliung. Hanya beberapa lembar seng yang masih bertahan. Dia akan membangun bilik kamar di bagian dapur sebagai tempat tidur sementara. Bagian depan rumah tidak bisa ditinggali lagi.
Sementara itu, sekitar 20 warga yang berkumpul di rumah duka keluarga Kolibu Pantouw di Desa Tonsewer, Kecamatan Tompaso Barat kocar-kacir saat bangsal tempat mereka berteduh hancur dihantam angin puting beliung. Ronny Pantouw (48), Kepala Jaga Satu menceritakan, saat itu puluhan warga tersebut berkumpul untuk membantu keluarga mempersiapkan acara mingguan pasca ibadah pemakaman. Tiba-tiba hembusan angin kencang menerpa bangsal tersebut.
Beberapa pria berteriak memerintahkan semua orang dalam bangsal yang terbuat dari besi untuk masuk ke dalam rumah atau pergi ke rumah lain dekat lokasi tersebut. Saat warga mulai panik, bangsal mulai berguncang keras dan embusan angin semakin kencang.
"Saat hembusan angin semakin kencang, banyak warga yang mulai panik. Beberapa orangtua langsung menyelamatkan anak-anak untuk dibawa ke dalam rumah. Mungkin ada sekitar 15 anak-anak dalam bangsal," ujarnya. Beruntung reaksi warga yang langsung mencari tempat perlindungan dilakukan tepat waktu. Beberapa detik setelah bangsal tersebut kosong, angin puting beliung menghantam dan menghancurkan separuh bangsal tersebut.
"Saat kami keluar, saya sempat melihat kebelakang beberapa bagian bangsal terangkat beberapa meter dan kembali terhempas ke tanah. Rangka bangsal yang terbuat dari besi bengkok dan beberapa bagian patah," ujarnya.
Ketegangan dikejar angin puting beliung tidak sampai disitu, karena beberapa warga yang berlindung di rumah keluarga Kolibu Pantouw di sisi kiri rumah duka masih harus merasakan ganasnya angin selendu tersebut. Ronny menceritakan, setelah menghancurkan bangsal di rumah duka, angin puting beliung itu bergerak ke rumah tempat mereka berlindung dan menghancurkan atap rumah tersebut.(luc)
Sumber: Tribun Manado 15 April 2012 hal 1