ilustrasi |
SALAH satu inspirasi kehidupan itu bisa kita petik dari pengusaha bakso asal Pasuruan Jawa Timur, Imam Kuswandi. Dia merantau ke Manado, Sulawesi Utara. Dan, di kota ini dia sukses menjalankan bisnisnya. Namun, kesuksesan tersebut bukan dia peroleh dengan mudah. Dia sempat jatuh bangun. Harus melewati onak dan duri.
Suami dari Ruth Sahari ini memulai usaha bakso pada tahun 2000 dengan menjajakan bakso di Kota Manado menggunakan gerobak dorong. Modal usahanya diperoleh dari hasil kerja serabutan mulai dari tukang parkir hingga loper koran.
"Awalnya saya merantau ke Gorontalo tahun 1998 menjadi petani. Saat menerima gaji kadang berselisih dengan pemilik lahan. Tahun 2000 saya coba ke Manado, berusaha menjual bakso dengan modal awal di tangan hanya Rp 900 ribu," kata Imam saat ditemui Tribun Manado di salah satu tempat usahanya, Rabu (28/3/2012) lalu.
Dari modal uang 900 ribu tersebut, ayah dari tiga anak ini membeli kayu untuk bahan gerobak bakso. Ternyata uang tidak cukup sehinga ia harus bekerja untuk menambah modal. "Saya menjual koran dan menjadi tukang parkir. Dari uang itu saya kumpul untuk menambah anggaran membeli roda gerobak bakso," ujarnya.
Setelah memiliki gerobak, Imam membuat bakso dengan modal awal sebesar Rp 75 ribu dan menjajakan jualannya di sekitar Jalan Babe Palar Manado. Tantangan tidak ringan. Dia pernah dipalak preman. "Mereka minta bakso, setelah makan, dia banting makanannya," kata Imam. Meski mendapat halangan Imam tak putus asa. "Ya kita tidak berkeluh kesah, karena saya dengan istri menyadari untuk makan saja sudah susah," tutur Imam.
Hampir lima bulan lamanya ia berkeliling menjajakan bakso dengan harga yang jauh lebih murah. Suatu ketika Imam bertemu seseorang bernama Simon. Simon hendak membeli bakso buatan Imam buat anaknya. Namun, karena dia susah mencari Imam yang terus bergerak ke berbagai lokasi, Simon menyewakan tanah kepada Imam untuk menjual bakso di tempat yang tetap. "Saya berterima kasih sama Pak Simon. Saat ini beliau sudah meninggal," katanya.
Menjual di suatu lokasi tidak berarti jualan Imam makin laris." Saat mangkal, bakso enggak ada yang laku dan sepi. Hampir dua bulan sepi, sampai saya hampir mau jual karena sudah pasrah. Kemudian saya berdoa, Ya Allah, kalau di depanMu aku berhendak untuk mati, maka matilah. Namun, jika Engkau memberikan aku hidup, berikanlah jalan untukku," ucap Imam.
Dengan penuh kesabaran dan ketekunan, lambat laun, baksonya pelan-pelan mulai disukai warga sekitar. Hampir sekitar dua tahun ia mangkal di satu tempat ia mulai mendapat keuntungan rata-rata Rp 50 ribu atau Rp 150 ribu per hari dan sekarang keuntungan yang diperolehnya sudah berninai jutaan setiap har karena telah mempunyai lokasi jualan bakso Pasuruan di tiga tempat yakni Mantos, IT Center, dan kawasan Megamas Manado. "Motivasinya adalah kerja demi anak-anak dan istri karena mereka tanggung jawab saya. Kita kerja menghidupi mereka. Karena saya tidak sekolah, kita jalani saja, rezeki sudah ada yang atur. Intinya kesabaran dan kejujuran," tuturnya. (deffriatno neke)
Sumber: Tribun Manado 3 April 2012 hal 1