Tikus Pun Semakin Langka di Minahasa ...

Tikus bakar di Pasar Tomohon  (foto Danny Permana/Tribun)

BAGI sebagian besar orang Indonesia, tikus adalah binatang pengganggu. Bahkan hewan pengerat ini disebut sebagai biang penyebar penyakit. Kebanyakan orang pun enggan mengosumsi dagingnya.

Namun,  bagi warga Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara,  anggapan tikus sebagai binatang yang kotor tidak berlaku karena binatang ini menjadi santapan yang nikmat apalagi saat perayaan pengucapan syukur yang berlangsung setahun sekali.

Pada momen pengucapan syukur (semacam perayaan Thanks Giving di Amerika Serikat)   mudah sekali  menemukan pedagang tikus di pasar-pasar tradisional di  daerah Minahasa.  Bukan hanya pedagang tikus, banyak juga pedagang yang menjajakan peret  (kelelawar ukuran besar). Pasar ekstrim paling terkenal ada di Tomohon.Di sana dijual segala jenis binatang yang tak lazim disantap seperti tikus, kelelawar, ular phyton, kera, kucing dan lainnya.

Tikus yang dijajakan untuk dimakan saat pengucapan syukur  bukan sembarangan tikus, namun tikus hutan yang memiliki ekor warna putih. Binatang ini kerap menjadi primadona saat perayaan pengucapan syukur dan tidak heran kalau harga tikus melambung sangat tinggi menjelang perayaan pengucapan syukur di Minahasa, Minggu (21/7/2013).

Saat berbincang dengan Tribun Manado, Sabtu (20/7/2013)  pedagang tikus di Pasar Langowan Rommy Pandeiroth mengatakan, tidak sulit menjajakan tikus saat perayaan pengucapan syukur.

Menurutnya 100 ekor tikus yang dibawanya habis hanya dalam waktu sekitar dua jam. Orang-orang berdesakan membeli tikus darinya. "Kalau pengucapan syukur seperti saat ini tikus gampang dijual. Walau harga naik hampir 100 persen tapi tetap banyak yang datang membeli. Menu tikus sangat digemari warga apalagi kalau dimasak menggunakan cabai hijau," ujarnya.

Untuk mendapat tikus hutan, Rommy mengambil dari saudaranya yang tinggal di Bolaang Mongondow (Bolmong). Menurutnya, saat ini agak sulit berburu tikus di Minahasa. Dirinya berkelakar mungkin karena orang Minahasa sangat suka makan tikus hutan maka binatang ini mulai langka dan sulit ditemukan.

"Saya beli dari saudara di Bolmong secara borongan seharga Rp 500.000 dan saya jual kembali per ekor seharga Rp 10.000. Saya untung besar kalau berjualan tikus saat pengucapan syukur," ujarnya.

Dia mengatakan walau tikus yang dijual telah dibakar, pedagang tidak berani menjual tikus rumah yang disamarkan. Menurutnya orang Minahasa sangat pintar mengenali dan membedakan mana tikus hutan dan mana tikus rumah.

Binatang lain yang cukup aneh bagi sebagian orang adalah paniki atau kelelawar Mamalia terbang ini dijual dalam kondisi hidup dan baru dibakar kalau ada pembeli. Seperti halnya tikus hutan, paniki juga sebagian besar ditangkap di Bolmong atau Kota Kotamobagu. Binatang ini laris manis diborong pembeli saat
perayaan pengucapan syukur.

Joudy Mandagi, budayawan Minahasa mengatakan, warga Minahasa identik dengan mengonsumsi menu yang tidak lazim bagi sebagian besar orang atau kuliner ekstrim. Menurutnya hal ini berkaitan dengan kebiasaan dan agama Kristen yang mayoritas di Minahasa yang tidak mengharamkan binatang untuk dimakan.
Karena telah melekat dalam tradisi maka menu ekstrim ini kerap tersaji di meja makan saat perayaan pengucapan syukur. Bahkan menu tikus dan paniki yang lebih dahulu habis dibanding menu umum lainnya.

"Warga Minahasa yang telah tinggal di luar daerah pasti akan merasa kangen untuk menyantap menu tikus dan paniki yang tidak selalu tersedia di rumah makan. Menu ini akan diburu saat perayaan pengucapan syukur," demikian Mandagi. (lucky kawengian)

Sumber: Tribun Manado cetak edisi Minggu 21 Juli 2013 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes