Tony Kullit Belum Bayar Utang

ilustrasi
Merebut emas atau kembali mengulang prestasi PON XVII 2008 di Kalimantan Timur bukan perkara mudah bagi para atlet gantolle dan terjun payung Sulawesi Utara (Sulut). Selain persiapan matang mereka juga membutuhkan dana tidak sedikit agar sukses dalam cabang olahraga berisiko tinggi ini.

Tonny Kullit, andalan Sulawesi Utara untuk cabang gantolle, misalnya, mengaku masih sabar menanti dana dari KONI Sulut. Dana tersebut untuk menutup utang atas pembelian satu unit peralatan gantolle. Kata peraih emas kategori speed gliding dan perunggu untuk ketepatan mendarat ini, dia bersama rekannya, Artis Lowing, kembali memperkuat gantolle Sulut. Tonny akan turun pada kelas A sedangkan Artis di kelas B. Peralatan terbang tiap kelas berbeda. Harga peralatan kelas A dan B juga berbeda.

"Kalau peralatan Artis harganya Rp 58 juta.  Peralatannya sudah ada tapi itu ngutang karena kebetulan dari teman baik. Dana untuk membayarnya yang sementara kami tunggu dicairkan. Seharusnya dua pekan lalu sudah ada, tapi sekarang masih menunggu. Kalau peralatan yang saya pakai harganya lebih mahal, Rp 96 juta," ujar Tonny kepada Tribun Manado, Senin (23/4/2012).

Tonny  harus lapang dada karena dari dua peralatan gantolle yang diusul, KONI menyanggupi satu unit saja. Mau tidak mau untuk latihan atau bertanding pada arena PON XVIII Riau bulan September nanti  ia harus menggunakan peralatan yang sudah tak layak. "Alat saya itu sudah banyak sobeknya, terpaksa saya tutup dengan lakban," ujarnya sambil tertawa.

Tidak hanya peralatan, Tonny juga pusing mempersiapkan diri. Artinya, jauh sebelum berlaga di PON ia harus giat berlatih. Selain persiapan diri, ia dan Artis mesti  mengikuti sejumlah kejuaraan guna melihat kemampuan lawan. Ia berharap waktu minimal empat bulan sebelum PON bisa dimanfaatkan dengan berlatih.

"Dengan keterbatasan kami tetap latihan di Bukit Kaweng (Minahasa) atau di Batu Angus (Bitung). Tapi sekarang cuaca Sulut tidak menentu. Kami harus cari daerah lain  dan itu tentu butuh dana. Lebih panjang latihan lebih baik, paling tidak selama sebulan penuh sebelum PON kami sudah ada di luar daerah," ujar dia.

Latihan di luar daerah juga direncanakan tim terjun payung Sulut. Menurut atlet putra terjun payung, Franky Kowaas, mereka tertolong oleh fasilitasi TNI Angkatan Udara sehingga masih bisa latihan meski hanya di Sulut. "Pekan lalu kami latihan di sini, terbang dari Bandara Sam Ratulangi," ujarnya.

Namun, pada Mei mendatang tim harus berlatih di Bandung kemudian lanjut dengan kejuaraan Kopassus Cup. Lebih dari itu tim harus berlatih 200 kali terjun di Australia. "Untuk lima orang paling tidak kami butuh Rp 350-400 juta. Itu sudah semuanya, termasuk fasilitas terjun. Setelah itu, kami juga paling tidak melakukan 50 kali penerjunan di lokasi PON untuk mengenal medan lomba," ujarnya.

Atlet yang juga gemar menjelajah pegunungan tinggi ini melanjutkan, untuk PON 2012,  terjun payung menurunkan tiga peterjun. Selain dirinya di kelas putra, ada juga Pingkan Mandagi dan Tuty Warokka di kelas putri. Sama seperti PON sebelumnya mereka menargetkan mempertahankan perolehan tiga medali emas.
Mempertahankan itu, ungkap Franky, sejumlah syarat harus terpenuhi. Selain mengikuti program latihan di dalam dan luar negeri, peralatan harus lengkap. "Pada masa pemerintahan Pak EE Mangindaan, syarat yang kami ajukan dipenuhi dan terbukti kami bisa mencapai target," ujarnya.


Baru 10 Cabor
Pemusatan latihan daerah (pelatda) atlet Sulut untuk menghadapi Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 sedang berlangsung. "Pelaksanaan PON memang masih jauh, tapi kita sudah mempersiapkan atlet yang akan bertarung memperebutkan emas," kata Wakil Sekretaris Pelatda Denny Andries di Hotel Yuta Manado, Senin (23/4).
Andries mengatakan, dari 23 cabang olahraga (cabor) yang akan ikut dalam PON Riau, baru 10 cabor yang ikut pelatda yakni atletik, bulutangkis, wushu,
pencaksilat, voli, anggar, kempo, karate, renang, selam. "Sisanya ada yang TC  di luar Sulut, misalnya tinju yang TC di Jakarta," kata Andries.

Ia mengatakan, target yang diberikan memang berat yakni 23 medali emas, sedangkan waktu pelatihan singkat. "Daerah lain sudah mulai pelatda sejak tahun lalu," tuturnya. Pelatda yang dilaksanakan hingga Agustus nanti, kata Andries terkendala pada ketersediaan dana. Tapi menurutnya ada kemungkinan mendapatkan bantuan dari kabupaten/kota. "Nah kabupaten/kota mungkin akan menyumbang 500 juta," ujarnya.

Kepala Pelatda Letkol Inf Theo Kawatu mengatakan, pelatda akan menyeleksi siapa-siapa yang akan dikirim ke PON. "Kalau dia tidak siap berarti diganti. Batasnya bulan Juni itu sudah harus terbentuk 120 atlet yang ikut PON," ucap Kawatu. Ia menambahkan, sebelum mengikuti pelatda, atlet mengikuti tes fisik serta tes kesehatan. Kondisi para atlet terus dipantau setiap harinya."Nutrisinya kita perhatikan, agar saat PON kondisi mereka benar-benar siap," tandasnya.(max/aro)

Ramdhani: Ini Eksploitasi

KONDISI olah raga di Sulut memrihatinkan, baik dari sisi fasilitas untuk mendongkrak prestasi para atlet maupun reward  atau penghargaan agar para atlet betah di Sulut dan termotivasi untuk berprestasi. Anggota DPRD Sulut  Benny Ramdhani mengakui masih banyak yang perlu dibenahi.

"Saya pernah mengusulkan adanya revolusi olah raga sulut, antara lain kebijakan yang dinilai revolusioner adalah politik anggaran. Artinya pengalokasian anggaran didorong untuk memajukan dunia olah raga Sulut," jelasnya, Selasa (24/4). Dia menjelaskan, anggaran untuk atlet berprestasi bisa lewat dua kategori misalnya kategori atlet Sulut yang berprestasi di tingkat internasional dan nasional. Demikian juga dengan para pelatih.

Ide tersebut menurut Ramdhani telah lama digulirkan namun belum ada realisasinya. Penghargaan selain uang juga bisa dalam bentuk perumahan. "Apakah sulit? Tidak sulit, pemda punya tanah, punya aset," katanya.  Penghargaan terhadap atlet, kata dia, merupakan proteksi agar tak terjadi lagi perpindahan atlet Sulut  ke daerah lain. "Para atlet ini tak bisa disalahkan kalau mereka hengkang, soalnya mereka juga membutuhkan hidup, misalnya di Kalimantan para atlet mungkin lebih terjamin maka mereka ke sana," katanya.

Ia menilai, pemerintah daerah terkesan eksploitasi bakat atlet, namun tak berikan reward yang setimpal. Selain itu atlet belum ditunjang infrastruktur yang memadai. Untung ada yang berusaha sendiri agar tetap berlatih. Ia mencontohkan cabor tinju, banyak orang yang memiliki hobi tinju lalu bangun sasana tinju, dan memberi kesempatan orang lain untuk berlatih. Setelah memiliki prestasi di luar daerah, Sulut mengambil atlet itu.

"Ini eksploitasi namanya. Cabang olah raga perorangan lain seperti anggar, terjun payung mereka usaha sendiri. Kita punya KONI namun gimana kondisi fasilitasnya, demikian dengan kepengurusan baru belum tampak gaungnya," ujar Ramdhani. Ia menyayangkan untuk PON di Riau hanya ada dana Rp 10  miliar, padahal Komisi IV DPRD Sulut sudah mengusulkan Rp 20 miliar. "Minimal Rp 20 miliar  itu baru ideal untuk PON," tegasnya. (rob)

Sumber: Tribun Manado 25 April 2012 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes