Selama dua pekan terakhir harga cabai rawit melonjak drastis hingga menembus angka Rp 60 ribu per kilogram. Guna mencegah pencurian, petani cabai di Kawangkoan Minahasa rela tidur di kebun dan bergiliran patroli keliling kebun bersenjatakan parang dan senapan angin.
Saat diwawancarai Tribun Manado, Rabu (11/4/2012), Lexi Pandeiroth mengatakan dia harus tidur di kebun karena harga cabai yang tinggi berpeluang menarik orang lain untuk mencuri. Ayah dua anak ini mengaku tidak sendirian tidur di kebun cabai. Dia ditemani tiga rekannya sehingga mereka bisa berjaga secara bergiliran semalaman di kebun tersebut.
"Saya memutuskan tidur di kebun sejak mulai memanen tanaman cabai. Sudah tiga hari saya tidur di kebun untuk berjaga-jaga jangan sampai ada orang yang mencuri cabai saya," ujar pria yang telah lebih dari 20 tahun bertani cabai ini.
Lexi menjelaskan, sejak pukul 18.00 Wita dia dan tiga rekannya telah berada di kebun. Mereka menempati sebuah gubuk kecil di bagian dalam kebun. Setiap satu jam dua orang berpatroli keliling kebun seluas sekitar satu perempat hektar tersebut untuk memantau pencuri. Mereka bagi dua kelompok untuk melakukan ronda sepanjang malam.
Persiapan Lexi dan kawan-kawannya cukup matang. Tiap kali melakukan patroli keliling kebun satu orang membawa senjata angin dan seorang lainnya membawa parang. Mereka memakai senter sebagai penerangan. "Kami harus mempersenjatai diri supaya kalau bertemu pencuri kami bisa mengusir mereka atau membela diri," ujarnya.
Keputusan Lexi dan rekan-rekannya membawa hasil. Pencuri cabai agaknya tahu kalau sang pemilik menjaga kebunnya dengan kewaspadaan tinggi. "Beruntung sampai saat ini kami belum bertemu pencuri dan belum ada tanaman cabai yang hilang," demikian Lexi. Biasanya, kata dia, pencuri mencabut batang cabai siap panen.
Musim panen saat ini memang memberikan keuntungan melimpah bagi Lexi. Dia perkirakan bisa mendapat keuntungan sampai sekitar Rp 100 juta. Menurutnya, jika harga cabai tetap bertahan pada level Rp 40.000 per kilogram sampai satu pekan ke depan maka di akan mendapat penghasilan bersih lebih besar lagi.
"Selama dua tahun terakhir saya telah tiga kali mendapat harga cabai yang tinggi seperti ini. Tahun lalu saya bisa membeli mobil pick-up untuk mengangkut hasil pertanian saya," ujarnya.
Petani yang memanen cabai di wilayah Kecamatan Kawangkoan, Tompaso, dan Langowan saat ini memang sedikit. Akibatnya persediaan cabai tidak sebanding dengan permintaan masyarakat dan berakibat pada kenaikan harga.
Sanny Langi, petani di Kecamatan Tompaso mengatakan saat ini hanya beberapa petani yang menanam cabai, dan hanya satu atau dua petani yang mulai memanen hasilnya. Minimnya petani yang menanam cabai dikarenakan banyak petani yang menderita kkrugian pada musim panen yang lalu.
Menurutnya, saat itu dua bulan lalu harga cabai jatuh sampai harga terendah dan mengakibatkan banyak petani rugi. Saat itu banyak buah cabai yang tidak dipetik karena biaya pemetikan dan transportasi ke pasar lebih besar dari harga jual cabai.
"Banyak petani yang rugi saat itu sehingga mereka tidak memiliki modal untuk menanam. Umumnya mereka beralih menanam jagung yang biaya perawatan dan penanaman jauh lebih murah dibanding cabai. Sebagian petani tidak menanam apa-apa karena telah kehabisan modal," kata Sanny. (luc)
Sumber: Tribun Manado 12 April 2012 hal 1