Nemberala, Malangnya Nasibmu ...

ENAM Tahun silam, melalui UU No. 9 Tahun 2002 tertanggal 10 April 2002, ROTE NDAO resmi menjadi daerah otonom. Pisah dari induk semangnya, Kabupaten Kupang. Perjuangan panjang untuk mengurus rumah tangga sendiri akhirnya tercapai. Tetapi kenyataan hari ini perlu menjadi refleksi. Rote Ndao seolah "berjalan di tempat".

Nemberala, pantai pasir putih yang indah dan kesohor karena gulungan ombaknya itu seperti dibiarkan telantar. Tidak ada lagi event beskala nasional-internasional di sana sejak tahun 2004. Kalau demikian, apa artinya otonomi? Tentu ada something wrong. Ada benang kusut. NTT tak pernah serius mengelola pariwisata. Karunia alam yang indah tak dimanfaatkan dengan baik. Berita berikut mungkin cuma secuil menggambarkan nasib Nemberala yang malang....

BA'A, PK--Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rote Ndao selama empat tahun sejak tahun 2004 hingga saat ini tidak lagi menggelar lomba selancar di Pantai Nemberala, Kecamatan Rote Barat Daya (RBD). Padahal, kegiatan ini cukup positif menarik wisatawan manca negara dan wisatawan dalam negeri.

Kepala Dinas (Kadis) Pariwisata Rote Ndao, Jersy Messakh, S.E, ditemui di ruang kerjanya, Sabtu (23/8/2008) mengatakan, Dinas Pariwisata Rote Ndao setiap tahun membuat program lomba selancar di Pantai Nembrala, namun usul anggaran untuk program ini selalu ditolak.

"Bahkan, tahun 2008 kami anggarkan untuk kegiatan pariwisata selancar di Nemberala, namun dicoret tim asistensi anggaran dengan alasan devisit anggaran. Lomba selancar pernah digelar tahun 2000 ketika Rote masih bergabung dengan Kabupaten Kupang. Kegiatan selancar ini spektakuler karena ratusan wisatawan berdatangan ke daerah wisata ini. Kegiatan selancar ini sangat penting bagi pengembangan wisata di Rote Ndao," kata mantan Camat Oebobo, Kota Kupang ini.

Jersy mengatakan, fasilitas umum termasuk jalan raya ke lokasi wisata sampai ke Pantai Boa sudah diaspal. Sedangkan air dan listrik belum dipasang. "Fasilitas pendukung masih kurang, seperti toko yang menjual alat selancar. Juga pendopo sebagai tempat peristirahatan belum diperbaiki. Sedangkan wc, kamar mandi dan tempat ganti sudah tersedia," ujarnya.

Ditanya alasan tim anggaran mencoret anggaran untuk even pawiwisata selancar di Nemberala, Jersy mengatakan, belum ada kesamaan pemahaman tentang wisata di tingkat pengambil kebijakan sehingga pejabat di tingkat menengah membuat usulan anggaran untuk bidang pariwisata selalu mendapat hambatan.

"Belum ada kesamaan pemahaman tentang pariwisata sehingga setiap usulan tentang program wisata seperti selancar selalu ditolak. Padahal, Rote Ndao memiliki program prioritas bidang pariwisata, namun alokasi dana untuk bidang ini setiap tahun tidak sampai Rp 1 miliar sudah termasuk gaji pegawai," ungkapnya.

Jersy mengemukakan, pejabat dan pegawai bagian asistensi anggaran serta DPRD Rote Ndao selalu menanyakan berapa besar sumbangan pendapatan asli daerah (PAD) bidang pariwisata. Padahal untuk kegiatan jasa seperti ini butuh promosi dan hasilnya tidak berdampak langsung pada Dinas Pariwisata tapi berdampak pada instansi terkait dan berdampak langsung ke masyarakat.

"Kedatangan wisatawan ke Rote berdampak langsung pada perekonomian daerah dan masyarakat, tidak berkontribusi langsung ke Dispar. Misalnya, orang nginap di hotel pajaknya masuk Dispenda, wisman belanja cendera mata uangnya masuk ke masyarakat dan lainnya. Pikiran harus berkontribusi langsung ke dinas itu konyol. Kondisi ini membuat daerah lain lebih maju bidang pariwisatanya dibanding Rote yang memiliki potensi pariwisata yang lebih baik," ujarnya.

Ia berharap pemerintah baru siapapun pemimpinnya harus bisa mengembangkan pariwisata di Rote Ndao yang merupakan primadona daerah. "Yang kita jual di Rote adalah wisatanya karena siapapun pemimpinnya harus mengedepankan pariwisata sebagai primadona daerah," tambahnya. (iva)

Pos Kupang 26 Agustus 2008, halaman 15
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes