ENDE, PK----Tujuh murid SDK Roga, Kecamatan Ndona Timur, Kabupaten Ende terkubur runtuhan pasir ketika mengambil pasir di Dusun Detukonga, Desa Roga, Sabtu (9/8/2008) pukul 08.30 Wita. Tiga murid tewas seketika dengan posisi duduk di lokasi kejadian. Sedangkan empat siswa yang posisinya berdiri sewaktu mengambil pasir di dalam lubang selamat, meski sekujur tubuh mereka dipenuhi luka-luka akibat reruntuhan pasir.
Ketiga murid yang tewas kemungkinan tak mampu menahan runtuhan pasir yang volumenya mencapai 7-8 kubik. Ketiga murid ini yakni Maria Yulita Pili (11) murid kelas V, Yustan Nirmala (9), dan Antonius Dei Mani (9) keduanya kelas III. Empat murid yang selamat adalah Genoveva Denu ( kelas VI), Maria Jelita Bara dan Fransiskus Muke (kelas V) dan Regina Kego (kelas IV).
Warga Dusun Detukonga dan Roga dibantu warga Dusun Demulaka, Desa Keudoa bergotong royong mengeluarkan para siswa dari dalam timbunan pasir. Pasir digaruk perlahan-lahan selama 30 menit menggunakan tangan. Yang pertama kali ditemukan adalah empat siswa yang posisinya berdiri.
"Yang pertama kali ditemukan murid yang hidup. Saya kurang tahu namanya. Setelah terus digaruk akhirnya ditemukan lagi posisi mereka sudah mati dengan posisi duduk. Tubuh anak-anak ini kemungkinan tidak sanggup menerima tekanan beban runtuhan pasir," kata Kepala Desa Roga, Ambrosius Rosi, didampingi Kepala SDK, Roga, Chyrilus Be, di Mapolsek Ndona, Kamis pagi (14/9/2008).
Rosi mengatakan, saat kejadian ia berada di Wolowaru, dan setelah ditelepon ia kembali ke Roga. Tiba di tempat kejadian, tiga murid yang tewas telah dibawa ke rumahnya, sedangkan yang cedera dihantar ke Pustu Roga untuk diberi pengobatan. Mereka mengalami luka di punggung dan kaki. Setelah dirawat kondisinya pulih. Pada hari Rabu (13/8/2008), tiga murid telah dimintai keterangannya di Polsek Ndona, sedangkan Genoveva Denu yang mengalami memar berat belum bisa jalan.
Menurut Rosi, lokasi pengambilan pasir terletak di pinggir jalan rabat beton di Desa Roga, sekitar 300 meter dari sekolah. Sudah lama lokasi ini digunakan warga setempat mengambil pasir membangun rumah dan kapela. Lubangnya sedalam sekitar lima meter berbentuk melengkung dan di atasnya menggantung pasir yang mudah runtuh. Pada bagian atas gundukan itu terdapat batang kayu tumbang yang telah lapuk.
Di sekitarnya tumbuh pohon beringin yang dipercaya ada penunggunya. Mosalaki (tua adat) desa sering melakukan sesajen di tempat itu. "Kami menyebut lelegabe, artinya pohon beringin. Menurut kisah di kampung, lokasi ini angker, tetapi selama ini tak terjadi apa pun. Baru kali ini ada kejadian menimbulkan korban meninggal," kisahnya.
Oknum guru, Frans Seda, ditetapkan menjadi tersangka tunggal dalam kasus ini. Frans telah mendekam di kamar sel Polsek Ndona Timur sejak Minggu malam. Guru kelas VI ini dijerat pasal 359 KUHP, karena kelalaiannya menyebabkan orang meninggal.
"Dia mengumumkan di sekolah hari Jumat (8/8) bahwa Sabtu pagi dilakukan ekstra kurikuler mengambil pasir. Namun ia lalai, tidak mengawasi kegiatan ini. Dia yang bertanggung jawab," kata Kapolsek Ndona Timur, Ipda Yoseph Godja, kepada wartawan di Mapolsek Ndona, kemarin.
Frans Seda yang didampingi Kanit Reskrim Polsek Ndona Timur, Brigadir Anselmus Leza, mengakui terlambat tiba di lokasi kejadian. Ketika dia tiba, para siswa telah mulai menggali pasir. Frans mengaku malam sebelumnya ia telat tidur karena mengikuti sembahyang di kampungnya.
Ia menambahkan, pada hari Jumat dia mengumumkan kepada siswa mengambil pasir di lokasi tersebut. Saat kejadian di sekolah tersebut juga ada tiga guru wanita, yakni Hendrika Rae, Yustina Masam dan Victoria Eka, sedangkan kepala sekolah dan guru lainnya ada di Kota Ende.
"Waktu saya tiba di lokasi, pasir sudah runtuh. Anak-anak sudah terkubur. Saya tidak berani mendekat lokasi karena ada orangtua yang mengamuk. Ada yang membawa kelewang, tetapi tidak mengancam saya. Saya putuskan menjauh dan menyerahkan diri daripada jadi soal panjang di kampung," kata Frans.
Kepala sekolah, Chyrilus Be, mengatakan pengambilan pasir di lokasi tersebut yang kedua kalinya. Pasir itu rencananya digunakan mencetak 170 batu batako yang dipinjam dari warga setempat yang telah dipakai membangun WC sekolah. Pasir lainnya untuk plester bangunan WC. Seluruh murid kelas III-VI dari keseluruhan 108 murid dikerahkan ke lokasi mengambil pasir.
Ia mengakui berada di Ende sejak Kamis (7/8/2008) memasukkan laporan bulanan dan mengurus data siswa penerima dana BOS. Sampai kemarin Be belum kembali ke kampung halamannya. Pada hari-hari pertama ia khawatir dengan kemarahan orangtua dan keluarga murid, namun saat ini mulai normal dan ia segera kembali ke sekolahnya.
Ia menambahkan, para guru SDK dan yayasan menaungi SDK Roga telah berkoordinasi memberikan sumbangan kepada keluarga korban. (ius)
Pos Kupang edisi Jumat, 15 Agustus 2008, halaman 1
Ketiga murid yang tewas kemungkinan tak mampu menahan runtuhan pasir yang volumenya mencapai 7-8 kubik. Ketiga murid ini yakni Maria Yulita Pili (11) murid kelas V, Yustan Nirmala (9), dan Antonius Dei Mani (9) keduanya kelas III. Empat murid yang selamat adalah Genoveva Denu ( kelas VI), Maria Jelita Bara dan Fransiskus Muke (kelas V) dan Regina Kego (kelas IV).
Warga Dusun Detukonga dan Roga dibantu warga Dusun Demulaka, Desa Keudoa bergotong royong mengeluarkan para siswa dari dalam timbunan pasir. Pasir digaruk perlahan-lahan selama 30 menit menggunakan tangan. Yang pertama kali ditemukan adalah empat siswa yang posisinya berdiri.
"Yang pertama kali ditemukan murid yang hidup. Saya kurang tahu namanya. Setelah terus digaruk akhirnya ditemukan lagi posisi mereka sudah mati dengan posisi duduk. Tubuh anak-anak ini kemungkinan tidak sanggup menerima tekanan beban runtuhan pasir," kata Kepala Desa Roga, Ambrosius Rosi, didampingi Kepala SDK, Roga, Chyrilus Be, di Mapolsek Ndona, Kamis pagi (14/9/2008).
Rosi mengatakan, saat kejadian ia berada di Wolowaru, dan setelah ditelepon ia kembali ke Roga. Tiba di tempat kejadian, tiga murid yang tewas telah dibawa ke rumahnya, sedangkan yang cedera dihantar ke Pustu Roga untuk diberi pengobatan. Mereka mengalami luka di punggung dan kaki. Setelah dirawat kondisinya pulih. Pada hari Rabu (13/8/2008), tiga murid telah dimintai keterangannya di Polsek Ndona, sedangkan Genoveva Denu yang mengalami memar berat belum bisa jalan.
Menurut Rosi, lokasi pengambilan pasir terletak di pinggir jalan rabat beton di Desa Roga, sekitar 300 meter dari sekolah. Sudah lama lokasi ini digunakan warga setempat mengambil pasir membangun rumah dan kapela. Lubangnya sedalam sekitar lima meter berbentuk melengkung dan di atasnya menggantung pasir yang mudah runtuh. Pada bagian atas gundukan itu terdapat batang kayu tumbang yang telah lapuk.
Di sekitarnya tumbuh pohon beringin yang dipercaya ada penunggunya. Mosalaki (tua adat) desa sering melakukan sesajen di tempat itu. "Kami menyebut lelegabe, artinya pohon beringin. Menurut kisah di kampung, lokasi ini angker, tetapi selama ini tak terjadi apa pun. Baru kali ini ada kejadian menimbulkan korban meninggal," kisahnya.
Oknum guru, Frans Seda, ditetapkan menjadi tersangka tunggal dalam kasus ini. Frans telah mendekam di kamar sel Polsek Ndona Timur sejak Minggu malam. Guru kelas VI ini dijerat pasal 359 KUHP, karena kelalaiannya menyebabkan orang meninggal.
"Dia mengumumkan di sekolah hari Jumat (8/8) bahwa Sabtu pagi dilakukan ekstra kurikuler mengambil pasir. Namun ia lalai, tidak mengawasi kegiatan ini. Dia yang bertanggung jawab," kata Kapolsek Ndona Timur, Ipda Yoseph Godja, kepada wartawan di Mapolsek Ndona, kemarin.
Frans Seda yang didampingi Kanit Reskrim Polsek Ndona Timur, Brigadir Anselmus Leza, mengakui terlambat tiba di lokasi kejadian. Ketika dia tiba, para siswa telah mulai menggali pasir. Frans mengaku malam sebelumnya ia telat tidur karena mengikuti sembahyang di kampungnya.
Ia menambahkan, pada hari Jumat dia mengumumkan kepada siswa mengambil pasir di lokasi tersebut. Saat kejadian di sekolah tersebut juga ada tiga guru wanita, yakni Hendrika Rae, Yustina Masam dan Victoria Eka, sedangkan kepala sekolah dan guru lainnya ada di Kota Ende.
"Waktu saya tiba di lokasi, pasir sudah runtuh. Anak-anak sudah terkubur. Saya tidak berani mendekat lokasi karena ada orangtua yang mengamuk. Ada yang membawa kelewang, tetapi tidak mengancam saya. Saya putuskan menjauh dan menyerahkan diri daripada jadi soal panjang di kampung," kata Frans.
Kepala sekolah, Chyrilus Be, mengatakan pengambilan pasir di lokasi tersebut yang kedua kalinya. Pasir itu rencananya digunakan mencetak 170 batu batako yang dipinjam dari warga setempat yang telah dipakai membangun WC sekolah. Pasir lainnya untuk plester bangunan WC. Seluruh murid kelas III-VI dari keseluruhan 108 murid dikerahkan ke lokasi mengambil pasir.
Ia mengakui berada di Ende sejak Kamis (7/8/2008) memasukkan laporan bulanan dan mengurus data siswa penerima dana BOS. Sampai kemarin Be belum kembali ke kampung halamannya. Pada hari-hari pertama ia khawatir dengan kemarahan orangtua dan keluarga murid, namun saat ini mulai normal dan ia segera kembali ke sekolahnya.
Ia menambahkan, para guru SDK dan yayasan menaungi SDK Roga telah berkoordinasi memberikan sumbangan kepada keluarga korban. (ius)
Pos Kupang edisi Jumat, 15 Agustus 2008, halaman 1