BANDUNG, PK -- Departemen Dalam Negeri menyiapkan pemisahan aturan mengenai pemerintahan daerah (Pemda) dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung, yang saat ini masih diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Direktur Pejabat Negara Departemen Dalam Negeri Sapto Supono di Bandung, Sabtu (2/8/2008), mengatakan, pemisahan aturan untuk Pilkada dan Pemda itu bisa selesai tahun depan. "Mudah-mudahan bisa masuk dalam program legislasi nasional," katanya dalam Sosialisasi UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No 32/2004 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 49 Tahun 2008.
Usulan pemisahan aturan Pilkada langsung dengan Pemda itu sudah lama diwacanakan. UU 32/2004 dinilai tidak terlalu rinci mengatur mengenai Pilkada sehingga untuk Pilkada diusulkan ada UU tersendiri.
Sapto mengatakan, ada salah satu usulan yang akan masuk dalam rancangan UU pilkada, yakni mengenai gugatan hukum pada proses pencalonan kepala daerah. Dalam pilkada yang berlangsung sejak tahun 2005, ada dua hal yang menjadi sumber masalah, yaitu data pemilih yang kurang akurat dan proses pencalonan kepala daerah.
Untuk itu, Sapto melanjutkan, ada usulan dalam proses pencalonan kepala daerah diberikan kesempatan bagi semua pihak untuk mengajukan gugatan hukum.
"Jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan calon kepala daerah, lalu ada yang merasakan tak adil atau ada masalah internal parpol yang mengajukan calon, diberikan kesempatan untuk mengajukan gugatan. Pengadilan harus secepatnya mengambil keputusan," ujar dia.
Selain itu, menurut Sapto, masih banyak usulan lain untuk pengaturan pilkada yang saat ini masih dikaji Depdagri.
85 Kepala Daerah
Terkait Pilkada, saat ini tercatat 85 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mengajukan pengunduran diri karena akan mencalonkan diri lagi dalam tahun 2008.
Dari sejumlah itu, 72 kepala daerah di antaranya sudah mendapat persetujuan pemberhentian dari jabatannya yang ditandatangani Mendagri Mardiyanto. Mereka yang sudah mendapatkan surat keputusan pemberhentian sebagai kepala daerah harus meninggalkan fasilitas jabatannya.
Kepala Pusat Penerangan Depdagri Saut Situmorang mengungkapkan, pengunduran diri incumbent (pejabat bertahan) yang akan mencalonkan diri dalam pilkada untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan fasilitas selama masa tahapan pilkada berlangsung.
"Selain itu, juga untuk menjamin netralitas pegawai negeri sipil, yang mungkin akan bingung bila kepala daerah dan wakilnya maju dalam pilkada," ujar dia.
Hal itu diatur dalam UU No 12/2008, yang diturunkan dengan PP No 49/2008 tentang Perubahan atas PP No 6/2005 tentang Pilkada. PP No 49/2008 disahkan Presiden pada 4 Juli 2008.
Selain mengatur pengunduran diri incumbent, PP No 49/2008 juga melarang penjabat kepala daerah atau wakil kepala daerah melakukan kebijakan. Pasal 132 A PP No 49/2008 menyebutkan beberapa larangan bagi penjabat kepala daerah, seperti dilarang melakukan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, serta membuat pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya.
Dari 85 kepala daerah itu, beberapa diantaranya berasal dari NTT yaitu Wakil Bupati Sumba Barat, Drs. Kornelis Kodimete; Bupati dan Wakil Bupati Rote Ndao, Christian Nehemia Dillak, SH-Bernard E Pelle, S.IP dan Wakil Bupati Alor, Drs. Abraham Maulaka.
Asisten Tata Praja Setda NTT, Drs. Yoseph A Mamulak mengatakan, Mendagri telah merestui permohonan penguduran diri Bupati dan Wakil Bupati Rote Ndao, Christian Nehemia Dillak dan Bernard E Pelle serta Wakil Bupati Sumba Barat, Kornelis Kodimete.
Terkait dengan pengunduran diri Dillak dan Pelle, Mamulak yang ditemui wartawan di ruang kerjanya, Senin (4/8/2008), menjelaskan, Mendagri telah menunjuk Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya sebagai Penjabat Bupati Rote Ndao. Selanjutnya, Gubernur mengangkat Elisa Suki sebagai Pelaksana harian (Plh) Penjabat Bupati Rote Ndao. Selama ini, Elisa Suki menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas (Banwas) Kabupaten Rote Ndao. (kompas/aca)
Pos Kupang edisi 5 Agustus 2008, halaman 8
Direktur Pejabat Negara Departemen Dalam Negeri Sapto Supono di Bandung, Sabtu (2/8/2008), mengatakan, pemisahan aturan untuk Pilkada dan Pemda itu bisa selesai tahun depan. "Mudah-mudahan bisa masuk dalam program legislasi nasional," katanya dalam Sosialisasi UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No 32/2004 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 49 Tahun 2008.
Usulan pemisahan aturan Pilkada langsung dengan Pemda itu sudah lama diwacanakan. UU 32/2004 dinilai tidak terlalu rinci mengatur mengenai Pilkada sehingga untuk Pilkada diusulkan ada UU tersendiri.
Sapto mengatakan, ada salah satu usulan yang akan masuk dalam rancangan UU pilkada, yakni mengenai gugatan hukum pada proses pencalonan kepala daerah. Dalam pilkada yang berlangsung sejak tahun 2005, ada dua hal yang menjadi sumber masalah, yaitu data pemilih yang kurang akurat dan proses pencalonan kepala daerah.
Untuk itu, Sapto melanjutkan, ada usulan dalam proses pencalonan kepala daerah diberikan kesempatan bagi semua pihak untuk mengajukan gugatan hukum.
"Jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan calon kepala daerah, lalu ada yang merasakan tak adil atau ada masalah internal parpol yang mengajukan calon, diberikan kesempatan untuk mengajukan gugatan. Pengadilan harus secepatnya mengambil keputusan," ujar dia.
Selain itu, menurut Sapto, masih banyak usulan lain untuk pengaturan pilkada yang saat ini masih dikaji Depdagri.
85 Kepala Daerah
Terkait Pilkada, saat ini tercatat 85 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mengajukan pengunduran diri karena akan mencalonkan diri lagi dalam tahun 2008.
Dari sejumlah itu, 72 kepala daerah di antaranya sudah mendapat persetujuan pemberhentian dari jabatannya yang ditandatangani Mendagri Mardiyanto. Mereka yang sudah mendapatkan surat keputusan pemberhentian sebagai kepala daerah harus meninggalkan fasilitas jabatannya.
Kepala Pusat Penerangan Depdagri Saut Situmorang mengungkapkan, pengunduran diri incumbent (pejabat bertahan) yang akan mencalonkan diri dalam pilkada untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan fasilitas selama masa tahapan pilkada berlangsung.
"Selain itu, juga untuk menjamin netralitas pegawai negeri sipil, yang mungkin akan bingung bila kepala daerah dan wakilnya maju dalam pilkada," ujar dia.
Hal itu diatur dalam UU No 12/2008, yang diturunkan dengan PP No 49/2008 tentang Perubahan atas PP No 6/2005 tentang Pilkada. PP No 49/2008 disahkan Presiden pada 4 Juli 2008.
Selain mengatur pengunduran diri incumbent, PP No 49/2008 juga melarang penjabat kepala daerah atau wakil kepala daerah melakukan kebijakan. Pasal 132 A PP No 49/2008 menyebutkan beberapa larangan bagi penjabat kepala daerah, seperti dilarang melakukan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, serta membuat pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya.
Dari 85 kepala daerah itu, beberapa diantaranya berasal dari NTT yaitu Wakil Bupati Sumba Barat, Drs. Kornelis Kodimete; Bupati dan Wakil Bupati Rote Ndao, Christian Nehemia Dillak, SH-Bernard E Pelle, S.IP dan Wakil Bupati Alor, Drs. Abraham Maulaka.
Asisten Tata Praja Setda NTT, Drs. Yoseph A Mamulak mengatakan, Mendagri telah merestui permohonan penguduran diri Bupati dan Wakil Bupati Rote Ndao, Christian Nehemia Dillak dan Bernard E Pelle serta Wakil Bupati Sumba Barat, Kornelis Kodimete.
Terkait dengan pengunduran diri Dillak dan Pelle, Mamulak yang ditemui wartawan di ruang kerjanya, Senin (4/8/2008), menjelaskan, Mendagri telah menunjuk Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya sebagai Penjabat Bupati Rote Ndao. Selanjutnya, Gubernur mengangkat Elisa Suki sebagai Pelaksana harian (Plh) Penjabat Bupati Rote Ndao. Selama ini, Elisa Suki menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas (Banwas) Kabupaten Rote Ndao. (kompas/aca)
Pos Kupang edisi 5 Agustus 2008, halaman 8