KEMESRAAN itu tercipta di Jalan Polisi Militer Kupang. Hari Minggu 22 Juni 2008. Di sore hari yang cerah dengan sepoi angin Timor agak dingin menusuk tulang. Tapi kedinginan itu kalah oleh kehangatan. Terkulai oleh indahnya persahabatan.
Tiga pasangan calon pemimpin Propinsi Nusa Tenggara Timur yang baru usai bertarung datang ke jalan itu. Jalan Polisi Militer yang jauh dari angker. Mereka bersua. Bertatapan muka lalu berangkulan. Ucapkan salam dan selamat. Beranda rumah besar Flobamora berjingkak riang ria. Riuh gemuruh oleh senyum. Banjir tawa dan haru. Damai...
Maka pantaslah bibir bertutur: Terima kasih Fren, Gaul dan Tulus. Proficiat KPU dan Panwas. Hormat tertinggi bagi rakyat Flobamora yang empunya kedaulatan. Tuan dan puan telah memilih pemimpinmu. Andalah yang menang! Selamat bekerja bagi Fren yang meraih suara terbanyak.
Hari ini enam putra terbaik NTT memberi pesan kepada dunia tentang cara berdemokrasi secara elegan. Ada saat bertarung. Sikut-menyikut. Ada waktu berangkulan. Memberi respek dan hormat. Menerima keputusan akhir dengan jiwa besar.
Sungguh akhir yang indah. Ketegangan, pergumulan, kerja keras, kecewa, kurang hati dan macam-macam rasa hampir enam bulan berujung tawa di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), 22 Juni 2008.
Siapa bilang politik itu keji? Dia juga sebuah seni. Seni hidup berkompetisi secara tulus tanpa mencederai persahabatan. Tak mengingkari bahwa kita bernaung dalam rumah yang satu dan sama. Rumah Flobamora yang mutlak menghargai keberagaman.
Demikian sekilas pandang dari acara rapat pleno penetapan calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT terpilih periode 2008- 2013. Pasangan Drs. Frans Lebu Raya - Ir. Esthon L Foenay, M.Si (Fren), Drs. Gaspar P Ehok-Julius Bobo (Gaul) dan Drs. Ibrahim Agustinus Medah-Drs. Paulus Moa (Tulus) menerima keputusan KPU Propinsi NTT. Kehadiran mereka menunjukkan betapa kebesaran jiwa itu sungguh diperlihatkan para pemimpin NTT. Teladan yang akan dikenang selalu.
Tepatlah kata-kata Ketua KPU Propinsi NTT, Robinson Ratukore bahwa segala sesuatu akan indah pada waktunya. Dalam rapat pleno kemarin lima anggota KPU Propinsi NTT hadir lengkap. Hadir juga Panwas, pejabat berwenang dari Pemerintah Propinsi NTT, jajaran Muspida serta ketiga pasangan calon yang mengikuti Pemilihan Umum Gubernur- Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013 tanggal 14 Juni yang lalu. Di luar kantor KPU ada kerumunan massa. Mereka adalah pendukung dan simpatisan yang ingin melihat dari dekat rapat penting tersebut. Kerumunan yang santun. Mereka memberi aplaus. Menebarkan rasa hormat kepada tiga pasangan calon.
Akhir yang indah tentu saja tidak serta-merta melupakan kekurangan. Onak dan duri juga tersaji dalam pesta ini. Ada keterbatasan. Ada kekurangan yang perlu dibenahi esok hari. Misalnya, persentasi pemilih yang tidak mencoblos pada hari H 14 Juni 2008 ternyata lumayan gemuk. Pastilah ada sesuatu yang salah soal validitas data pemilih. Agaknya bukan alasan golput atau enteng menghakimi partisipasi rakyat rendah. Boleh jadi karena semata salah urus. Ini pelajaran berharga bagi kabupaten lain di NTT yang akan memasuki Pilkada. Jangan main-main dengan data pemilih. Memilih itu hak rakyat. Di sanalah wujud kedaulatan mereka. Pemutakhiran data sangat penting dan segera agar tidak terulang -- ratusan ribu rakyat kehilangan hak suara karena tidak tercatat sebagai pemilih.
Dengan jatuhnya palu KPU NTT 22 Juni 2008, pesta ini bisa dilukiskan telah usai kecuali muncul peristiwa luar biasa -- sesuatu yang tidak kita harapkan. Kita tinggal menanti seremoni pengukuhan "mosalaki" Flobamora hasil pilihan rakyat secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Tonggak sejarah bertepatan dengan NTT berusia setengah abad. Pesta emas yang puncaknya jatuh pada 20 Desember 2008.
Keheningan selalu merebak di ujung pesta. Begitulah hukum alam. Sontak teringat marhaen. Terkenang 70 persen lebih yang masih menepi di pinggir sungai kemiskinan. Melihat bening air mata duka. Duka yang mengalir sampai jauh gara-gara gizi buruk, busung lapar, susahnya mencari pekerjaan dan biaya hidup yang kian mencekik leher.
Di sana terdengar suara-suara. Bisikan diam. Jerit letih marhaen. Lengkingan tragedi tahunan. Kepada pemenang, kami tak minta banyak-banyak. Semoga kemesraan ini langgeng. Dan, dirimu masih seperti kemarin. Tak berubah karena kursi hingga bersua tanpa jumpa, bertemu tanpa sapaan lagi. Dengan Rakyat!
Lima tahun ke depan, semoga berkurang warta anak Flobamora mati karena busung lapar. Sajikan kami menu unggulan agar ekonomi NTT lebih bergairah. Hallo Fren, selamat bekerja! Teriring salam dan doa. (dionbata@poskupang.co.id)
Rubrik Beranda Kita (BETA) Pos Kupang edisi Senin, 23 Juni 2008 halaman 1
Tiga pasangan calon pemimpin Propinsi Nusa Tenggara Timur yang baru usai bertarung datang ke jalan itu. Jalan Polisi Militer yang jauh dari angker. Mereka bersua. Bertatapan muka lalu berangkulan. Ucapkan salam dan selamat. Beranda rumah besar Flobamora berjingkak riang ria. Riuh gemuruh oleh senyum. Banjir tawa dan haru. Damai...
Maka pantaslah bibir bertutur: Terima kasih Fren, Gaul dan Tulus. Proficiat KPU dan Panwas. Hormat tertinggi bagi rakyat Flobamora yang empunya kedaulatan. Tuan dan puan telah memilih pemimpinmu. Andalah yang menang! Selamat bekerja bagi Fren yang meraih suara terbanyak.
Hari ini enam putra terbaik NTT memberi pesan kepada dunia tentang cara berdemokrasi secara elegan. Ada saat bertarung. Sikut-menyikut. Ada waktu berangkulan. Memberi respek dan hormat. Menerima keputusan akhir dengan jiwa besar.
Sungguh akhir yang indah. Ketegangan, pergumulan, kerja keras, kecewa, kurang hati dan macam-macam rasa hampir enam bulan berujung tawa di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), 22 Juni 2008.
Siapa bilang politik itu keji? Dia juga sebuah seni. Seni hidup berkompetisi secara tulus tanpa mencederai persahabatan. Tak mengingkari bahwa kita bernaung dalam rumah yang satu dan sama. Rumah Flobamora yang mutlak menghargai keberagaman.
Demikian sekilas pandang dari acara rapat pleno penetapan calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT terpilih periode 2008- 2013. Pasangan Drs. Frans Lebu Raya - Ir. Esthon L Foenay, M.Si (Fren), Drs. Gaspar P Ehok-Julius Bobo (Gaul) dan Drs. Ibrahim Agustinus Medah-Drs. Paulus Moa (Tulus) menerima keputusan KPU Propinsi NTT. Kehadiran mereka menunjukkan betapa kebesaran jiwa itu sungguh diperlihatkan para pemimpin NTT. Teladan yang akan dikenang selalu.
Tepatlah kata-kata Ketua KPU Propinsi NTT, Robinson Ratukore bahwa segala sesuatu akan indah pada waktunya. Dalam rapat pleno kemarin lima anggota KPU Propinsi NTT hadir lengkap. Hadir juga Panwas, pejabat berwenang dari Pemerintah Propinsi NTT, jajaran Muspida serta ketiga pasangan calon yang mengikuti Pemilihan Umum Gubernur- Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013 tanggal 14 Juni yang lalu. Di luar kantor KPU ada kerumunan massa. Mereka adalah pendukung dan simpatisan yang ingin melihat dari dekat rapat penting tersebut. Kerumunan yang santun. Mereka memberi aplaus. Menebarkan rasa hormat kepada tiga pasangan calon.
Akhir yang indah tentu saja tidak serta-merta melupakan kekurangan. Onak dan duri juga tersaji dalam pesta ini. Ada keterbatasan. Ada kekurangan yang perlu dibenahi esok hari. Misalnya, persentasi pemilih yang tidak mencoblos pada hari H 14 Juni 2008 ternyata lumayan gemuk. Pastilah ada sesuatu yang salah soal validitas data pemilih. Agaknya bukan alasan golput atau enteng menghakimi partisipasi rakyat rendah. Boleh jadi karena semata salah urus. Ini pelajaran berharga bagi kabupaten lain di NTT yang akan memasuki Pilkada. Jangan main-main dengan data pemilih. Memilih itu hak rakyat. Di sanalah wujud kedaulatan mereka. Pemutakhiran data sangat penting dan segera agar tidak terulang -- ratusan ribu rakyat kehilangan hak suara karena tidak tercatat sebagai pemilih.
Dengan jatuhnya palu KPU NTT 22 Juni 2008, pesta ini bisa dilukiskan telah usai kecuali muncul peristiwa luar biasa -- sesuatu yang tidak kita harapkan. Kita tinggal menanti seremoni pengukuhan "mosalaki" Flobamora hasil pilihan rakyat secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Tonggak sejarah bertepatan dengan NTT berusia setengah abad. Pesta emas yang puncaknya jatuh pada 20 Desember 2008.
Keheningan selalu merebak di ujung pesta. Begitulah hukum alam. Sontak teringat marhaen. Terkenang 70 persen lebih yang masih menepi di pinggir sungai kemiskinan. Melihat bening air mata duka. Duka yang mengalir sampai jauh gara-gara gizi buruk, busung lapar, susahnya mencari pekerjaan dan biaya hidup yang kian mencekik leher.
Di sana terdengar suara-suara. Bisikan diam. Jerit letih marhaen. Lengkingan tragedi tahunan. Kepada pemenang, kami tak minta banyak-banyak. Semoga kemesraan ini langgeng. Dan, dirimu masih seperti kemarin. Tak berubah karena kursi hingga bersua tanpa jumpa, bertemu tanpa sapaan lagi. Dengan Rakyat!
Lima tahun ke depan, semoga berkurang warta anak Flobamora mati karena busung lapar. Sajikan kami menu unggulan agar ekonomi NTT lebih bergairah. Hallo Fren, selamat bekerja! Teriring salam dan doa. (dionbata@poskupang.co.id)
Rubrik Beranda Kita (BETA) Pos Kupang edisi Senin, 23 Juni 2008 halaman 1