KUPANG, PK --Tidak tercapainya 30 persen kuota perempuan sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, menunjukkan perempuan di NTT kurang siap terjun ke panggung politik. Sementara partai politik di NTT kurang menyiapkan kader perempuan.
Perempuan yang dimajukan dalam daftar caleg tetap (DCT) hanya tameng agar tidak dicap melanggar undang-undang. Praktiknya, politisi pria lebih mendominasi dalam merebut hati pemilih.
Demikian pernyataan politik Jaringan Politik Perempuan (JPP) NTT dan pendapat aktivis perempuan yang dihubungi terpisah, Sabtu dan Minggu (9 dan 10/5/2009) di Kupang.
JPP menilai pengkerdilan itu dimulai dari rekrutmen calon anggota legislatif (caleg) perempuan oleh partai politik (Parpol) sekadar memenuhi amanat UU tentang 30 persen Keterwakilan Perempuan. Hasilnya, keterwakilan perempuan di NTT dalam kancah politik legislatif hanya berkisar di bawah 10 persen.
Dalam pernyataan sikap JPP yang diterima Pos Kupang, Minggu (10/5/2009), ditegaskan, parpol tidak memperhitungkan investasi politik dan sosial dari caleg perempuan pada daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Parpol juga tidak memperhitungkan rentang waktu caleg perempuan untuk mengenal dan berinteraksi dengan konstituen di dapil masing-masing.
Menurut JPP, hasil Judicial Review Mahkamah Konstitusi yang merubah pasal 214 UU Nomor 10 Tahun 2008, dengan ketentuan perolehan kursi ditetapkan berdasarkan suara terbanyak, berakibat pada perjuangan perempuan untuk mengejar ketertinggalannya di bidang politik.
Spirit "Tindakan Khusus Sementara/TKS (Affirmative action)" tidak tercapai karena semangat TKS yang diatur pada Pasal 55 UU Nomor 10 Tahun 2008 (Zipper) menjadi tidak bermakna.
JPP mengkaji hasil Judicial Review terhadap Pasal 214 Nomor 10 Tahun 2008 tersebut, mengakibatkan mesin Parpol tidak bekerja maksimal. Hal itu karena Badan Pengurus Parpol yang juga adalah caleg, lebih banyak menggunakan waktunya untuk menyosialisasikan diri guna meraup suara sebanyak-banyaknya. Dengan demikian caleg perempuan pemula dan belum berpengalaman di kancah politik tidak mendapat bimbingan dan dukungan di dapilnya.
Kajian JPP juga menyampaikan faktor-faktor lain penyebab tidak tercapainya 30 persen Keterwakilan Perempuan anggota legislatif. Faktor itu antara lain, terjadinya pengalihan beberapa caleg perempuan dari dapil yang telah lama dipersiapkan. Akibatnya, komunikasi yang telah dibangun dengan konstituen di dapil sebelumnya terputus. Dengan demikian, caleg tersebut harus membangun komunikasi dari nol di dapil baru dalam waktu yang sangat singkat.
Di samping itu, caleg perempuan tidak mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan diri guna menetapkan pilihan politiknya. Hal ini disebabkan banyaknya partai baru serta tenggang waktu yang pendek antara penetapan parpol peserta pemilu dan rekrutmen caleg untuk ditetapkan dalam DCS. Sumber dana yang tidak memadai untuk membiayai kegiatan politik dan ketiadaan akses terhadap para saksi di setiap jenjang, juga menjadi faktor tidak tercapainya kuota 30 persen keterwakilan perempuan menuju kursi dewan.
Dari hasil pleno penghitungan suara oleh KPUD dan KPU, DPR RI (7,69 persen) atau 1 dari 13 kursi, DPRD Propinsi (7,27 persen) atau 4 dari 55 kursi dan DPD (50 persen) atau 2 dari 4 kursi.
Aktivis Pemberdayaan Perempuan, Prof.DR.Mien Ratoe Oedjo, M.Pd mengharapkan caleg yang lolos ke dewan tidak melupakan perjuangan perempuan. Dalam memperjuangkan hak-hak perempuan tidak boleh kedor.
Dra. Heni Markus, juga berharap, tiga srikandi NTT yang akan duduk di Senayan membuka diri terhadap kemitraan yang dapat mendukung perempuan, karena perjuangan perempuan masih panjang.
Harapan yang sama dikemukakan Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan dr. Yovita Anike Mitak, M.PH. "Saya bangga ada tiga perempuan NTT lolos ke Senayan. Saya berharap mereka terus membangun komunikasi dengan jaringan perempuan untuk merespon positif persoalan masyarakat, khususnya perempuan dan anak-anak.
Perempuan yang diprediksi lolos ke kursi parlemen, Anita Jacoba Gah, SE untuk DPR RI, Ir. Sarah Lery Mboeik dan Ny. Carolina Nubatonis-Kondi untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Trisna Liliyano, Emelia Nomleni, Rambu Asana Mrisi dan Angela Merci Piwung yang bakal mewakili perempuan NTT di DPRD NTT. (aa/gem)
Perolehan Suara untuk Perempuan di NTT
* DPR RI (7,69 persen) atau satu kursi dari 13 kursi
* DPRD NTT (7,27 persen) atau empat kursi dari 55 kursi
* DPD (50 persen atau dua kursi dari empat kursi
Sumber : Jaringan Perempuan dan Politik NTT
Pos Kupang edisi Senin, 11 Mei 2009 halaman 1