Kampungkoe: Mba Lata

MBA Lata. Itulah namanya. Singkat, simpel dan muda diingat. Mba Lata memiliki kisah unik yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kekuatan narasi membuat masyarakat setempat selalu ingat akan makna di balik nama itu. Makna yang mengandung pesan akhlak masa depan bagi turunannya.

Konon, nama sebenarnya bukan Mba Lata, tapi Mbo Lata. Lambat laun ada perubahan morfen dari Mbo menjadi Mba. Pergeseran morfen itu tidak menjadi masalah karena hanya menyangkut rasa bahasa saja. Sementara makna di baliknya tetap sama erat melekat.

Mbo Lata artinya nama kampung tempat tinggal seorang penduduk asli di salah satu dataran di Kaju Karo, Dusun Wae Lengge, Desa Watunggene, Kabupaten Manggarai Timur. Mbo Lata melegenda lantaran makna dan pesan yang terkandung di baliknya. Di Mbo Lata itulah kini menjadi lokasi persawahan yang sangat menjanjikan bagi masyarakat desa setempat. 

Markus Bana dan almarhum Petrus Mbeda pernah berkisah. Konon katanya, Meka Lata, nama penduduk pertama yang menghuni dataran itu. Mbo artinya rumah dan Lata nama wilayah yang ditempati Meka Lata. Agar muda diingat warga membabtis wilayah itu dengan nama Mba Lata, tempat tinggal Meka Lata. Dari Mba Lata ini perkembangan penduduk kian bertambah. Banyak warga datang mencari ikan tepe (sejenis ikan teri yang memiliki jenggot--Pen) di pesisir pantai dekat kampung Mba Lata.

Lambat laun dari Meka Lata seorang diri berkembang hingga membentuk sebuah perkampungan. Meka Lata memiliki dua orang anak perempuan dan telah hidup bersama sebagai suami istri dengan pasangan masing-masing. Konon suatu kesempatan, dua anak perempuan Meka Lata melahirkan anak. Keduanya tinggal bertetangga. Perkampungan Mba Lata membentuk pemukiman dengan letak rumah sangat dekat antar rumah yang satu dengan rumah lainnya. 

Maklum populasi penduduk masih sedikit sehingga bangun rumah tidak jauh dari rumah yang lainnya, dengan tujuan saling membantu, menolong dan memperhatikan.

Warga sekitar memiliki kebiasan ndua uma (kerja gotong royong dari kebun yang satu ke kebun lain secara bergiliran, Red). Rutinitas harian seperti itu. Mereka hidup dari bertani dan sesekali mencari ikan atau siput.

Suatu ketika dua anak perempuan Meka Lata tinggal di rumah karena belum bisa keluar rumah sebelum ritual wa'u ana, pasca melahirkan anak. Sementara warga lain sudah pergi ke kebun. Hari itu sekitar pukul 12.00 Wita, kedua ibu menyusui ini membutuhkan api untuk masak makanan. Di tungku api salah seorang ibu muda itu masih ada api. 

Sementara di rumah ibu yang lain api sudah mati. Namun keduanya tidak bisa saling tolong karena belum ada ritual keluar rumah usai bersalin. Karena itu ujung kayu arang api yang masih menyala diikat pada ekor salah seekor anjing milik Meka Lata. Anjing diusir agar pergi ke rumah ibu yang butuh api tadi. Anjing Meka Lata mengikuti seluruh perintah hingga ibu muda yang butuh api itu tertolong.

Apesnya, bala bantuan itu dilihat sebagai sesuatu yang aneh. Maka sekembalinya warga dari ndua uma, kedua ibu muda itu cerita pertolongan dari seekor anjing yang mereka alami itu. Lantaran lucu, warga sekitar tertawa sejadi-jadinya. Akibatnya malam hari terjadi bencana hujan besar. Air laut naik menghalau Kampung Mba Lata. Bahkan sapuan air itu kini masih tertinggal membentuk danau yang disebut Danau Rana Rinda. Seluruh warga mati tenggelam diterjang bencana itu. Di atas lahan bencana itu kini menjadi lahan persawahan. Para pemilik lahan sawah tahu akan lengenda Mbo Lata Itu.

***
Mba Lata masih punya nama. Salah satu keunikan yang masih tersisa adalah pasir putih Mba Lata. Jika Bali ada Kuta, maka Watunggene ada Pasir putih Mba Lata. Pantai Mba Lata sangat menjanjikan. Tak jauh dari pantai itu ada Taman Laut Watu Lamba. Pantai Mba Lata tidak ganas, tapi senantiasa bersahabat. Gulungan ombak bisa menjadi tempat selancar.

Mba Lata menjanjikan masa depan. Bejana tanah liat, emas yang masih terbalut lumpur. Jika disulap menjadi lokasi wisata, maka Pantai Mba Lata sangat menjanjikan. Mba Lata dengan pasir putih, indah. Watu Lamba dengan taman laut. Wisatawan asing sering datang ke Mba Lata, menikmati panorama pasir putih Mba Lata setelah puas menonton taman laut dengan anak ikan warna-warni di laut Watu Lamba.

Mungkinkah Mba Lata akan menawarkan pesona rupiah yang menjanjikan? Kita tunggu kepedulian pemerintah setempat agar bejana itu tidak terkubur begitu saja. Pemkab Manggarai Timur dapat mendesain menjadi aset sekaligus sumber pendapat daerah dan masyarakat. Mudah-mudahan.(Kanis Lina Bana)

Pos Kupang edisi Sabtu, 2 Mei 2009 halaman 10
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes