LARANTUKA, PK -- Sisa kerugian negara sejak 2003-2008 sebesar Rp 14.010.943.126 (Rp 14 miliar lebih) belum disetor oleh hampir semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Flores Timur (Flotim).
Kerugian negara yang belum disetor ini merupakan hasil temuan empat instansi audit keuangan negara, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kupang, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTT, Inspektorat Daerah (dulu: Banwasda) NTT dan Inspektorat Daerah Kabupaten Flotim.
Inspektur pada Inspektorat Daerah Kabupaten Flotim, Ahmad Betan, mengatakan hal itu kepada Pos Kupang di ruang kerjanya, Jumat (8/5/2009).
"Nilai sisa kerugian keuangan negara yang belum ditindaklanjuti oleh obrik (obyek pemeriksaan/SKPD), baik hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Kupang, BPKP Perwakilan NTT dan Inspektorat Daerah NTT maupun Inspektorat Daerah Kabupaten Flotim sebesar Rp 14.010.943.126. Pemeriksaan dilakukan dari tahun 2004 sampai 2008 untuk tahun anggaran 2003 sampai 2008," papar Betan.
Apakah ada kemungkinan tumpang tindih pemeriksaan antara empat lembaga audit sehingga menghasilkan total kerugian Rp 14 miliar lebih, Betan memastikan bahwa hal ini tidak terjadi karena obrik empat lembaga itu berbeda. Karena itu, lanjut Betan, jumlah kerugian yang belum dikembalikan itu sudah valid.
Ditanya detail tunggakan setiap SKPD, Betan mengaku tidak menghafalnya. Dia sempat memanggil salah satu stafnya membawakan data tentang hal ini, namun laporan itu hanya memuat total temuan kerugian keuangan dari empat lembaga audit tersebut.
Ditanya apakah itu termasuk tunjangan komunikasi insentif (TKI) DPRD Flotim, Betan mengiyakan, tetapi lupa nilainya. "Benar, termasuk tunjangan itu (DPRD Flotim). Termasuk kerugian negara dalam pembangunan Hotel Mokantarak dan masih banyak lagi, tapi saya lupa," ujarnya.
Betan mengatakan, Pemkab Flotim sudah meminta bantuan Kejaksaan Negeri (Kejari) Larantuka untuk melaksanakan fungsi keperdataannya guna meminta SKPD mengembalikan sisa kerugian keuangan negara tersebut.
Ia menjelaskan, selain membantu menagih sisa dana tersebut, Kejari Larantuka juga memproses beberapa kasus korupsi sesuai hukum pidana. Tiga kasus sudah diputus oleh Pengadilan Negeri (PN) Larantuka yakni kasus dengan terdakwa Paulus Kopong (kasus Askeskin di RSU Larantuka), mantan Bupati Flotim, Felix Fernandez (kasus tanah Weri) dan Lukas Home Koten.
"Informasi yang kami terima, dua kasus dalam tahap penyidikan dan 10 kasus masih pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan). Kejelasannya bisa ditanyakan langsung ke jaksa," kata Betan.
Ditanya mengapa tidak semua kasus kerugian negara dibawa ke proses hukum pidana, dia mengatakan bahwa yang berwenang menjawabnya adalah kejaksaan. Menurut dia, sebuah kasus pidana korupsi setidaknya memenuhi unsur adanya dugaan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain dan dapat merugikan keuangan negara. (dar)
Kasus-Kasus Korupsi di Flotim
* Pembelian Kapal Andhika Mitra Express
* Pembelian Kapal Siti Nirmala
* Ganti Rugi Tanah di Weri
* Pembangunan Hotel Mokantarak
* Pengadaan kapal ikan
* Ganti Rugi Tanah Pukentobi Wangibao
* Proyek Kesetaraan Gender
* Sumber: Dokumentasi Pos Kupang
Pos Kupang edisi Minggu, 10 Mei 2009 halaman 1