Jagung, Masa Depan NTT

Oleh Frans Krowin

LAHAN pertanian itu terlihat menghijau. Tanaman pertanian tumbuh subur di atasnya. Ada lombok, kacang hijau, kacang panjang, tomat dan aneka sayur lainnya. Tapi yang dominan adalah jagung. Tanaman itu tumbuh subur. Padahal ketika itu NTT sedang berada pada puncak musim kemarau.

Itu kenyataan yang terlihat di salah satu sisi Oesao, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, medio Oktober 2008 lalu. Pemandangan itu terdapat di belakang kediaman Pendeta Daibel Tlonaen, S.Th. Tlonaen memiliki beberapa kelompok tani binaan yang sangat giat membudidayakan tanaman jagung.


Di tempat itu, tanaman jagung terlihat sangat subur bak musim hujan. Sementara di sekeliling lahan itu, aneka rerumputan justeru mati kekeringan karena terpanggang sinar matahari. Ada beberapa ekor sapi yang sedang melahap batang-batang jagung yang disuguhkan seorang petani. Sedangkan ternak sapi milik warga lainnya merumput bebas di padang penggembalaan nan tandus itu.

Cuplikan suasana ini adalah bagian kecil dari kondisi alam daerah ini. Bahwa alam yang tandus itu jika dijamah dengan program yang pro alam, maka alam juga akan memberikan hasil melimpah. Tapi kalau tidak diolah, dibiarkan terlantar, maka alam yang tandus itu tentu akan semakin tandus. Dan, masyarakat pun mendapatkan imbasnya.

Inilah kondisi obyektif alam NTT. Alamnya memang gersang, tapi jika diolah akan memberikan hasil yang maksimal. Mungkin faktor itu jualah yang melecut Pemerintah Propinsi (Pemprop) NTT menjadikan jagung sebagai salah satu komoditi unggulan daerah ini.

Namun, lepas dari motivasi itu, adalah tepat jika pemerintah daerah ini mulai sekarang menggali potensi tersebut. Ini penting karena ada banyak aspek yang mendukung hal tersebut. Pertama, seluruh petani di NTT sudah secara turun-temurun menjadikan jagung sebagai sandaran hidup keluarga. Kalau itu disentuh lagi dengan program pemerintah, maka hasil yang diperoleh pun tentu lebih optimal lagi.

Kedua, topografi daerah ini juga sangat cocok untuk jagung. Jadi jika jagung itu dikembangkan secara terprogram dan terarah oleh pemerintah, maka masyarakat juga tergenjot untuk sungguh-sungguh membudidayakan tanaman itu. Hasil yang didapat pun pasti akan lebih banyak. 

Selain produktivitas jagung meningkat, ketahanan pangan masyarakat juga tentu lebih baik. Konsekuensinya, keluhan masyarakat soal kekurangan pangan setidaknya dapat diminimalisir. Kasus gizi buruk dan busung lapar pun perlahan- lahan dapat diatasi. 

Pada diskusi bertemakan Membangun Lokaekonomi NTT di Redaksi Pos Kupang, 18 Juni 2008 lalu, salah seorang pembicara, Dr. Fred Benu, menyebutkan NTT memiliki banyak potensi. Ada jambu mete, ikan, rumput laut, jagung dan padi, serta potensi alam lainnya. Namun potensi-potensi itu belum memberikan hasil maksimal.

NTT, kata Benu, adalah daerah agraris dengan lahan pertanian yang amat sangat luas. Areal tanam untuk jagung, misalnya, jauh lebih luas dari lahan untuk tanaman lainnya. Bahkan dibanding Propinsi Gorontalo yang kini terkenal sebagai sentra jagung di Indonesia Timur, NTT jauh lebih potensial. "Kondisi alam Gorontalo tak jauh beda dengan NTT. Iklimnya panas dan kering. Tapi di sana, pemerintahnya bekerja fokus. Pemerintah punya komitmen sangat kuat untuk mengembangkan jagung sebagai komoditi unggulan. Maka jadinya hanya seketika Gorontalo menjadi terkenal. Ekonomi masyarakatnya juga membaik," ujar Benu memberi contoh.

Lantas NTT? Kita tak bisa memungkiri kenyataan bahwa lahan jagungnya luas, kondisi alam pun memungkinkan untuk pengembangannya. Namun fakta justeru memperlihat keadaan yang kontraproduktif. Lahan yang ada itu belum digarap maksimal oleh masyarakat. Pemerintah juga belum mengoptimalkan potensi tersebut. 

Tanaman jagung sepertinya tidak mendapat tempat di hati pemerintah. Padahal tanaman itu menjadi sandaran utama ekonomi masyarakat yang umumnya berdomisili di desa-desa. Ini terjadi karena pemerintah dan masyarakat belum berjalan bersama-sama. 

Masyarakat selalu dibiarkan bekerja sendiri, menanam jagung hanya di saat musim hujan. Sementara intervensi pemerintah juga sangat terbatas kalau tidak disebut sangat minim. Optimalisasi luas lahan dengan sentuhan teknologi tepat guna juga hampir tidak ada. Akibatnya, budidaya jagung terbatas, panenan pun terbatas. Ujung-ujungnya, ketersediaan jagung sebagai salah satu stok pangan juga terbatas. Karena itu tatkala stok menipis, masyarakat pun serta merta mengeluhkan krisis pangan.

Dengan demikian, yang perlu dilakukan ke depan adalah pemerintah harus mempunyai program unggulan yang jelas dan terarah. Program primadona tersebut harus diselaraskan dengan alam NTT yang agraris ini. Bila program dibuat secara matang, diaplikasikan juga secara optimal, maka hasil yang diperoleh pun akan mudah diprediksi.

Data yang diperoleh Pos Kupang dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura NTT menyebutkan, luas tanaman jagung di NTT 244.768 hektar. Luas panen 232.529 hektar dengan produksi 588.152 ton. Itu berarti, setiap satu hektar tanaman jagung, hanya menghasilkan dua ton lebih. Jika produksi jagung hanya seperti itu, sementara tingkat konsumsi relatif tinggi, maka wajar kalau masyarakat mudah sekali mengeluhkan krisis pangan.

Berangkat dari fenomena ini, maka sangat tepat jika kita sepakat dengan Gubernur Drs. Frans Lebu Raya dan Wakil Gubernur, Ir. Esthon Foenay, M.Si agar tahun-tahun mendatang mengonsentrasikan perhatian pada pengembangan jagung tanpa memalingkan program dari potensi unggulan lainnya.
Jagung perlu mendapat tempat strategis, karena selain berhubungan langsung dengan penguatan ekonomi rakyat, usia produksi jagung itu pun pendek. Hanya tiga bulan saja, tanaman itu sudah bisa dipanen. Jadi, kalau jagung dibudidayakan sepanjang tahun alias tanpa kenal musim, maka hasil yang diperoleh pun pasti lebih baik pula. Pendapatan petani pun otomatis bertambah.

Karena itu, mulai saat ini pemerintah hendaknya menjadikan jagung sebagai tanaman masa depan NTT. Pertimbangannya, selain tanaman itu telah menyatu dengan masyarakat, budidayanya juga tidak sulit. Karena itu, ketika pemerintah memberikan perhatian lebih, masyarakat juga pasti tergerak untuk usaha itu. Tinggal sekarang bagaimana pemerintah menyediakan fasilitas pendukung lainnya.

Kita berharap rencana pemerintah menjadikan jagung sebagai salah satu komoditi unggulan NTT itu tidak sekadar lip service dari duet kedua pemimpin ini. Pemerintah harus benar-benar mewujudkannya, sehingga harapan masyarakat yang menantikan wujud dari Program 'Anggur Merah' itu bisa terjawab. (*)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes