KUPANG, PK -- Budidaya jatropha (jarak pagar) di Nusa Tenggara Timur (NTT) gagal. Kondisi itu terjadi karena pengembangan tanaman tersebut kurang baik. Pemerintah hanya menyebarkan bibit tanpa pendampingan atau penyuluhan tentang perawatannya.
"Warga hanya disuruh menanam jarak dan pemerintah tidak mengintrodusir tentang bagaimana merawat tanaman jarak sampai berhasil. Karena itu, jangan heran kalau budidaya tanaman itu gagal," kritik Wakil Ketua Komisi B, Drs. John Dekresano, M.A saat ditemui di Gedung DPRD NTT, Rabu (3/12/2008).
Berdasarkan kegagalan tersebut, lanjut Dekresano, ke depan sebaiknya pemerintah NTT jangan terlalu membuat rencana besar tanpa melakukan perhitungan secara baik dan benar. Jika menginginkan jatropha berhasil, sebaiknya dicoba dulu sebelum menggalakkan warga untuk menanam. Bukan sebatas menyebar bibit ke daerah-daerah lalu membiarkan petani berjalan sendiri.
"Pola seperti ini jangan sampai merembet kepada rencana pengembangan jagung sebagai salah satu komoditi unggulan di NTT. Kalau budidaya jagung ini tidak didahului dengan kajian, maka ada kemungkinan akan gagal seperti jatropha. Nah, pemerintah harus belajar dari kasus ini," ujarnya.
Sebelumnya, harian ini memberitakan (Pos Kupang 1/12/2008) Asisten II Setda NTT, Partini Hardjokusumo, SH, M.Si mengungkapkan, budidaya tanaman jatropha (jarak pagar) di Nusa Tenggara Timur (NTT) belum menggembirakan. Hingga saat ini, tanaman tersebut belum memberikan hasil seperti yang diharapkan.
"Saya perlu katakan bahwa hasil budidaya tanaman jarak di NTT ini belum menggembirakan. Saya tidak mengatakan bahwa kita gagal atau tanpa hasil sama sekali," ujar Partini saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (27/11/2008) siang.
Dikatakannya, budidaya tanaman itu tersebar di beberapa kabupaten di NTT. Pengembangan tanaman itu dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan selain budidaya tanaman itu, pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga telah membangun pabrik biofuel di Bolok, Kabupaten Kupang.
Akan tetapi, lanjut dia, pabrik itu hingga kini belum beroperasi karena tidak ada bahan baku. Pemerintah juga kesulitan mendapatkan biji jarak dalam jumlah besar.
Sementara itu, Kepala Sub Dinas Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Nusa Tengagra Timur (NTT), Ir. Toga Butar Butar, pihaknya sudah mencari ke mana-mana untuk membeli biji jarak tetapi tidak menemukannya. Untuk membeli cukup dua karung saja pun, biji jarak tidak ditemukan.
Dia menjelaskan, sebelum pabrik dibangun, sudah ada presentasi dari perkebunan bahwa tanaman jarak cocok dikembangkan di NTT. Begitu juga produksinya. Tapi saat ini kenyataannya terbalik.
"Seharusnya ada sinergi antara berbagai pihak. Kami di bidang hilir malah sudah siap tetapi dari hulu yang tidak siap," keluhnya.
Disperindag NTT, lanjut dia, siap membeli biji jarak dari masyarakat dengan harga Rp 1.000/kg di lokasi penjualan atau Rp 1.500/kg bila diterima di Kupang. Tetapi hingga saat ini, komoditi yang dicari itu tidak ditemukan," ujarnya. (ely)
Budidaya Jatropha di NTT Tahun 2007
Belu 450 ha (dana Rp 508.750.000)
Alor 450 ha (dana Rp 508.750.000)
Flores Timur 250 ha (dana Rp 282.500.000)
Pos Kupang edisi Jumat, 5 Desember 2008 halaman 9