Pesisir pantai Pulau Bunaken |
Sejak dahulu kala untuk minum dan memasak makanan, air didatangkan warga Pulau Bunaken dari Kota Manado dengan biaya selangit. Walaupun di pulau tersebut memiliki sumber air, namun sebagian besar mengandung garam atau lazim disebut warga Bunaken air slobar. Sulitnya air bersih pun menuntut warga Pulau Bunaken menampung air hujan untuk cadangan kebutuhan sehari-hari.
Tak heran hampir setiap rumah, warga selalu meletakkan tampungan di bawah pancuran atap rumah. Yemima Julian (51), warga Kelurahan Bunaken, Kecamatan Bunaken Kepulauan mengatakan, untuk memenuhi air keperluan sehari-hari ia mengandalkan curah hujan. Tiap kali hujan, Julian tak pernah absen menampung air. Bahkan saat larut malam ia bangun menampung air hujan demi memenuhi ember dan tempayan. "Biar tengah malam, kalau hujan turun, tetap harus tampung air," kata Julian kepada Tribun Manado di Pulau Bunaken, Sabtu (20/7/2013).
Julian merasa beruntung beberapa hari belakangan curah hujan sedang tinggi sehingga cadangan airnya bisa bertahan agak lama. "Kami punya tampungan empat jeriken dan satu ember besar. Kalau tampung air setidaknya bisa simpan uang sedikit," tuturnya.
Menurut dia, air hujan yang ditampung lazimnya digunakan untuk masak. Untuk MCK cukup menggunakan air slobar yang terasa asin. Sedangkan untuk minum terpaksa beli air isi ulang yang disuplai dari wilayah daratan Manado. Biasanya hampir tiap hari perahu taksi membawa kebutuhan air minum. Air mineral isi ulang satu jeriken dijual Rp 12 ribu. Harga Rp 20 ribu yang masih bersegel.
Apakah keluarga Julian pernah minum air hujan? Dia tidak menampik kenyataan itu. "Kalau lagi kepepet tak punya uang karena hasil laut lagi kurang, air hujan dimasak untuk dipakai minum," kata Julian. Keluarga kecil Yemima terdiri dari empat orang. Dalam seminggu hanya untuk air minum Julian harus mengeluarkan kocek Rp 24 ribu untuk dua jeriken.
Diakuinya, biasanya krisis air saat musim panas terjadi di pertengahan tahun. Kalau tak ada hujan, ia harus mengeluarkan uang membeli air untuk masak. Air dipasok dari mata air Pangalisang, sekitar 3 kilometer jauhnya dari kampung. Untuk mendapatkan satu jeriken Julian keluarkan uang Rp 1.000. "Seminggu butuh lima jeriken," kata dia.
Kesulitan air bersih pun dirasakan pengelola cottage di wilayah Liang, Pulau Bunaken. Sudah bertahun-tahun sejak usaha pariwisata di Bunaken berkembang, tak pernah tersentuh pelayanan air bersih yang memadai.
Ana, pengelola salah satu cottage di sana mengandalkan sumur di belakang rumahnya, namun karena mengandung air asin, tepaksa hanya dimanfaatkan untuk MCK. Sumur sudah terhubung dengan jaringan pipa ke kamar-kamar cotage menggunakan mesin pompa. Meski harus menggunakan air slobar setidaknya masalah kebutuhan MCK teratasi. Untuk minum, kata Ana, sudah pasti harus dipasok dari Manado. Dia tinggal membelinya di warung. Kalau lagi ramai tamu, dua atau tiga jeriken habis untuk seminggu, kalau sepi satu jeriken cukup.
Untuk air memasak, lanjutnya biasanya dibeli per jeriken. Seminggu bisa menghabiskan 10 jeriken. Satu jeriken Rp 1.000 "Dibeli dari warga yang punya sumur air tawar," katanya. Karena berada di pesisir pantai, untuk mengangkut kebutuhan air dilakukan lewat laut dengan perahu.
3 Proyek Air Bersih
Pemerintah Kota (Pemko) Manado bukan tanpa usaha menyediakan fasilitas air bersih di Pulau Bunaken. Setidaknya ada tiga proyek berbeda yang dibangun pemerintah, tetapi kini proyek air bersih itu tak lagi berjalan.
Informasi yang dihimpun Tribun Manado, Pulau Bunaken punya sumber mata air di Pangalisang, sekitar 3 km dari pesisir Kelurahan Bunaken. Proyek pertama ini memanfaatkan mata air. Fasilitas itu menyedot air ke penampungan dengan pompa kemudian disuplai lewat jaringan pipa ke belasan titik keran di Kelurahan Bunaken.
Proyek kedua, bak penampungan di Kelurahan Bunaken pada masa kepemimpinan
Wali Kota Jimmy Rimba Rogi.
Proyek ini menyuplai berkala air bersih dari Manado menggunakan kapal laut lalu ditampung di reservoar. Terakhir proyek desalinator bantuan dari Kementerian Kesehatan. Alat itu menyaring air laut menjadi air tawar hingga bisa diminum. Ada tiga unit, tapi semuanya tak berfungsi.
Bastiano Kansil (54) warga Kelurahan Bunaken lingkungan II, Kecamatan Bunaken Kepulauan, masih ingat ketika tahun 2002 bersama warga lain membangun fasilitas air bersih di mata air Pangalisang. Bantuan dari pemerintah dikerjakan swadaya bersama masyarakat. Warga membangun penampung air bersih, dan jaringan pipa ke pemukiman warga. Sempat dimanfaatkan beberapa tahun, berangsur fasilitas tak lagi berfungsi akibat mesin pompa rusak. Belakangan tong penampungan air ikut hilang dicuri orang. "Tidak tahu siapa yang ambil," katanya.
Sampai sekarang jaringan pipa masih ada, namun sudah terabaikan. "Padahal airnya bagus, cuma sering beberapa titik keran cuma mengalir kecil karena air hanya dilucur dari penampung," katanya mengenang fasilitas itu. Setelah kegagalan proyek penampungan air di masa Wali Kota Rimba Rogi, sekali lagi proyek air bersih berakhir mengenaskan, adalah proyek fasilitas desalinator.
Setidaknya ada tiga unit desalinator di Pulau Bunaken, diperoleh dari bantuan Kementerian Kesehatan lima tahun silam, semuanya tak berfungsi. .Menurut Hidayat Paransa, Kepala Lingkungan V Kelurahan Bunaken, alat itu sejak dua tahun silam tak lagi berfungsi. Saat masih berfungsi andilnya sangat besar menyediakan air minum untuk warga. "Kekuatan pakainya cuma 3 sampai 4 tahun, tahun keempat sudah kelihatan rusaknya, pas tahun kelima tak berfungsi," katanya.
Paransa yang mengelola pemanfaatan mesin tersebut mengatakan, kerusakan ada di filter penyaring air asin. "Fillternya sudah bengkak, mau diganti tapi alatnya tak dijual di Manado, adanya di Surabaya. Sudah disampaikan ke kecamatan tapi belum ada tindak lanjut," katanya. Ia menjelaskan, efektifnya dua tahun pertama penggunaan berjalan lancar, air asin dari sumur disaring hingga tak lagi berasa. Tiap 1.000 liter yang diolah mesin, bisa hasilkan 700 liter air tawar. (ryo)
GSVL: Ubah Air Laut
WALI Kota Manado GS Vicky Lumentut bicara mengenai kesulitan air bersih yang dirasakan warga Pulau Bunaken. Menurutnya, kesulitan itu tidak hanya dirasakan warga Buanaken melainkan hingga sebagian wilayah di Kota Manado. "Termasuk Pulau Siladen dan Manado Tua," kata Lumentut kepada Tribun Manado seusai menghadiri kegiatan sayembara nasional penulisan Otonomi Daerah tingkat SLTA (sederajat) dan perguruan tinggi (S1) di MCC, Senin (22/7/2013).
Dijelaskannya, seharusnya hingga tahun 2015 cakupan layanan air bersih di Kota Manado sudah mencapai 80 persen sesuai target Millennium Development Goals (MDGs). Sampai saat ini layanan itu belum sampai 40 persen.
"Namun demikian, seperti diketahui bersama Pemko Manado tengah melakukan kerja sama dengan PT Air dan Water Laiding Maskapai Dreente (WMD). Kami akan melakukan sebuah trobosan untuk meningkatkan cakupan air bersih," tuturnya. Menurut wali kota target Pemko Manado sampai tahun 2015 minimal bisa mencapai 68 persen layanan air bersih.
"Berarti wilayah-wilayah yang belum menikmati air bersih harus dipikirkan, termasuk tiga pulau tersebut. Kami akan terapkan teknologi mengubah air laut menjadi air tawar dimana saat ini sedang digodok oleh PT Air Manadodan Dinas Pekerjaan Umum (PU). Mudah-mudahan menjadi solusi dalam waktu yang tidak lama," kata Lumentut.
Sementara Wakil Wali Kota Manado Harley Mangindaaan mengatakan Pemko Manado akan mengevaluasi proyek air bersih untuk warga Pulau Bunaken yang kini tidak lagi berfungsi. "Nanti dicek dahulu. Setelah itu kami tentukan langkah berikutnya," kata Ai, sapaan akrab Harley Mangindaan, Minggu (21/7).
Wakil wali kota menambahkan, Pemko Manado juga akan mencari tahu penyebab terjadinya kerusakan pada fasilitas mesin desalinator (alat penyulingan air laut menjadi air tawar) di Pulau Bunaken. (crz/dma)
Sumber: Tribun Manado 23 Juli 2013 hal 1