Rona Kehidupan Atlet Legendaris Sulut (1)

ilustrasi
Di masa lalu mereka mengharumkan nama daerah Sulut. Puja dan puji menghampiri. Disanjung setinggi langit. Bagaimana nasibnya sekarang? Tak banyak yang tahu!

SIANG itu, Gedung KONI di kawasan Sario Manado tampak sepi.  Hanya beberapa gerobak penjual parkir di area depan gedung. Sesaat kemudian, empat orang anamendatangi sebuah gerobak jualan. Mereka disambut pria berumur lima puluhan. Seorang anak membeli minuman ringan, tiga lainnya duduk di kursi plastik di depan gerobak.  Suasana berubah cair. Tawa riang terdengar.

Ternyata pemilik jualan dalam gerobak  itu  adalah Sam Saud.  Banyak warga Sulut khususnya pecinta olahraga agaknya tidak asing dengan nama pelari nasional di era 1970-an ini. "Mereka adalah anak didik saya yang datang untuk berlatih," tutur Sam Saud kepada Tribun Manado, Selasa (24/4/2012).

Sam kemudian bercerita tentang masa lalunya. Dia jatuh cinta pada atletik sejak masa kecil di Makassar. "Waktu itu hanya lari pagi dengan teman - teman," tuturnya. Ia kemydian coba  mengikuti lomba lari antar kecamatan. Di luar dugaan ia menjadi juara satu. Saat pindah di Manado tahun 1972, ia langsung bergabung di sebuah klub lari.

Di klub itu ia mulai ditempa. Beberapa kejuaraan mulai diikuti seperti lomba lariantar mahasiswa Indonesia timur di Makassar tahun 1977. Di situ ia meraih juara untuk nomor 5.000 meter. Kariernya meningkat pesat hingga setahun kemudian ia mengikuti Kejuaraan Atletik Asean Indonesia Open di Jakarta.

Dalam turnamen yang diikuti pelari se-ASEAN ia juara nomor  lari 10 000 meter. Hal itu diakuinya sebagai pencapaian terbaik. "Saat itu saya dapat mengalahkan juara-juara dari negara ASEAN," ujarnya. Sam pun terus menuai prestasi. Setelah pensiun dari atlet Sam mulai merintis karier sebagai pelatih. Ia bahkan sempat menjadi pelatih atletik nasional sebelum kembali ke Manado. Karier kepelatihannya di Sulut  sejak tahun 1986. Sempat melatih di berbagai klub, pada akhirnya ia memutuskan membentuk klub sendiri. "Itu dimulai sejak tahun 1988," tuturnya.

Beberapa tawaran kerja pernah datang antara lain menjadi PNS. Tawaran itu sempat dipertimbangkannya. Setelah  berpikir berulang kali, ia memutuskan menjadi pelatih saja. "Mungkin karena kecintaan saya pada olahraga ini," ujarnya. Diakuinya melatih tidak mudah. Tanpa rumah, ia pun memilih tinggal di gedung KONI. Sebuah ruangan di bawah tangga dijadikan sebagai rumahnya. Kondisi itu berlangsung hingga tiga tahun yang lalu.  Uang yang didapat selalu dihabiskan untuk kepentingan klub.

Kepada anak asuhnya, Sam tidak pernah memungut biaya. Berbagai cara dilakukan untuk mempertahankan keuangan klub. Salah satunya dengan menjual berbagai makanan kecil, air mineral dan lainnya. Meski sedikit namun hal itu sangat membantu.  Ia mengaku tidak tega membebani anak didiknya dengan biaya. "Banyak anak didik saya yang datang dari keluarga miskin," tuturnya. Meski kekurangan biaya namun klub atletik milik Sam  sudah banyak menelorkan atlet andal. "Deysi Sumigar, Nitje Durand adalah anak didik saya," kata Sam.

Selama itu pula ia tidak pernah mendapat bantuan keuangan dari pemerintah daerah. Bantuan baru dia terima tahun 2009. Melalui kementerian olahraga di masa Adhyaksa Dault, ia mendapat bantuan sebesar Rp 100 juta. Uang itu digunakan untuk membeli rumah di Perumahan Maumbi Permai Watutumou.  Hanya rumah itu jarang ditinggali. "Mungkin karena saya dan keluarga telah terbiasa tinggal di sini," ujarnya.

Salah satu hal yang paling disyukuri Sam adalah menikah dengan Najma Potolaeng. Larut dalam tugas, ia hampir lupa menikah. "Saya menikah pada usia yang tua," ujarnya.  Dapat memahami kesulitan maupun penderitaannya, Sam melukiskan istrinya sebagai istri terbaik.

"Sejak saya menikah maka beban lebih ringan, saya bisa melatih sedang istri saya menjaga jualan," tandasnya. Rizky Fahreza, buah kasihnya dengan Najma berkeinginan menjadi pelari. Bersama istrinya, Sam bertekad untuk terus mencetak atlet-atlet berprestasi. Tentang minimnya perhatian pemerintah ia enggan berkomentar. Yang dipikirkannya hanya terus melatih. (arthur rompis)

Sumber: Tribun Manado 25 April 2012 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes