Pestisida dari Bawang dan Cabai

Siapa sangka daun sirsak, bawang putih, cabai dan daun pepaya bisa menjadi sumber utama bahan pestisida organik?

TANGAN terampil anggota kelompok tani Skipa Airmadidi Bawah Kabupaten Minahasa Utara mampu mengelola bahan-bahan tersebut menjadi pestisida organik yang ramah lingkungan dan sehat. Mereka  bekerjasama dengan PT Tirta Investama Airmadidi.

Menurut Herry Rumimpen, penyuluh pertanian kelompok Skipa, pengembangan pestisida organik digeluti petani sejak setahun silam. Tumbuhan yang dipilih mengandung kadar racun untuk hama serangga, jamur dan ulat. Pembuatannya pun relatif mudah. Petani mendemonstrasikan pembuatannya di tengah sawah Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara, Rabu (18/4/2012).

 Kali ini mereka memilih bahan daun sirsak, bawang putih, dan cabai rawit. Semuanya direbus. Tetapi menurut Rumimpen bahan dari daun seperti daun pepaya dan mahoni tidak perlu dimasak. "Daun yang harus dimasak daun sirsak dan daun tomat muda," katanya. Bahan lain yang bisa dimanfaatkan untuk pestisida organik, kata Rumimpen, yakni buah jarak pagar, kecubung, mahkota dewa, pepaya, jahe dan kunyit.

Pembuatannya tak makan waktu lama. Setelah direbus setengah jam, hasil rebusan ditampung dalam jeriken untuk fermentasikan selama 6 sampai 12 jam. "Setelah itu tinggal digunakan. Seminggu dua kali  disemprotkan ke tanaman," jelasnya. Hasil rebusan satu siung bawang putih misalnya bisa digunakan untuk satu bedeng tanah.
Jony Tanut (58), petani dari kelompok Skipa menjelaskan, pestisida organik tersebut cukup ampuh mengatasi hama padi. Sejauh ini, hasil beras organik, sangat berkualitas "Saya panen hasilnya bagus, padinya berisi," katanya.

Selain pestisida, kata Tanut, kelompoknya mengembangkan pupuk organik. Memang selama ini, pupuk organik dibantu pemerintah. Namun, pernah sekali, mereka buat sendiri dari bahan pupuk organik kedaluarsa dicampur sekam padi dan tanah. "Ada lagi pupuk organik yang lebih rumit, pakai kotoran sapi, bahkan ada campurannya menggunakan gula merah. Itu untuk meningkatkan bakteri yang beguna untuk tanah," jelasnya..

Untuk jangka pendek, menurut Rumimpen, pertanian organik belum memberikan keuntungan maksimal bagi petani mengingat hasil pertanian organik di pasar lebih tinggi harga jualnya dan kalah bersaing dengan produk non organik.

Namun, ada manfaat lain yang lebih besar yakni dengan pupuk organik, unsur hara dalam tanah kian meningkat. Berbeda sekali dengan penggunaan bahan kimia yang dapat menurunkan kualitas tanah pertanian. "Kalau pertama-pertama, penggunaan pupuk organik masih dalam proses memperbai tanah, sehingga ada gejolak. Nanti setelah dua  sampai lima tahun, tanah kembali semula seperti saat belum pakai bahan kimia," paparnya.

Hasil pertanian organik memang kalah di harga jual, namun unggul  kualitas. Menurut Rumimpen, beras organik tanpa bahan kimia dijamin lebih menyehatkan. "Isi butiran lebih berisi, sehingga lebih berat, segi rasa lebih enak," ucapnya.
Dampak lain, pertanian sungguh ramah lingkungan, ekosistem pun lebih terjaga.
Rumimpen mengatakan, memulai pertanian organik cukup sulit  karena kebanyakan petani sulit menerapkan sesuatu di luar kebiasaan.  Semisal penggunaan pupuk, apabila sudah biasa menggunakan pupuk kimia, untuk pindah ke pupuk organik sulit. Namun kelompoknya tidak putus asa. Mereka  akan terus merintis jalan pertanian organik yang sehat dan ramah lingkungan itu. (riyo noor)

Sumber: Tribun Manado 20 April 2012 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes