Siapa bilang terpilih menjadi wakil rakyat itu serba enak? Setelah meraih mandat rakyat lewat pemilu, anggota dewan dihadapkan pada kewajiban merawat kepercayaan konstituen dengan beragam cara. Salah satu yang populer adalah mengabulkan proposal permintaan dana dari berbagai elemen masyarakat. Andalkan gaji tak mungkin cukup. Dewan mesti cerdas mengakalinya.
Investigasi Tribun Manado menemukan fakta menarik. Setiap anggota DPRD di Sulawesi Utara (Sulut), baik DPRD provinsi maupun kabupaten/kota rata-rata menerima 5-20 proposal permintaan bantuan dana per bulan! Total anggota DPRD di Sulut hasil pemilu 2009 adalah 435 orang. Misalnya ambil angka minimal 5 proposal yang masuk ke setiap anggota DPRD per bulan, maka total proposal dana yang masuk ke anggota dewan di Sulut 2.175 proposal per bulan. Jika diletakkan di satu tempat saja akan menciptakan tumpukan proposal yang menggunung bukan?
Banyak kisah unik yang dijumpai wakil rakyat terkait proposal dari konsituen. Konstituen gunakan alasan dan dalih macam-macam agar mendapat bantuan dana, mulai dari kabar tak benar hingga proposal kegiatan fiktif. Seperti dialami anggota DPRD Sulut, Victor Mailangkay, peraih suara terbanyak daerah pilihan (dapil) Manado. Dalam Pemilu 2009 Mailangkay memiliki pendukung 14 ribu orang diukur dari jumlah suara yang ia dapatkan di dapil Manado dengan total sekitar 200 ribu suara (dan 167 caleg saat itu).
Mailangkay pernah terima proposal dari konsituen yang minta dana karena ayahnya meninggal dunia. "Saya hitung sudah tiga kali dia mengaku ayahnya meninggal. Lalu saya tanya memang ayahnya ada berapa? Lalu ia menjawab itu papa adik," ujar Mailangkay, Minggu (15/4). Meski demikian ia memandang semua permintaan bantuan dari pendukung bukanlah beban karena dia hanyalah saluran berkat dan harus disalurkan pula kepada orang lain. "Saya mengalir saja, kalau ada rejeki disalurkan kalau tak ada saya bicara apa adanya," jelasnya.
Selama ini proposal yang masuk padanya ada dua model. Model pertama bantuan dana untuk kegiatan sosial atau pembangunan tempat ibadah dan model kedua bantuan untuk kebutuhan pribadi misalnya sakit, kedukaan, pernikahan, biaya sekolah dan lainnya. Untuk model pertama Mailangkay memfasilitasi dengan dana APBD, diajukan ke pemprov dan finalisasi oleh gubernur, sedangkan untuk bantuan lain ia gunakan uang pribadi sesuai kemampuan. Kira-kira dalam satu bulan dia menerima antara 5 hingga 10 proposal. Bantuan terbesar yang pernah ia berikan Rp 5 juta dan terendah Rp 250 ribu. Untuk sumbangan pernikahan ia mematok antara Rp 250 ribu hingga Rp 1 juta, namun ia mengaku pernah datang ke acara pernikahan tanpa uang karena dompet sedang kosong.
Bila Mailangkay berasal dari latar belakang PNS, ada pula legislator dari kalangan petani. Lexy Solang, anggota dewan dari dapil Minut, Mitra dan Minsel ini mendapat dukungan sekitar 5.800 suara dari total perolehan suara Partai Gerindra sekitar 15 ribu di pemilu 2009. Solang mengaku taip bulan mendapat sekitar 5 proposal dana bantuan, dan biasanya bisa terealisasi 1-2 proposal. "Biasanya saya juga cek dulu kebenaran kegiatannya, ada atau hanya fiktif," ujar Solang. Tiap bulan ia sisihkan antara Rp 3 hingga 4 juta untuk sumbangan semacam itu.
Winda Natalia Titah (Partai Barnas) dari dapil Nusa Utara juga siap membantu konsituen. "Kostituen di dapil harus diutamakan karena mereka sampai saya bisa duduk di kursi yang terhormat ini," ujar anggota Komisi IV DPRD Sulut ini. Winda rata-rata mendapat 5 proposal tiap bulan. Ia menyetujui semua proposal asal dana tersebut benar-benar untuk kepentingan masyarakat. Misalnya membangun gereja.
Ketua Komisi A DPRD Kota Manado, Sultan Udin Musa mengaku dalam sebulan sekitar 20 proposal dana yang masuk padanya. Jumlah uang yang dia berikan bervariasi. "Paling besar Rp 1 juta," ungkapnya. Udin berusaha memenuhi semua permintaan dana apalagi dari pendukungnya. "Masa berhutang untuk memberi kepada orang lain," katanya.
"Kalau untuk proposal tiap bulan rata-rata tiga kali, namun untuk bantuan biasa hampir tiap hari," jelas Anggota DPRD Minahasa Selatan (Minsel), Setly Kohdong. Tak semua proposal dikabulkan. "Kalau ada rekeki, saya berikan, tapi saya selektif dengan melihat apa kepentingan mereka," kata Setly. Menurutnya gaji sebagai anggota dewan, tidak akan cukup untuk membayar seluruh proposal yang masuk."Gaji kami hanya Rp 12 juta per bulan sudah termasuk tunjangan, kalau semuanya diberikan kepada mereka, lalu keluarga mau diberi apa?" jelasnya.
"Kalau saya paling sedikit 1 proposal per minggu, namun kalau bulan sibuk seperti bulan Januari, Agustus, dan Desember dalam satu bulan ada 10 hingga 15 proposal yang masuk," kata anggota DPRD Bitung, Victor Tatanude. "Wajib hukumnya dipenuhi. Hanya besarannya tergantung kebutuhan, ada yang Rp 150 ribu hingga Rp 5 juta," kata Victor, Minggu (15/4/2012).
Ketua Fraksi PDIP di DPRD Minahasa, Dharma Palar mengatakan, dia menerima sekitar 20 proposal tiap bulan. "Saya berusaha membantu sebatas kemampuan saya," katanya. Tak kurang dari 14 sampai 16 proposal bertumpuk di meja Ketua DPRD Bolmong Abdul Kadir Mangkat. Proposal tersebut umumnya minta bantuan dana untuk kegiatan pribadi, kelompok sampai pembangunan tempat ibadah.
Kadir mengaku selalu melayani permintaan di proposal tersebut. "Tetapi jumlahnya tidak semua sesuai dengan angka di proposal," ujar Kadir, Minggu (15/4).
Tak heran gajinya sebagai ketua dewan sebesar Rp 13-14 juta per bulan banyak terkuras untuk melayani permintaan masyarakat. Namun Kadir mengaku tidak memperhitungkan hal itu. "Kalau saya hitung-hitung, seolah-olah ada keinginan timbal balik dari keuntungan tersebut. Pokoknya ikhlaskan saja," kata Kadir.
Sementara Jouddy Moningka, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota Tomohon menerima ratusan proposal tiap bulan sejak dilantik menjadi wakil rakyat tahun 2009. "Proposal di rumah yang masuk mencapai ratusan jumlahnya, ada dari pribadi, ormas, gereja hingga studi lanjut," kata Moningka, Minggu (15/4).
Paulus Sembel, Ketua Komisi A DPRD Kota Tomohon mengatakan, dipercaya menjadi anggota DPRD memiliki biaya politik sangat tinggi. "Inilah konsekwensi sebagai wakil rakyat, proposal yang masuk paling banyak dari kalangan gereja maupun jemaat, pemerintah kelurahan dan organisasi sosial kemasyarakatan. Ada juga dari perorangan," ujar Sekretaris Fraksi PDIP itu. (rob/erv/amg/crz//suk/uke/war)
Gaji Saya Tak Cukup
ANGGOTA DPRD Minahasa Utara (Minut), Piet Luntungan mengatakan tiap bulan ia menerima puluhan proposal. "Pernah sebulan sampai 25 proposal. Saya beri penjelasan ke mereka bahwa gaji saya cuma 10 juta, kalau untuk biayai proposal tentu tidak cukup," ujar Ketua Fraksi Esa Genangku itu, Minggu (15/4/2012).
Luntungan menuturkan, anggota DPRD menjadi sasaran proposal karena masyarakat menilai anggota DPRD punya banyak uang "Tidak semua punya banyak uang. Saya cuma hidup dari gaji. Tidak pernah mau main proyek atau apa. Kalau seperti itu bisa menjerumuskan anggota dewan untuk korupsi," katanya.
Anggota lainnya, Michael Dotulong pun sependapat. Gajinya tak mampu memenuhi proposal permintaan dana dari masyarakat. "Terus terang secara pribadi tidak mampu tanggulangi semuannya," kata Dotulong. Dotulong menyiasati dengan menyerahkan proposal-proposal tersebut ke Pemkab Minut yang memiliki pos anggaran bantuan sosial (bansos). "Enak kalau di dewan dianggarkan bansos," kata Dotulong.
Anggota DPRD Minahasa Tenggara (Mitra) Vocke Ompi mengatakan, jadi anggota dewan bukan berarti jadi kaya raya. Malah sebaliknya bisa saja kondisi finansialnya tak semapan sebelum jadi anggota dewan. "Ya itu kenyataan kok. Buktinya saya. Saya rasa lebih mapan sebelum jadi anggota dewan," ujar Vocke Ompi, Minggu (15/4).
Menurut Vocke, ada berbagai penyebab kemunduran finansial seorang anggota dewan, satu diantaranya adalah biaya politik untuk konstituen di setiap perhelatan acara maupun mengabulkan proposal dana yang masuk tiap bulannya. "Kalau mau ikut semua proposal yang masuk, mana cukup gaji sekitar 10 juta per bulan," tambahnya. Gaji tak cukup untuk biayai proposal juga terlontar dari Ronald Kandoli, anggota DPRD Mitra yang lain."Tak semua proposal diberi bantuan," kata Ronald yang sebulan menerima belasan proposal dari konstituen. (ryo/uke)
New Analysis
Berty Ohoiwutun
Pengamat Politik STF SP
Sok Dermawan
SAYA melihat proposal permintaan dana kepada anggota dewan itu trend dalam masyarakat yang menghubungkan antara ekonomi dan politik. Ada anggapan orang yang bisa meraih kursi di lembaga legislatif itu mapan secara ekonomi sehingga pantas kalau diminta bantuannya. Status sosial seseorang jika berhubungan dengan politik memang menjadi mahal.
Saya yakin ada anggota dewan merasa terbebani dengan banyaknya proposal permintaan dana dari masyarakat. Tetapi mereka sepertinya sulit lepas dari lingkaran tersebut. Saran saya tampil orisinil saja. Kalau tidak punya uang jangan sok dermawan kepada masyarakat lalu melakukan korupsi. Jangan menaikkan citra diri lewat politik uang sebab tidak ada manfaatnya bagi kesejateraan umum.
Kenyataannya, politik uang kerap digunakan bukan untuk kemanusiaan tetapi untuk jaminan terpilih kembali. Contoh yang bisa saya kemukakan di sini saat menjelang pilkada. Walau kecil politik uang terjadi dalam pemberian karangan bunga setiap kali ada peristiwa kematian. Motivasi utama pemberian karangan bunga itu bukan turut berdukacita tetapi demi mendapatkan pengakuan pribadi dari masyarakat.
Dalam masyarakat seperti itu perlu pendidikan politik agar masyarakat semakin peka untuk tidak sebatas melihat keuntungan sesaat, tetapi kepentingan yang lebih jauh yakni kesejahteraan mereka sendiri. Pendidikan politik jangan hanya dibuat saat menjelang pilkada atau pemilu. Gereja dan media bisa membantu masyarakat untuk membedakan mana yang figur yang baik dan mana yang tidak. Yang saya maksudkan ialah apakah itu orang itu pantas dipilih kembali? Di sini hati nurani dan akal sehat konstituen harus dikedepankan. (dma)
Sumber: Tribun Manado 17 April 2012 hal 1