MANADO, TRIBUN - Pelayanan publik di Kota Manado serta kota-kota lainnya di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) masih jauh dari harapan masyarakat yaitu cepat dan murah ongkosnya. Sejauh ini warga Sulut perlu menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk mengurus izin usaha atau mengurus dokumen lainnya seperti SIM, KTP, akte kelahiran, akte pernikahan dan lainnya.
Lamanya mengurus surat izin diungkapkan nelayan di Ratahan, Kabupaten Minahasa Tenggara. Berminggu-minggu adalah waktu yang dibutuhkan para nelayan untuk mengurus Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) serta Surat Izin Usaha Penangkapan (SIUP).
"Wah sama saja di kabupaten dan provinsi, lama sekali. Berminggu-minggu baru selesai, apalagi kalau kadisnya ada rapat dengan atasan," kata Syahrain Andaria, ketua kelompok Nelayan Ponosakan Belang kepada Tribun Manado, Rabu (9/5/2012). Ia punya pengalaman mengurus izin ke provinsi karena kapal yang akan digunakannya di atas 30 grasston (GP). "Kalau di bawah 30 GP kita urus di kabupaten, tapi waktu itu karena di atas 30 GP saya ke provinsi, sekitar dua minggu baru selesai," kata Andaria.
Lamanya proses mengurus SIPI membuat kesal para nelayan karena ada istilah izin melaut keluar tapi ikan sudah lari. "Gigit jari kalau lihat teman-teman nelayan lain dapat ikan besar-besar, sedangkan kita masih urus izin," tambah Andria. Ia berharap ke depan ada perbaikan durasi waktu pengurusan izin melaut bagi nelayan."Idealnya tiga atau empat hari sudah selesai," harapnya.
Mengurus Buku Pelaut Baru di Kantor Administrasi Pelabuhan (Adpel) Bitung pun dikelukan warga kepada Tribun, Rabu (9/5) dan Kamis (10/5) lalu. Idealnya hanya 80 menit selesai, namun kenyataannya baru rampung dua hari. "Saya mau urus Buku Pelaut, datang di kantor Adpel pada hari Selasa (8/5), kemudian diminta kembali keesokan harinya lagi. Hari Rabu (9/5), saya diminta menunggu sampai pukul 14.19 karena mereka mau istirahat makan," kata Jos (57) warga Sanger.
Diakuinya hingga pukul 14.20 hari itu dia belum dapat giliran untuk mengurus buku baru. "Terpaksa menunggu dan menunggu," keluh Jos. Biaya mengurus buku baru dengan masa berlaku lima tahun Rp 150 ribu. Keluhan senada disampaikan Kiki (21) warga Candi. "Rasa bosan juga karena menunggu," kata Kiki yang butuh waktu dua hari menunggu proses itu selesai. "Saya bersama anak saya datang ke Bitung untuk urus Buku Pelaut, di Adpel harus menunggu dari pukul 10 pagi hingga pukul 14.30 belum dilayani," kata Sem, Kamis (10/5/2012).
Dikonfirmasi tentang keluhan tersebut, Kepala Bidang Kelaiklautan Kapal Adpel Bitung, Yefri Medison menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk mengurus Buku Pelaut idealnya hanya 80 menit. "Waktu 80 menit itu kalau tidak ada pekerjaan lain, kepala Adpel berada di tempat dan berkas yang akan diurus warga telah memenuhi syarat dan kententuan sebagaimana dalam protap," kata Medison.
Menurut dia, keterlambatan terjadi karena berkas dari warga tak lengkap.
Bagaimana dengan proses mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB)? Kepala Dinas Tata Kota (Distako) Manado Amos Kenda mengatakan, urus IMB hanya butuh waktu 14 hari. "Saat ini pengurusan IMB semakin mudah, jika warga mengalami kendala bisa langsung telepon maupun SMS saya agar diketahui kendalanya di mana," ujarnya.
Kenda menambahkan nomor teleponnya tidak pernah dinonaktifkan, hal ini agar masyarakat dapat menghubunginya kapan pun. Sedangkan nomor yang didapat antara lain 082271124160 dan (0431)3301565. Namun demikian ia sangat senang jika warga yang menghubunginya melalui SMS agar terdata dengan baik. "Dalam seminggu biasanya dua sampai dengan tiga warga yang telepon menanyakan berkasnya yang sedang diproses," kata Amos Kenda.
Seorang pengusaha yang enggan ditulis namanya mengaku waktu untuk mengurus IMB di Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu ( BP2T ) Manado sangat lama dengan proses berbelit. "Saya pernah mengurus hingga 17 hari," katanya. Kesulitan dialaminya sejak awal. "Waktu itu disuruh bolak balik, katanya berkas saya tidak lengkap," tuturnya. Ia menyarankan agar ketentuan mengenai IMB disosialisasikan kepada masyarakat. "Jangan cuma ada di kantor BP2T," katanya.
Tanpa Keluhan
Pelayanan publik di Dinas Catatan Sipil (capil) Minahasa Utara patut diacungi jempol, bahkan bisa dijadikan contoh. Pantauan Tribun Manado, Rabu (9/5), pelayanan berjalan lancar tanpa menuai keluhan dari warga. Mesakh Derek, Gembala Gereja KGPM Pulau Naen, misalnya. Ia sering berurusan dengan capil untuk membuat akte perkawinan dan kematian jemaatnya di Naen. Sejauh ini,
Derek puas dengan pelayanan "Tak ada masalah, pelayanan ramah, harga bayar pembuatan akta sesuai perda, antre tidak panjang sehingga tidak memakan banyak waktu," ujar Derek.
Meski ada hambatan, Kepala Dinas (Kadis) tengah tugas luar, hingga berkasnya belum ditandatangani, Derek memaklumi "Saya terlambat datang tadi, Kadis baru pergi, saya maklum beliau ada tugas luar, besok saya kembali, ambil berkasnya," paparnya. Harga pembuatan akta kematian dibandrol Rp 50 ribu, sedangkan akta pernikahan Rp 150 ribu.
Hal senada diutarakan Royke Mailangkay, warga Talawaan. Hari itu ia datang mengurus KTP. Ia pulang dengan wajah berseri usai menerima KTP baru. Saking senang pelayuanan cepat, ia rela tak mengambil uang kembalian dari petugas capil "Cepat, cuma setengah jam sudah ada. Kita kasih 50 ribu, biar jo, nda ambil depe kembalian (biar sudah, saya tak ambil uang kembaliannya)," tuturnya.
Ongkos pembuatan KTP di Minut Rp 25 ribu, sedangkan kartu keluarga (KK) Rp 30 ribu.
Sita Tumanggor, warga Perum CBA Desa Mapanget pun mengaku mengeluarkan biaya sesuai daftar harga. Ia mengeluarkan Rp 80 ribu untuk dua lembar KTP dan selembar KK "Saya sudah lama buat, dua minggu lalu, cuma baru ada kesempatan ambil sekarang," katanya. (uke/ryo/crz/erv/art)
Kota Manado Tersulit, Gorontalo Lebih Mudah
OPERATIONS Officer Investment Climate International Finance Corporation (IFC) Indonesia, Sandra Pranoto menuturkan, berdasarkan hasil survei Doing Business di Indonesia 2012 dengan analisa indikator-indikator kuantitatif, proses mendirikan usaha paling cepat ada di Kota Yogyakarta, Palangka Raya dan Gorontalo.
"Waktu yang dibutuhkan hanya 27 hari," ungkapnya kepada Tribun Manado, Rabu (9/5/2012). Hasil survei Doing Business di Indonesia 2012 juga menunjukkan, Manado merupakan kota paling sulit di negeri ini dalam hal proses mendirikan usaha. Di Manado membutuhkan waktu 34 hari untuk mendirikan usaha sama dengan kondisi di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Semarang jauh lebih baik karena hanya butuh waktu 28 hari.
"Melihat Gorontalo dan Palangka Raya proses pendirian usahanya hanya 27 hari, tentu hal ini serupa dengan proses pendirian usaha yang ada di Thailand," ungkap Sandra. Menurutnya, di hampir seluruh kota Indonesia, hampir separuh dari waktu untuk mendirikan usaha dihabiskan untuk merampungkan langkah-langkah pra pendirian. "Seperti pemesanan nama, notarisasi akta pendirian perusahaan dan akta pendirian usaha," urainya.
Ia menuturkan, pengesahan pendirian perusahaan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia biasanya diterbitkan dalam waktu 7 hari. "Satu minggu lebih cepat dibandingkan tahun 2010," ujarnya. Namun, para pengusaha di kota-kota luar Jakarta harus menanti 7 hari lebih lama untuk mendapat persetujuan. "Harus melalui jasa kurir yang digunakan oleh kementerian," demikian Sandra.
Sandra mengatakan, pengaturan kebijakan usaha di berbagai daerah di Indonesia masih satu atap namun fakta di lapangan terdapat perbedaan. "Ternyata masih terdapat perbedaan yang cukup nyata di antara kota-kota yang diukur," tutur perempuan berkulit sawo matang ini. Ia menjelaskan, desentralisasi yang dimulai satu dekade lalu memberikan kewenangan penuh pada pemangku pemerintah setempat untuk menerbitkan izin usaha. Hasilnya, pemerintah daerah memberlakukan praktek-praktek perizinan usaha mereka sendiri dan mengimplementasikan peraturan nasional secara berbeda-beda. "Kadang masih ada kebijakan yang kurang baik, tidak bersahabat dengan iklim usaha," tuturnya. (bdi)
Peringkat Kota
1. Yogyakarta
2. Palangka Raya
3. Surakarta
4. Semarang
5. Banda Aceh
6. Gorontalo
7. Balikpapan
8. Jakarta
9. Denpasar
10. Mataram
11. Palembang
12. Bandung
13. Pontianak
14. Surabaya
15. Batam
16. Pekanbaru
17. Makassar
18. Jambi
19. Medan
20. Manado
Sumber: Doing Business Indonesia 2012
Sumber: Tribun Manado 15 Mei 2012 hal 1