ilustrasi |
Sampai saat ini tinggal dua kesebelasan yang harus memainkan satu pertandingan yakni tuan rumah Perse Ende vs Persami Maumere. Hasil pertandingan itu akan menentukan tim mana yang lolos ke perempatanfinal dari Grup A. Menurut logika enteng, Perse yang paling berpeluang karena memiliki keunggulan selisih gol dan cukup berusaha menahan seri Persami. Tapi kondisi di lapangan bisa saja berbicara lain.
Sampai pertandingan kemarin, empat tim telah meraih tiket babak enam besar yakni PSK Kodya Kupang, Persewa Waingapu, PSN Ngada dan Persim Manggarai. PSK Kodya Kupang tampil sebagai juara Grup B dengan nilai 5 hasil sekali menang dan dua kali seri. Sedangkan Persewa menempati posisi runner-up dengan nilai 4 hasil sekali menang dan dua kali seri. Juara bertahan PSN Ngada maju ke perempatfinal setelah menjuarai Grup C dengan nilai 7, hasil dua kali menang dan sekali seri disusul Persim dengan nilai 6, hasil dua kali menang dan satu kali kalah dari PSN Ngada.
Berdasarkan hasil keputusan technical meeting, Rabu (24/11/1999) lalu, babak perempatfinal terbagi dalam dua grup. Mengacu pada keputusan ketika itu, maka Persewa dan PSN Ngada selanjutnya bergabung di Grup I. Satu tim lainnya diisi juara Grup A yang baru bisa diketahui usai pertemuan Persami vs Perse. Sedangkan PSK Kodya Kupang dan Persim masuk Grup II perempatfinal. Tim lainnya adalah runner-up Grup A babak penyisihan. Juara dan runner-up Grup I dan II babak enam besar inilah yang berhak maju ke semifinal. Untuk meraih tiket final, juara Grup I akan menjamu runner-up Grup II dan juara Grup II menjajal kemampuan runner-up Grup I.
***
SETELAH menyaksikan 17 partai selama babak penyisihan, ada hal-hal yang begitu indah mengisi ruang batin kita. Namun, tidak sedikit pula peristiwa atau insiden yang melukai hati pecinta sepakbola, menodai sportivitas dan mencubit nakal tali-tali emosi persaudaraan Flobamora.
Salah satu sisi menarik adalah antusiasme penonton yang begitu besar terhadap turnamen di ibu kota Kabupaten Ende ini. Sampai partai ke-17, penonton hampir selalu memadati Lapangan Perse maupun Stadion Marilonga. Artinya, turnamen El Tari Memorial Cup memang masih mendapat tempat yang tampan dalam ruang hati masyarakat Nusa Tenggara Timur. Kendati ketertiban penonton di lapangan masih memerlukan kerja keras panitia, tetapi masalah itu tinggal bagaimana kerja panitia selanjutnya.
Partisipasi 12 dari 14 kabupaten se-NTT pun menunjukkan bahwa turnamen ini sungguh bergengsi. Saling pengertian antarpemain dan ofisial dengan para wasit maupun Inspektur Pertandingan menghadapi suatu masalah di lapangan pun patut diacungi jempol. Setiap kasus selama babak penyisihan itu bisa dicarikan jalan keluar terbaik dalam prinsip win-win solution. Kerja keras panitia menyukseskan agenda dua tahunan ini juga patut dihargai. Meski perjalanan masih panjang, tetapi tetesan keringat mereka tak laik kita abaikan.
Yang menyesakkan dada kita justru terjadi pada detik-detik akhir babak penyisihan. Munculnya ancaman terhadap wasit dalam pertemuan Perseftim vs Persami, Senin (29/11/1999), kiranya tidak boleh terulang lagi. Juga mentalitas sejumlah pemain yang gampang marah dan suka menyulut emosi rekan-rekan atau pemain lawan. Seorang pesepakbola sejati mestinya piawai memperagakan keterampilan kaki mengolah bola. Bukan asal sepak, asal tendang dan begitu cerewet mengeluarkan kata-kata yang menodai etika ketimuran.
Dari sisi permainan, strategi pun taktik sebuah tim yang telah diperlihatkan selama babak penyisihan ini, saya ingin mengingatkan para peserta El Tari Memorial Cup '99 bahwa kita semua sedang menghadapi ancaman "sepakbola gajah". Atau gempurak teknik "main sabun" yang dalam jagat olahraga haram hukumnya karena mengangkangi sportivitas serta semangat fair play.
Mohon maaf sebesar-besarnya jika saya berusaha berkata jujur dalam ruangan ini bahwa saya terkejut menyimak penampilan serta hasil pertandingan antara PSK Kodya Kupang vs Persewa Waingapu yang berakhir 5-5 dan Persap Alor vs Perss SoE dengan skor 2-2 di Lapangan Perse, kemarin. Tetapi saya tidak menyimpulkan peristiwa itu sebagai permainan "sepakbola gajah" atau "main sabun" karena memang tidak berhak mengatakannya.
Saya cuma terkejut karena merasa penampilan tim kesayangan saya PSK Kodya Kupang tidak seperti biasanya. Demikian pula dengan Persap yang sangat saya kagumi itu. Tetapi, lupakanlah perasaan seperti ini - yang mungkin dirasakan pula oleh Anda yang menyaksikan langsung di Lapangan Perse kemarin. Sebab dalam dunia sepakbola selalu mungkin terjadi hal-hal di luar dugaan. Tim yang dipandang kuat bisa saja kalah. Demikian juga sebuah pasukan yang dianggap lemah, sanggup mematahkan tim raksasa sekalipun.
Rasanya menjadi harapan semua pihak bila sepakbola gajah atau main sabun itu tidak sungguh-sungguh terjadi dalam turnamen El Tari Memorial Cup '99 di Ende ini. Pertemuan terakhir Perse vs Persami, akan menjadi salah satu batu ujian penting tersebut. Karena apalah artinya kita mengejar kemenangan, mengejar posisi terhormat, berusaha menjadi yang terbaik, tetapi dengan mempraktekkan cara-cara yang tidak sportif? Tega nian kita menyingkirkan seorang sahabat dengan menikamnya secara tak jantan!
Sejarah anak manusia mencatat, main sabun membuat sepakbola cuma jalan-jalan di tempat. Sepakbola gajah selalu meninggalkan luka di hati pencinta kejujuran, keadilan dan kebenaran. Lebih dari itu, ia merusak pesan luhur momentum terhormat El Tari Memorial yang kini sedang kita ayubahagiakan bersama di bumi Tri Warna, di tengah belaian mesra tanah Ende Lio Sare. *
Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, juga Pos Kupang Pos Kupang edisi Rabu, 1 Desember 1999. Artikel ini dibuat menanggapi hasil babak penyisihan kejuaraan sepakbola El Tari Memorial Cup 1999 di Ende.