Bila Olsen Berani Keluar Sarang

TANGGAL 23 Juni 1994, Italia mengalahkan Norwegia yang diasuh Egil Olsen 1-0 di Giants Stadium New York dalam lanjutan babak penyisihan grup E Piala Dunia 1994. Gol tunggal Dino Baggio pada menit ke-69 membuka peluang tim Azzuri lolos ke putaran kedua sekaligus mengobati kekecewaan Italia yang sebelumnya menyerah 0-1 pada Irlandia. Seluruh rakyat Italia larut dalam pesta. Dino Baggio dielu-elukan dan pelatih botak Arrigo Sacchi dapat pujian.

    Namun, kegembiraan itu bukan untuk Gianluca Pagliuca. Italia menang, tapi Pagliuca diusir wasit  Jerman, Helmut Krug pada menit ke-22 karena memegang bola di luar sarangnya. Langkah berani itu terpaksa diambil Pagliuca demi mengamankan gawang karena ia tinggal berhadapan dengan pemain Norwegia yang lolos dari hadangan Baresi, Paolo Maldini dan Costacurta. Jika Pagliuca  tidak senekat itu, Italia bakal kecolongan dan kalah.

    Akan tetapi, saat Fanco Baresi dkk merayakan sukses dengan makan pizza dan menatap malam romantis di Pelabuhan New York dari ketinggian puncak Patung Liberty, Pagliuca mengunci diri di kamar hotelnya. Ia menangis. Kartu merah mengharuskannya absen dalam dua partai dan posisinya diambil-alih Luca Marchegiani. Untung Italia lolos ke babak kedua. Pagliuca pun merumput dengan sukses sampai final. Tetapi di final melawan Brasil, ia gagal menahan penalti Romario, Branco dan Dunga. Italia kalah 2-3, Pagliuca meratap kedua kalinya. Squadra Azzura gagal menjadi juara dunia.

    Beberapa saat usai USA 1994, Pagliuca membuat  heboh besar. Ia bernyanyi kepada pers Italia, "Aku telah meniduri lebih dari 1.000 wanita". Sacchi murka atas tabiat murahan ini. Pagliuca digantikan Angelo Peruzzi hingga Euro 1996. Bahkan sampai satu bulan sebelum Azzuri menuju Perancis 1998, Pagliuca belum masuk daftar Cesare Maldini. Di luar rencana Peruzzi cedera berat. Pagliuca dipanggil Cesare dan tampil apik sejak partai perdana Chili-Italia.

    Malam ini 27 Juni 1998, Cesare Maldini kemungkinan besar kembali menurunkan Pagliuca melawan Norwegia dalam partai mati hidup di Marseille. Kiper Inter Milan kelahiran 18 Desember 1966 itu tetap piawai di bawah mistar dalam usia 32 tahun. Hanya kebobolan 3 gol dalam tiga partai penyisihan grup B, termasuk rapor baik. Cesare juga berharap banyak pada Pagliuca sebab duel ini amat berat dengan hasil akhir mungkin harus melalui adu penalti.

    Sekalipun Italia di World Cup selalu unggul atas Norwegia, dengan 2-1 pada Piala Dunia 1938 dan 1-0 di USA 1994, Cesare tetap risau terhadap Norwegia 1998. Kemenangan dua kali atas juara dunia Brasil dalam tempo sembilan bulan ini cukup menakutkan Maldini. Cesare makin khawatir sebab pelatih Egil Olsen adalah penganut pola defensif. Formasi akal-akalan Olsen memang 4-4-2, tetapi format itu segera menjadi 6-3-1 atau 5-4-1 ketika menghadapi tim elit dengan kharakter menyerang. Tiga hari lalu, goyang Samba laksana menghadapi tembok Cina ketika menyerah 1-2. Setiap kali Brasil memegang bola, Egil memerintahkan enam pemainnya turun membantu pertahanan. Hanya Tore Andre Flo di depan untuk membuat counter attack. Akibatnya serbuan Samba lewat sayap maupun tengah lapangan selalu gagal. Ronaldo, Bebeto dan Denilson terpedaya.

    Enampuluh tahun lalu di perdelapanfinal Piala Dunia Perancis 1938, Italia yang diperkuat Olivieri, Foni, Rava, Serantoni, Andreolo, Locatelli, Biavati, Meazza (kapten), Piola, Ferrari dan Colaussi menang susah payah 2-1 lewat perpanjangan waktu karena ketatnya pilar Norwegia. Di babak pertama USA 1994, Norwegia juga bertahan total, Sacchi nyaris frustasi dan harus mengganti Roberto Baggio di awal babak kedua. Gol sundulan Dino tergolong untung-untungan memanfaatkan tinggi badannya di depan gawang.

    Italia 1998 memang masih menyisipkan gaya bertahan catenaccio, tapi tim Cesare sudah sangat menyerang dalam formasi 1-3-4-2 (pola libero). Sayangnya menghadapi tembok Norwegia, striker bertipe stylish semisal Roberto Baggio, Del Piero maupun Filippo Inzaghi akan repot menembus area pinalti kiper Frode Grodas. Gaya dobrak Christian Vieri paling tepat dan akan padu bila Cesare berani menurunkan duet Vieri-Baggio, Vieri-Del Piero dan Vieri-Inzaghi sejak menit pertama.

    Agar pertandingan Italia-Norwegia tidak monoton atau anti-football seperti dilukiskan pelatih Brasil, Mario Zaggallo, kita harapkan Olsen berani keluar sarang dan tidak semata mengandalkan serangan balik saat Italia keasyikan menyerang. Bila Olsen mengambil keputusan ini, pertandingan tidak mesti melampaui waktu 2x45 menit. Tapi Italia wajib bekerja ekstra. Roberto Baggio kembali diuji kebesarannya sebagai "juru selamat dan pelindung bangsa Italia". Dan Pagliuca harus tetap awas, tidak hanya membendung ketajaman trio Flo (Andre, Jostein dan Havard), tetapi juga sepakbola negatif Olsen yang berpeluang membuatnya menangis lagi untuk ketiga kalinya karena Italia kandas.

    Akhirnya, bagi pengagum Samba, jangan lewatkan perang Brasil vs Chili di Paris, Minggu dinihari Wita (28/6/1998) mulai pukul 03.00 Wita lewat layar TPI. Dua raksasa Latin ini akan menari. Brasil pantas diunggulkan, tapi duet Za-Sa bisa mengejutkan. *


Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra,
juga Pos Kupang edisi Sabtu, 27 Juni 1998. Artikel ini dibuat menjelang pertandingan antara Italia melawan Norwegia di babak 16 besar Piala Dunia 1998. Dalam pertandingan di Marseille 27 Juni 1998, Italia menang 1-0 lewat gol Christian Vieri menit ke-18 dan lolos ke perempatfinal.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes