Mengintip "Setan" di Rumah Sendiri

STADION Old Trafford Manchester, Rabu malam atau Kamis dini hari Wita (24/4/1997), kembali menggelar pertandingan bergengsi. Tuan rumah Manchester United (MU) Inggris akan menjalani "perang" menentukan melawan juara Jerman, Borussia Dortmund.  Pada saat hampir sama di Stadion Delle Alpi Turin Italia, juara bertahan Liga Champions Eropa, Juventus akan menjamu Ajax Amsterdam. Dua pekan lalu, Ajax tumbang di kandang 1-2. Bila pasukan Louis van Gaal ingin ke final harus mencukur Juventus 2-0. Bermain di Turin, di bawah tekanan lebih dari 50 ribu penonton, perjuangan Ajax meraih hasil itu, tak gampang!
   
Bila tak ada aral, stasiun televisi RCTI menayangkan langsung duel MU vs Dortmund malam ini atau Kamis dini hari Wita (24/4/1997) mulai  pukul 02.00 Wita. Sama seperti dua pekan lalu, RCTI pun akan menyiarkan pertandingan tunda babak semifinal kedua antara Juventus vs Ajax mulau pukul 04.30 Wita. Dengan demikian, para bolamania di Indonesia terpaksa begadang lagi hingga fajar.

    Tidak apa-apa, karena Anda tidak mungkin kecewa karena dua pertandingan itu bakal menyajikan aksi-aksi menawan dan mengesankan, terutama permainan tim Red Devils (Setan Merah) dari Inggris yang ingin melakukan balas dendam terhadap juara Bundesliga. Sayang sekali bila Anda tega melewatkannya begitu saja disaat "Setan" hadir di rumah Anda Rabu tengah malam.

    Bagi Setan Merah, malam ini adalah saat paling tepat mewujudkan impiannya meraih babak final Liga Champions Eropa. Setelah 17 tahun klub Inggris tak pernah mencapai final Piala Champions, MU kini merupakan tumpuan seluruh rakyat Inggris.    Klub Inggris terakhir yang mencapai final Liga Champions adalah Liverpool pada tahun 1985. Saat itu Liverpool menyerah 0-1 pada Juventus di Stadion Heyesel Brussels, Belgia. Gol tunggal Juventus dicetak bintang Perancis, Michel Platini. Kekalahan Liverpool juga diwarnai tragedi tewasnya 38 penonton yang terlibat taruwan massal di dalam stadion.

***

    PADA pertandingan semifinal pertama 9 April lalu di kandang Dortmund, MU bertekuk lutut 0-1. Saat itu MU bermain bagus dan mendapat lebih dari tiga peluang emas. Namun, saat mereka asyik menyerang, Dortmund melakukan counter attack dan mencetak gol kemenangan. Karena itu, target Mu di kandang sendiri adalah menang dengan minimal dua gol ke gawang Borussia Dortmund. MU pun harus menjaga gawangnya jangan kebobolan di atas satu gol. Bila hasil seri, otomatis memberi jalan bagi Dortmund ke grand final.

    Kini MU memiliki rasa percaya diri yang amat kental, terutama setelah menggilas musuh bebuyutannya Liverpool 3-1 dalam lanjutan kompetisi Liga Inggris, Sabtu (19/4/1997). Dengan nilai 69, tim Setan Merah berpeluang besar mempertahankan gelarnya. Target berikut tentu saja gelar Piala Champions 1997 yang babak finalnya berlangsung di Muenchen, Jerman tanggal 28 Mei mendatang.

    Jalan menuju impian itu bukan mustahil. Secara tim, MU memiliki organisasi permainan yang sangat solid. Satu-satunya titik rawan adalah lini pertahanan. Gary Neville, Dennis Irwin, Gary Pallister dan David May harus bekerja keras, jika tidak mau kecolongan seperti dua minggu silam di Jerman. Pallister dkk harus bisa mematikan gerak ujung tombak Dortmund seperti Karlheinz Riedle, Lars Ricken atau Chapuisat. Tiga pemain ini biasanya amat kreatif di jantung pertahanan lawan. Barisan belakang MU juga harus tetap waspada dengan pergerakan si playmaker Andreas Moeller atau pemain jangkar Paulo Sousa yang tiba-tiba bisa meluncur dari second line.

    Saat mendapat tekanan lawan, formasi 4-4-2 mungkin cukup pas dimainkan Pelatih MU, Alex Ferguson. Langkah ini guna menambal titik rawan timnya di lini pertahanan. Secara psikologis Dortmund cenderung defensif dengan formasi 5-3-2 dalam duel malam ini, karena  target minimalnya hanya hasil seri.

    Bila benar demikian, MU bakal kewalahan menembus pertahanan tim Jerman itu, apalagi pasukan Ottmar Hitzfeld itu punya palang pintu terbaik di Bundesliga, Mathias Sammer dan Jurgen Kohler. Jika Sammer tidak turun karena cederanya belum pulih, Kohler masih bisa berduet dengan Julio Cesar.

    Ferguson yang selama ini fanatik pada pola 3-5-2 saat menyerang pun bertahan, kiranya bisa berlaku fleksibel. Serangan MU yang ditukangi Eric Cantona tidak perlu selalu memaksakan  operan bola-bola atas untuk Andy Cole atau Ole Gunnar Solskjaer di depan. Untuk membongkar jantung Dortmund, David Beckham atau Ryan Giggs sesekali mesti berani langsung menusuk ke kotak penalti melalui wing kiri-kanan.

    Gary Pallister, Dennis Irwin maupun David May dari belakang wajib melakukan overlapping pada saat yang tepat. Prinsipnya, jika ingin membongkar pertahanan Dortmund, pemain-pemain MU harus terus menganggu konsentrasi Sammer, Kohler atau Julio Cesar. Tapi tindakan ini bisa fatal, jika pemain-pemain Dortmund mendapat bola lalu melakukan serangan balik cepat.

    Di atas kertas, peluang menang berada di tangan tim Setan Merah. Tetapi jangan lupa bahwa sebagaimana lazimnya tim-tim Jerman, Borussia Dortmund akan selalu tampil dingin, elegan dan mematuk lawan pada saat yang tepat. Oleh sebab itu, kesebelasan MU jangan melebih-lebihkan rasa percaya dirinya karena mereka bermain di rumah sendiri. **


Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, juga Pos Kupang edisi Rabu, 23 April 1997. Artikel ini dibuat menjelang pertandingan babak semifinal kedua Piala Champions 1997 antara  Juventus vs Ajax dan MU vs Borussia Dortmund
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes