SELURUH kota di Italia tiba-tiba sunyi senyap, hari Minggu 17 Maret 1996. Di Kupang, penggemar berat Liga Serie A marah dan kecewa, karena RCTI tak dapat melakukan program rutinnya menayangkan secara langsung pertandingan sepakbola dari Italia.
Hari itu - roda Liga Italia, mulai dari seri A sampai C1 memang seluruhnya mati total, menyusul aksi mogok para pemain berkaitan dengan jumlah tuntutan dari asosiasi pemain pimpinan Sergio Campana.
Asosiasi, antara lain menginginkan jaminan bagi pemain agar mereka tetap menerima gaji walaupun klubnya jatuh pailit serta pembatasan pemain asing yang boleh digunakan dalam satu klub. Salah seorang pelopor, Gianluca ‘botak’ Vialli disanjung bak pahlawan dalam kisah legenda rakyat Britania, Robin Hood.
Dari Paris, mega bintang Diego Armando Maradona yang kebetulan sedang berkunjung ke kota itu menyatakan dukungannya terhadap aksi mogok ini. Harian terkemuka Italia, La Republica melukiskan dampak pemogokan itu dengan mengatakan, “Sehari tanpa sepakbola di akhir pekan, bagaikan hidup seabad di gurun pasir.”
Meskipun aksi tersebut hanya berlangsung sepekan, namun citra Italia sebagai negarai adidaya sepakbola dunia sontak ambruk. Para pemerhati menilai, sebagus-bagusnya manajemen sepakbola di negeri spaghetti itu, ternyata masih ada lubang kelemahan. Sangat keterlaluan karena Italia yang mampu membeli hampir pemain terbaik seluruh benua dengan rekor harga terbesar tapi tak mampu membayar jaminan sosial, tuntutan yang manusiawi dan berlaku universal untuk profesi apa saja.
***
TERLEPAS dari kasus mogok itu -- perkembangan sepakbola Italia sampai 90 hari kita menjalani tahun 1996 ini cukup menarik dicermati. Tinggal dua bulan berlangsungnya Kejuaraan Sepakbola Piala Eropa 1996 di Inggris, Italia menampilkan wajah kusam yang sangat memilukan.
Ini tampak dari hasil kompetisi Eropa, baik di Piala Champions, UEFA dan Winners. Bila pada tahun sebelumnya, klub-klub Italia merajai ketiga ajang tersebut, bahkan menjuarainya -- tahun ini muka Italia praktis hanya diselamatkan Juventus yang berhasil menjadi salah satu semifinalis Piala Champions. Semifinalis lainnya Nantes (Perancis), Ajax (Belanda) dan Panathinaikos (Yunani).
Selebihnya, klub-klub Italia termasuk calon kuat juara liga 1995/1996, AC Milan tak dapat berbuat banyak. Parma yang berlaga di Piala Winner serta AC Milan di Piala UEFA secara mengejutkan tumbang. Padahal dengan hanya meraih hasil seri, kedua klub itu berhak maju ke semifinal.
Apa yang terjadi-sebenarnya menunjukkan bahwa Italia bukan lagi satu-satunya negara kuat sepakbola di Eropa. Kekuatan itu sudah mulai bergeser ke negeri Belanda, Perancis, Spanyol bahkan negara-negara dari kawasan Eropa Timur yang kini hadir sebagai monster menakutkan.
Perancis, tuan rumah Piala Dunia 1998 menunjukkan dominasinya dengan meloloskan tiga klub ke semifinal. Nantes di Piala Champions, Bordeaux yang menggagalkan AC Milan di Piala UEFA dan Paris St Germain, pembunuh Parma (Italia) di Piala Winners. Spanyol dan Belanda meloloskan dua tim. Spanyol melalui Barcelona (UEFA) dan Deporvito La Coruna (Winners) sedangkan Belanda lewat Ajax, juara bertahan Piala Champions dan Feyenoord (Winners)
Sangat menarik fakta dan data ini. Sebab pada tanggal 8-30 Juni 1996 mendatang, Italia, Belanda, Perancis dan Spanyol termasuk dalam 16 finalis Piala Eropa yang bakal bertarung hidup mati di Inggris. Meskipun kekuatan klub belum menjamin keterandalan tim nasional, namun dengan menatap pergeseran peta kekuatan seperti sekarang -- jangan terlalu menjagokan Italia sebagai juara Eropa 1996.
E Finito....E...Finito Italia! Demikian kalimat dan kata-kata yang menjadi pergunjingan masyarakat bola di Italia hari-hari belakangan ini. E Finito (Habis sudah) Italia, merupakan ungkapan sakit hati atas kejatuhan yang tak pantas dinikmati, kekalahan yang tak pernah menjadi cita-cita. **
Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, Pos Kupang 19 Maret 1996. Artikel ini dibuat berkaitan dengan aksi mogok yang dilakukan klub-klub anggota Liga Serie A Italia pada bulan Maret 1996. Aksi mogok tersebut melumpuhkan roda kompetisi dengan kerugian tidak kecil.