Menunggu Ayam Berkokok

 DENGAN tertatih-tatih, Ingris menjadi tim terakhir yang melewati rintangan pertama dalam usahanya meretas jalan di puncak France 98. Kehadiran pewaris tahta Inggris Raya, Pangeran Charles dan putranya Harry di Stadion Felix Bollaet, Lens, Jumat (26/6/1998), membuat tim Glen Hoddle bermain cantik. Di depan Paduka Yang Mulia, semangat kick and rush menemukan lagi jatidirinya dan Kolombia pun takluk oleh gol emas Anderton dan David Beckham.

    Untuk sesaat Hoddle yang sangat percaya dukun dan "gigi asam" kalau lihat perempuan cantik itu, dapat tidur dengan nyaman. Hasil itupun menyemaikan harapan Ingris untuk menggapai kembali kejayaannya 32 tahun lalu di rumah sendiri, sekalipun di 16 besar mereka sudah harus mengulangi tragedi "perang Malvinas" melawan Argentina. Tetapi untuk sementara ini sinar terang putaran final Piala Dunia 1998 seolah-olah hanya milik tuan rumah, setidaknya sampai partai ke-48 yang menandai akhir babak penyisihan grup dengan hasil 126 gol (rata-rata 2,625 gol per pertandingan), 16 kartu merah dan 174 kartu kuning itu.

    Dari 32 finalis, cuma Perancis yang terbanyak mencetak gol ke gawang lawan (9 gol), 3-0 atas Afsel, 4-0 atas Arab Saudi dan 2-1 atas Denmark. Bersama Argentina, Perancis juga mencetak hasil 100 persen selama babak pertama. Memang, dalam urusan "keperawanan" gawang,  tim berjuluk "Ayam Jantan" itu  kalah dengan Argentina yang menjadi satu-satunya tim yang tak pernah kebobolan selama penyisihan grup.

    Berbekal hasil itulah, Perancis akan menghadapi Paraguay dalam babak perdelapanfinal malam ini, Minggu (28/6/1998), di Stadion Felix Bollaet, Lens. Pertandingan seru lainnya malam ini atau Senin dini hari wita (29/6/1998) mulai pukul 03.00 mempertemukan Nigeria vs Denmark untuk meraih satu tiket di perempatfinal.

    Perancis tergolong beruntung menghadapi Paraguay. Prediksi pakar bola sebelumnya, Perancis kemungkinan besar menghadapi Spanyol atau Nigeria di babak 16 besar. Di luar dugaan, Spanyol bermain buruk dan tersingkir bersama 15 tim lainnya, termasuk semifinalis USA 1994, Bulgaria. "Kami sempat bernapas lega ketika mendengar bahwa yang lolos adalah Paraguay bukan Spanyol," kata Didier Deschamps, kapten Perancis.

Secara teknis Perancis lebih difavoritkan ketimbang Paraguay yang para pemainnya kurang terkenal (setidaknya untuk telinga penggemar bola di Indonesia karena liputan media berkiblat ke Eropa), kecuali si kiper badung, Jose Luis Chilavert yang bermain di klub Velez Sarsfield, Argentina. Sebagian besar pemain Paraguay direkrut dari klub lokal dan yang bergabung dengan klub-klub di liga Brasil, Argentina, Meksiko, Portugal dan China.

    Namun, hal itu tidak berarti pelatih Aime Jacquet boleh tersenyum. Kurang populernya pemain Paraguay justru merupakan pusat kekuatannya karena lawan akan menganggap remeh serta bingung menerapkan strategi yang pas. Spanyol dan Bulgaria ditahan 0-0 dan Nigeria yang mempermalukan Spanyol, mereka bekuk 3-1 adalah bukti bahwa Paraguay bukan pasukan ayam sayur. Spanyol, Bulgaria dan Nigeria yang bertabur bintang, justru tak sanggup mengalahkan tim asuhan Paulo Cesar Carpegiani. Buta kekuatan riil lawan rasanya ikut menghantui benak Aime Jacquet saat ini. Apalagi di arena Piala Dunia pertemuan terakhir Perancis-Paraguay terjadi 40 tahun silam pada babak perdelapan final Piala Dunia 1958 yang dimenangkan Perancis dengan skor telak 7-2.

    Menyimak penampilan Paraguay selama babak pertama, Pelatih Carpegiani suka memainkan formasi 1-3-4-2. Dalam urusan mencetak gol, tim Amerika Latin ini tidak semata mengandalkan duet striker Jose Gardoza dan Cesar Ramirez. Cukup sering malah pemain belakang yang tiba-tiba naik, termasuk kiper Chilavert yang selalu mengambil tendangan bola mati. Dari 21 gol Paraguay dalam 16 pertandingan prakualifikasi, 75 persen dijalakan pemain tengah dan belakang. Inilah yang dapat mengacaukan skenario Jacquet malam nanti yang hampir pasti bertahan dengan format 3-5-2 sambil melakukan pressure ketat sejak menit-menit pertama.

    Tanpa playmaker Zinedine Zidane yang terkena kartu merah, lapangan tengah Perancis akan mengalami sedikit masalah. Jacquet tentunya berharap banyak para peran Didier Deschamps dan Youri Djorkaeff serta bek sayap Bixente Lizarazu. Trio lini belakang, Marcel Desailly, Lilian Thuram, Laurent Blanc tidak meragukan. Demikian pula dengan para bomber, Thiery Henry, Duggary, Pires atau Trezequet. Jika lapangan tengah Perancis solid ditambah man to man marking rapi, tim "Ayam Jantan" dapat berkokok dengan sepuas hatinya dan melangkah mulus ke perempatfinal menghadapi pemenang antara Italia vs Norwegia.

    Kita harapkan Paraguay berani mengikuti irama Perancis. Kalau mereka mempraktekkan sepakbola negatif dengan bertahan total, mungkin hasil akhir harus melalui adu penalti. Untuk urusan ini, Chilavert jelas lebih unggul  dibanding Fabien Barthez dan tim tuan rumah akan menangis lagi seperti 60 tahun lalu saat Piala Dunia 1938 berlangsung di Perancis, tapi dimenangkan tim Azzuri. *


Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra
, juga Pos Kupang edisi Minggu, 28 Juni 1998. Artikel ini dibuat menjelang laga hidup mati antara tuan rumah Perancis melawan Paraguay di babak perdelapanfinal, 28 Juni 1998. Perancis menang 1-0 lewat gol Laurent Blanc menit ke-113.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes