KUPANG, PK ---Sekitar 336 ton beras dolog diduga digelapkan oleh oknum pegawai Perum Bulog Divisi Regional NTT selama tahun 2008. Bila dikonversi ke dalam rupiah, kerugian negara mencapai Rp 1,7 miliar. Kasus ini sedang dalam penyelidikan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda NTT. Dalam waktu dekat kasus ini akan ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Informasi dugaan penggelapan beras dolog ini diperoleh Pos Kupang di Polda NTT, Selasa (26/5/2009). Kasat Tipikor Polda NTT, AKBP Drs. Mohammad Slamet, MM, dan Kepala Perum Bulog Divisi Regional NTT, Slamet Ariyanto, membenarkan dugaan ini ketika dikonfirmasi di ruang kerja masing-masing.
"Benar, tim kami sedang melakukan penyelidikan (tahap lid) kasus dugaan penggelapan beras di Bulog NTT. Dalam waktu dekat kami akan ekspos kasus ini dengan BPKP," ujar Kasat Tipikor Polda NTT, AKBP Drs. Mohammad Slamet, MM, Selasa (26/5/2009).
Sebelumnya, sumber Pos Kupang mengatakan, ratusan ton beras dolog ini diduga raib di gudang Bulog di Tenau, Kupang. Sumber ini lupa jumlah ton beras yang digelapkan. "Saya tidak ingat angkanya, antara 364 ton atau 464 ton. Nanti konfirmasi ke penyidiknya saja," ujar sumber ini.
Kepala Perum Bulog Divisi Regional NTT, Slamet Ariyanto, yang ditemui di ruang kerjanya, Rabu (27/5/2009), menjelaskan, beras yang diduga digelapkan oknum pegawainya tersebut sebanyak 336 ton. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bulog, katanya, yang bertanggung jawab atas kasus ini adalah kepala gudangnya.
"Kasusnya terjadi di Gudang Bulog Tenau, dan berdasarkan SK Direksi 142/KA/07/2002 tanggal 15 Juli 2002, kepala gudang bertanggung jawab terhadap penerimaan, penyimpanan, perawatan dan penyaluran beras," jelas Ariyanto didampingi Kabid Pelayanan Publik, Bambang Utoyo, dan salah seorang stafnya, Bendelina Rihi-Radja.
Ditanya mekanisme pengawasan dan kontrol pada instansinya, Ariyanto menjelaskan, pengawasan dilakukan secara insidentil dan periodik setiap tiga bulan. Fungsi ini dijalankan oleh Bagian Satuan Pengawas Interen (SPI).
Dalam kasus ini, jelasnya, pihaknya yang justru melaporkan ke penyidik Polda NTT setelah Kepala Gudang Tenau saat itu, Yappy Loimalitna (pensiun sejak Februari 2009), menyangkal menggelapkan ratusan ton beras tersebut. "Saya membuat klaim atas kehilangan beras 336 ton di Gudang Tenau, tetapi kepala gudangnya saat itu menyangkal atau tidak kooperatif. Akhirnya ta (saya-- Red) putuskan untuk laporkan ke polisi saja, biar diproses secara hukum. Laporan saya tertanggal 3 Maret 2009 lalu," jelas Ariyanto.
Ariyanto membeberkan, kasus ini diketahui satu minggu setelah ia ditunjuk menjadi pimpinan di instansi ini, Juli 2008. Sebagai pimpinan, katanya, ia melakukan stok opname, dan saat itulah ia mendapatkan banyak selisih. Setelah mengetahui kondisi ini, katanya, ia meminta penjelasan kepala gudang, juru timbang dan kerani (juru tulis). Hasilnya, kepala gudang membuat pernyataan tertulis bahwa dirinya siap bertanggung jawab.
"Tetapi anehnya, saat saya sampaikan bahwa kerugiannya mencapai Rp 1,7 miliar karena kami menghitung per kilo Rp 5.000, kepala gudangnya membantah. Karena itu, saya laporkan ke polisi," jelasnya.
Kasat Tipikor Polda, Mohammad Slamet, menjelaskan, pihaknya belum mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT. Tetapi Slamet memastikan, SPDP ini akan dikirim dalam waktu dekat setelah pihaknya menggelar ekspos bersama BPKP Perwakilan NTT.
Slamet mengatakan, untuk kepentingan penyelidikan kasus ini, pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi. Dia tidak ingat berapa saksi yang sudah dimintai keterangannya. Dia hanya menegaskan, dalam satu dua bulan terakhir, beberapa pegawai Bulog Divisi Regional NTT sudah dimintai keterangannya. "Kalau ada perkembangan, nanti kami informasikan. Sementara ini hanya ini yang bisa kami jelaskan," ujar Slamet. (dar)
Belum Gunakan Jatah
PERUM Bulog ternyata mengalokasikan jatah beras atau yang dikenal dengan istilah Cadangan Beras Pemerintah (CBP) kepada setiap kepala daerah. Untuk gubernur, dialokasikan jatah 200 ton per tahun, sedangkan bupati/walikota 100 ton per tahun. Jatah beras ini bertujuan untuk membantu korban bencana alam di suatu daerah. Dalam kenyataan, jatah beras CBP tersebut belum digunakan maksimal oleh gubernur maupun bupati/walikota di NTT.
Kepala Perum Bulog Divisi Regional NTT, Slamet Ariyanto, menyampaikan hal ini di ruang kerjanya, kemarin siang. Dia tidak menjelaskan secara detail hal tersebut, namun menurutnya, dalam tahun 2008 hampir semua kepala daerah tidak maksimal menggunakan jatah beras ini.
"Beras dolog itu digunakan antara lain untuk kebutuhan raskin, jatah PNS, TNI/Polri dan CBP. Kalau item yang lain terserap sesuai dengan kebutuhan, jatah CBP belum maksimal digunakan oleh pimpinan daerah di seluruh NTT. Padahal, media massa selalu memberitakan adanya rawan pangan, bencana di hampir semua daerah kita," jelas Ariyanto. Ariyanto menambahkan, digunakan atau tidak jatah beras CBP adalah kewenangan kepala daerah dan Bulog hanya mendistribusikan kalau ada permintaan.
Perihal stok beras dolog hingga akhir Mei 2009, Ariyanto mengatakan, terdapat 27.732 ton beras yang tersimpan di semua gudang Bulog di seluruh NTT. Stok beras ini mencukupi kebutuhan masyarakat NTT untuk dua bulan ke depan, karena rata-rata kebutuhan per bulan sekitar 13.000 ton. (dar)
Pos Kupang edisi Kamis, 28 Mei 2009 halaman 1