LEWOLEBA, PK -- Ketua DPRD Lembata, Drs. Philipus Riberu dan wakilnya, Haji Hidayatullah Sarabiti bersama 18 mantan anggota Dewan periode 1999-2004, didakwa jaksa penuntut umum (JPU) setempat, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama memperkaya diri sendiri atau orang lain yang mengakibatkan kerugian negara Rp 654.512.460.
Ke-18 anggota Dewan periode tersebut, yakni Yohanes Vainey K Burin, S.H, Yohanes Beda Waleng, Kunrardus Koli Muda, Yakobus Mbawo, Romanus Bediona, Simon Teri Langobelen, Bernadus Nara, S.Pd, Pius Namang, Usman Bethan, Frans Making, Lukas Onek Narek, Kanisius Baka, Drs. Yohakim Nuba Baran, Petrus Kumbala, Drs. Arsyad Muhammad, Yohanes Sanu Liarian, Paul KB Aran, dan Drs. Mangge Sarabiti.
Dakwaan JPU dibacakan dalam sidang perdana kasus korupsi di DPRD Lembata yang digelar di Pengadilan Negeri Lewoleba, Selasa (2/12/2008). Sidang menghadirkan terdakwa I Philipus Riberu dan terdakwa II, Sarabiti.
Menurut JPU, penetapan RAPBD DPRD dan Sekretariat DPRD Lembata tahun 2004 tidak didasarkan pada Surat Mendagri No. 161 /3211/SJ tanggal 29 Desember 2003 tentang Kedudukan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD maupun Perda Kabupaten Lembata No. 20 Tahun 2003. Dalam RAPBD dimasukkan jenis anggaran belanja atau hak-hak keuangan DPRD yang tidak berdasar, ganda atau double. Misalnya biaya perawatan dan pengobatan diterima tunai, di saat bersamaan pimpinan dan anggota DPRD telah diasuransikan kesehatan dan pengobatannya pada AJB Bumi Putra 1912.
Sidang yang menarik perhatian warga Lewoleba itu dipimpin Ketua Majelis Hakim, Karlen Parhusip, S.H, didampingi hakim anggota L.M.Sandi Iramaya, S.H, dan Dedy Heryanto, S.H. JPU, Yohanes Lebe Unaraja, S.H, Yeremias Pena, S.H, dan Janu Heryanto, S.H. Terdakwa Sarabiti didampingi kuasa hukum, E Nita Yuwita, S.H, sedangkan Riberu tidak didampingi kuasa hukum, Sebastianus Ola Domaking, S.H.
JPU menguraikan, biaya perawatan dan pengobatan diterima tunai oleh terdakwa dan 18 anggota Dewan yang dicairkan berdasarkan surat perintah membayar (SPM) No. 337/BTL.PBL/LBT/2004 tanggal 28 Juni 2004. Dana dibayar kepada terdakwa dan anggota DPRD pada 2 Juli 2004 senilai Rp 85 juta, meliputi biaya general check up Rp 750.000/orang (total Rp 15 juta), biaya pengobatan lanjutan dalam daerah Rp 1 juta/orang atau Rp 20 juta dan biaya lanjutan luar daerah Rp 2,5 juta/anggot atau Rp 50 juta. Jenis pembayaran serupa senilai Rp 85 juta kembali dilakukan berdasarkan SPM No. 587/BTL.AP/LBT/2004 tanggal 23 Agustus 2004.
Bahkan pada setiap bulan, terhitung Januari-Juli 2004, terdakwa dan anggota DPRD Lembata menerima tunjangan kesehatan yang disatukan dengan gaji senilai Rp 19.853.400. Tunjangan kesehatan ini merupakan biaya perawatan lokal yang adalah bagian dari biaya perawatan dan pengobatan. Penerimaan tunai biaya perawatan dan pengobatan itu, tegas JPU, bertentangan dengan Surat Mendagri Nomor No. 161/3211/SJ tanggal 29 Desember 2003 dan Perda No. 20 Tahun 2003.
Pembayaran lain dilakukan tanggal 2 Juli 2004, dimana kedua terdakwa menerima THR Rp 2 juta/orang dan 18 anggota dewan menerima Rp 1 juta/orang atau keseluruhan Rp 22 juta. Penerima ini tidak ada dasar hukumnya.
Berlanjut pada 17 Maret 2003, Riberu menandatangani perjanjian kerjasama DPRD dengan AJB Bumi Putra 1912 untuk mengasuransi seluruh anggota DPRD Lembata membayar premi Rp 492 juta. Perjanjian ini berlaku surut mulai 1 Oktober 2002-30 September 2004. Premi asuransi ini memberi manfaat yang akan diterima berupa pembayaran nilai tunai pada akhir masa jabatan sebagai uang kehormatan atau dana purna bhakti dan pembayaran santunan kepada ahli waris saat meninggal dunia serta pergantian biaya rawat inap dan pembedahan. Namun pada 3 Juni 2003, premi asuransi ini dibayarkan Rp 565.800.000 atau seleisih Rp 73.800.000 yang berasal dari kode rekening 2.01.01.1.1.1.01.08.2. Kode rekening mencantumkan uang duka yang bisa diberikan kepada ahli waris pimpinan dan anggota dewan yang meninggal dunia.
Namun dari tiga jenis manfaat yang diperpanjikan itu, demikian JPU, pembayaran tunai di akhir masa jabatan sebagai uang kehormatan dan santuan ahli waris tidak sesuai dengan maksud pembayaran premi asuransi.
JPU menguraikan, sekitar Oktober 2004 di akhir masa jabatan DPRD Lembata periode 1999-2004, terdakwa dan 18 anggotanya menerima nilai dana dari hasil perjanjian asuransi masing-masing Rp 20.810.833 atau total Rp 416.216.660, meski tak seorang pun mempergunakan asuransi kesehatan.
Ketika BPKP Wilayah V Denpasar melakukan audit di bulan November 2005 ditemukan realiasi pembayaran tunai tidak sesuai ketentuan. Dari temuan itu, Sarabiti dan empat anggota dewan telah menyetor ke kas daerah Rp 25.357.600 atau Rp 5.071.520/orang.
Di dalam dakwaan setebal 10 halaman dibacakan bergantian oleh tim JPU, ditegaskan bahwa perbuatan terdakwa dan 18 anggota dewan itu merugikan negara Rp 654.512.460. Kerugian tersebut meliputi kelebihan pembayaran premi asuransi Rp 73.800.000, pembayaran biaya perawatan dan pengobatan tunai Rp 85 juta, pembayaran biaya pengobatan dan perawatan tunai Rp 85 juta, tunjangan kesehatan Rp 19.853.400, pesangon atau nilai tunai dari AJB Bumi Putra Rp 416.216.660 dan pengembalian biaya perawatan dan pengobatan Rp 25.357.600.
JPU menegaskan, perbuatan terdakwa diancam pidana pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ius)
Pos Kupang edisi Rabu, 3 Desember 2008 halaman 1