TUJUH belas tahun setelah meninggalkan kota karang Kupang, WJ Lalamentik menyaksikan Kupang yang sungguh berubah. Flobamora maju pesat. Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak berjalan di tempat. Lalamentik terharu.
"Saya begitu terharu mengelilingi Kota Kupang siang tadi, saya tidak ingat lagi di mana Kota Kupang lama, di mana perkantoran pemerintah yang ada di jaman saya.... saya hampir tidak dapat menahan air mata membayangkan perubahan begitu besar dari pembangunan ini."
Gubernur pertama Propinsi NTT mengungkapkan perasaannya itu di Wisma Astiti-Kupang -- tepat pada Hari Ulang Tahun ke- 25 Propinsi NTT, 20 Desember 1983 kepada trio editor buku 25 Tahun NTT, Apa Kata Mereka? (Sebuah bunga Rampai). Buku tersebut diterbitkan DPD I KNPI NTT tahun 1984. Kata-kata Lalamentik di atas tercetak di halaman 71.
Seandainya hari ini beliau melihat Kupang dan menatap wajah Flobamora, perubahan 25 tahun setelah 1983 itu kian mencengangkan. Lalamentik yang memimpin NTT pada masa sulit antara 1958-1966 bakal kagum, cukup dengan menatap perubahan fisik sepanjang WJ Lalamentik, jalan protokol yang mengabadikan namanya itu. Jalan yang letaknya persis di sisi Kantor Gubernur NTT, pusat segala aktivitas pemerintahan dan pembangunan daerah ini.
Dulu di sisi kiri dan kanan jalan itu sekadar hamparan sawah dan tanah kosong. Penuh pohon lontar, semak belukar dan tanah karang berbatu. Kini berjejer banyak gedung baru. Mulus. Warna-warni. Ada Pusat Perbelanjaan Flobamora, kantor Bank NTT yang megah, pertokoan, apotik 24 jam, rumah makan dan lain-lain.
Membaca kembali buku 25 Tahun NTT, sungguh terasa NTT berubah. Berubah oleh proses bernama pembangunan yang selalu berwajah ganda.
Ada kisah manis. Ada sisi pahit. Bukankah kita lebih suka mendengar kisah manis dan mengungkapkan hal-hal indah? Kisah indah segera terulang. Seratus sepuluh hari dari hari ini -- NTT akan merayakan usia emas. Flobamora akan berpesta. Berja'i ria, poco-poco dan dansa karena pendapatan perkapita rakyat melesat pesat. Angkanya Rp 4,3 juta.
Luar biasa bila dibanding NTT awal. Harapan hidup 65,1 tahun. Makin panjang umur orang NTT. Jumlah penduduk kian gemuk. Naik lebih dari 100 persen dibanding tahun 1958 yang menurut Lalamentik cuma 1,8 juta jiwa. NTT telah beranak-pinak. Ada jarak merentang antara 1958, 1983, 2008. Jauh beda wujud dan rupa Flobamora.
***
BUKU 25 Tahun NTT berisi pikiran, pandangan dan harapan dari 21 tokoh terkemuka, tua dan muda. Sebagian dari mereka telah tiada. Namun, masih banyak yang hidup dan berkiprah di bidangnya masing-masing. Editornya, Alo Liliweri, Egi Didoek, Ignas Kulas. Buku setebal 358 halaman itu dicetak pada Percetakan Arnoldus Nusa Indah Ende. Semoga masih ada di Perpustakaan Daerah NTT.
Sebuah buku yang bagus. Buku yang relevan dibaca kembali di tengah hiruk pikuk pilkada, gaduh dan riuh suara caleg, rayuan gombal para calon presiden. Buku tua. Buku langka. Buku yang menurut hemat beta sebuah "maha karya" sekelompok anak muda NTT masa itu -- mengingat begitu banyak pesan, harapan dan impian yang belum terwujud. Bahkan hingga NTT merayakan usia emas 20 Desember 2008. Buku itu menjadi cermin, NTT melapuk atau mekar mewangi?
Teringat kata-kata Goethe, Sebab usia sebenarnya adalah kesempatan itu sendiri. Sebagaimana kemudaan, meski dalam busana yang lain. Dan tatkala senja berlalu, angkasa dipenuhi bintang yang tak terlihat di siang hari...
Bintang apa di langit Flobamora yang hendak kita raih 50 tahun dari sekarang? Usia Emas ini terlalu sedih dilewatkan begitu saja. Tanpa pesan, tanpa kata-kata. Tanpa aksi setara emas. NTT Emas begitu samar. Nyaris tak terdengar gema gaungnya! (email: dionbata@poskupang.co.id)
Rubrik Beranda Kita (BETA) Pos Kupang edisi Senin, 1 September 2008, halaman 1
"Saya begitu terharu mengelilingi Kota Kupang siang tadi, saya tidak ingat lagi di mana Kota Kupang lama, di mana perkantoran pemerintah yang ada di jaman saya.... saya hampir tidak dapat menahan air mata membayangkan perubahan begitu besar dari pembangunan ini."
Gubernur pertama Propinsi NTT mengungkapkan perasaannya itu di Wisma Astiti-Kupang -- tepat pada Hari Ulang Tahun ke- 25 Propinsi NTT, 20 Desember 1983 kepada trio editor buku 25 Tahun NTT, Apa Kata Mereka? (Sebuah bunga Rampai). Buku tersebut diterbitkan DPD I KNPI NTT tahun 1984. Kata-kata Lalamentik di atas tercetak di halaman 71.
Seandainya hari ini beliau melihat Kupang dan menatap wajah Flobamora, perubahan 25 tahun setelah 1983 itu kian mencengangkan. Lalamentik yang memimpin NTT pada masa sulit antara 1958-1966 bakal kagum, cukup dengan menatap perubahan fisik sepanjang WJ Lalamentik, jalan protokol yang mengabadikan namanya itu. Jalan yang letaknya persis di sisi Kantor Gubernur NTT, pusat segala aktivitas pemerintahan dan pembangunan daerah ini.
Dulu di sisi kiri dan kanan jalan itu sekadar hamparan sawah dan tanah kosong. Penuh pohon lontar, semak belukar dan tanah karang berbatu. Kini berjejer banyak gedung baru. Mulus. Warna-warni. Ada Pusat Perbelanjaan Flobamora, kantor Bank NTT yang megah, pertokoan, apotik 24 jam, rumah makan dan lain-lain.
Membaca kembali buku 25 Tahun NTT, sungguh terasa NTT berubah. Berubah oleh proses bernama pembangunan yang selalu berwajah ganda.
Ada kisah manis. Ada sisi pahit. Bukankah kita lebih suka mendengar kisah manis dan mengungkapkan hal-hal indah? Kisah indah segera terulang. Seratus sepuluh hari dari hari ini -- NTT akan merayakan usia emas. Flobamora akan berpesta. Berja'i ria, poco-poco dan dansa karena pendapatan perkapita rakyat melesat pesat. Angkanya Rp 4,3 juta.
Luar biasa bila dibanding NTT awal. Harapan hidup 65,1 tahun. Makin panjang umur orang NTT. Jumlah penduduk kian gemuk. Naik lebih dari 100 persen dibanding tahun 1958 yang menurut Lalamentik cuma 1,8 juta jiwa. NTT telah beranak-pinak. Ada jarak merentang antara 1958, 1983, 2008. Jauh beda wujud dan rupa Flobamora.
***
BUKU 25 Tahun NTT berisi pikiran, pandangan dan harapan dari 21 tokoh terkemuka, tua dan muda. Sebagian dari mereka telah tiada. Namun, masih banyak yang hidup dan berkiprah di bidangnya masing-masing. Editornya, Alo Liliweri, Egi Didoek, Ignas Kulas. Buku setebal 358 halaman itu dicetak pada Percetakan Arnoldus Nusa Indah Ende. Semoga masih ada di Perpustakaan Daerah NTT.
Sebuah buku yang bagus. Buku yang relevan dibaca kembali di tengah hiruk pikuk pilkada, gaduh dan riuh suara caleg, rayuan gombal para calon presiden. Buku tua. Buku langka. Buku yang menurut hemat beta sebuah "maha karya" sekelompok anak muda NTT masa itu -- mengingat begitu banyak pesan, harapan dan impian yang belum terwujud. Bahkan hingga NTT merayakan usia emas 20 Desember 2008. Buku itu menjadi cermin, NTT melapuk atau mekar mewangi?
Teringat kata-kata Goethe, Sebab usia sebenarnya adalah kesempatan itu sendiri. Sebagaimana kemudaan, meski dalam busana yang lain. Dan tatkala senja berlalu, angkasa dipenuhi bintang yang tak terlihat di siang hari...
Bintang apa di langit Flobamora yang hendak kita raih 50 tahun dari sekarang? Usia Emas ini terlalu sedih dilewatkan begitu saja. Tanpa pesan, tanpa kata-kata. Tanpa aksi setara emas. NTT Emas begitu samar. Nyaris tak terdengar gema gaungnya! (email: dionbata@poskupang.co.id)
Rubrik Beranda Kita (BETA) Pos Kupang edisi Senin, 1 September 2008, halaman 1