Legitimasi Caleg Rendah

JAKARTA, PK -- Disahkannya pemberian tanda centang atau contreng pada gambar partai politik sebagai cara pemberian suara yang sah merugikan calon anggota legislatif. Upaya caleg untuk meraih sebesar-besarnya dukungan konstituen tidak akan memberikan hasil optimal. Konstituen pun harus siap kecewa jika caleg yang didukungnya tidak terpilih walau memiliki dukungan suara besar.

Demikian diungkapkan mantan anggota Panitia Pengawas Pemilu, Topo Santoso, dan anggota Badan Pengawas Pemilu, Wahidah Suaib, secara terpisah di Jakarta, Jumat (12/9/2008).

Disahkannya kedua cara pemberian suara ini_yaitu mencentang nomor dan nama caleg, atau mencentang nomor dan gambar parpol_ada dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Menurut Topo, pasal tentang pemberian suara yang sah tidak sinergis dengan ketentuan pasal lain yang menentukan caleg terpilih berdasarkan perolehan suara 30 persen bilangan pembagi pemilih.

Wahidah menambahkan, disahkannya pemberian suara dengan menandai gambar parpol tidak sesuai dengan semangat reformasi pemilu yang lebih menghargai caleg.

Pada Pemilu 2004, caleg terpilih harus memperoleh 100 persen bilangan pembagi pemilih atau ditentukan nomor urut, tetapi kini caleg terpilih cukup memperoleh suara 30 persen suara bilangan pembagi pemilih atau sesuai nomor urut. "Sebagai pelaksana undang-undang, semangat reformasi pemilu ini seharusnya dipegang KPU," katanya.

Tidak konsistennya aturan undang-undang itu dapat disiasati KPU dengan menyosialisasikan pemberian suara hanya dengan memberi tanda centang pada nomor dan nama caleg.

Tidak sah
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar N Gumay. Menurut dia, tanda contreng (V) pada tanda gambar parpol yang dinyatakan sah akan membuat legitimasi caleg semakin rendah. Untuk itu diharapkan, KPU membuat desain surat suara dan aturan pemberian suara yang sah harus sesuai dengan sistem proporsional.

"Desain surat suara jangan memberi ruang kepada pemilih untuk menunjuk hanya tanda gambar parpol karena akan menyulitkan penghitungan 30 persen bilangan pembagi pemilih. Artinya dukungan kepada caleg juga lebih rendah," kata Hadar.

Untuk itu, pemberian tanda contreng pada tanda gambar parpol harus dinyatakan suara tidak sah. Bila dinyatakan sah, ujarnya, maka melanggar Pasal 176 UU No 10/2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD.

Namun, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan, pemberian tanda contreng pada gambar parpol dianggap sah tidak melanggar UU No 10/2008.

Menurut dia, ada dua hal yang berbeda dalam Pasal 143 dan Pasal 176 Ayat 1 UU No 10/2008. Dalam pasal 143 hanya disebutkan gambar parpol adalah bagian dari desain surat suara, sementara pasal 176 ayat 1 tidak menyebutkan tanda gambar parpol sebagai salah satu kolom yang ditandai. (kompas.com)

Pos Kupang edisi 15 September 2008 halaman 7
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes