NTT Bangkit: Lestarikan Komodoku

Oleh Oby Lewanmeru

PROPINSI NTT sejak 2007 sudah dicanangkan sebagai daerah unggulan baru pariwisata di kawasan timur Indonesia. Pencanangan itu antara lain bertujuan menjadikan NTT sebagai gerbang Asia-Pasifik berbasis pariwisata, seni, dan budaya.

Salah satu icon pariwisata di NTT adalah komodo (varanus komodoensis), kadal raksasa yang terdapat di Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Pemerintah sudah melindungi binatang purbakala itu dengan menetapkan kawasan seluas 173.300 hektar (ha) yang terdiri dari 40.728 ha daratan dan 132.572 ha laut, sebagai

Taman Nasional Komodo (TNK) pada 6 Maret 1980. Dalam kawasan ini ada tiga buah yakni Pulau Komodo (33.937 ha), Pulau Rinca (19.627 ha) dan Pulau Padar (2.017 ha).

Tahun 1986 kawasan ini ditetapkan sebagai Cagar Biosfer. Tahun 1991 UNESCO mengukuhkan binatang komodo sebagai warisan dunia di Indonesia. Tak bisa dipungkiri lagi daya tarik kadal raksasa ini bagi dunia pariwisata. Maka tak ada alasan bagi siapa pun untuk menyelamatkan binatang purbakala itu dari kepunahannya. Kelestariannya hanya bisa dijaga dengan menjamin agar alam lingkungannya tetap asli, tidak dirusak. Flora dan fauna yang berada dalam kawasan itu saling mendukung.

Populasi komodo pada tahun 2000 terdata 1.009 ekor di Pulau Komodo dan 1.001 ekor di Pulau Rinca. Data tahun sebelumnya di Pulau Komodo ada 1.062-1.772 ekor komodo sedangkan di Pulau Rinca berkisar 1.110- 1.344 ekor. Pendataan oleh BTNK tahun 2003, tercatat ada 2.616 ekor komodo yang hidup di Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Jumlah ini turun drastis pada tahun 2005 yakni 2.535 ekor. Disebutkan bahwa komodo yang masih kecil banyak yang mati karena kesulitan mendapatkan makanan.

Penurunan ini akibat terganggunya ekosistem habitat komodo selain tekanan-tekanan alam pada habitatanya termasuk berkurangnya mangsa utama komodo. Sejumlah faktor yang mempengaruhi penurunan populasi komodo antara lain, kerusakan habitat asli akibat ulah manusia diantaranya pembakaran hutan dan areal lain dalam TNK, perburuan liar terhadap mangsa utama komodo yakni rusa, selain tekanan-tekanan alam dan manusia. "Jelas kita semau bisa lihat ada trend penurunan populasi komodo lima tahun terakhir akibat berbagai tekanan yang dialami binatang ini. Kalau kita semua tidak bersama menjaga kelestarian dari satwa langka ini maka diprediksi dalam rentang waktu dekat dan menengah sekitar 10-20 tahun mendatang binatang ini bisa punah," kata Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), Drs. Tamen Sitorus.

***
Sesuai hasil survai yang dilakukan berbagai elemen bidang pariwisata, komodo masih menjadi "magnet utama" bagi kunjungan wisatawan. Kebanyakan turis yang datang ke TNK, tujuan utamanya adalah ingin melihat komodo selain menikmati keindahan alamnya.
Sitorus mengakui wisatawan mancanegara yang berwisata ke Mabar tujuan utamanya adalah melihat binatang komodo.

"Turis yang datang pertama kali di daerah ini hanya punya satu tujuan utama yakni melihat komodo. Dan apabila turis yang sama itu datang lagi maka untuk lihat komodo bukan lagi tujuan utama tapi mereka itu datang hanya untuk menyelam serta menikmati panorama laut serta wisata alam lainnya," kata Sitorus.

Kunjungan turis tahun ini sudah mencapai 7.347 orang. Tahun 2006 turis yang datang ke TNK mencapai 17.673 orang, 2007 meningkat menjadi 20.069 orang. Perkembangan yang menggembirakan dan menggairahkan.

Namun salah satu masalah yang dihadapi ialah sarana prasarana penunjang seperti hotel/penginapan, restoran, transportasi dan komunikasi. Di bidang komunikasi, internet dan jaringan telepon masih menjadi kendala. Sudah ada sebuah hotel berbintang namun masih dirasakan masih kurang. Karena itu pada tahun depan sudah ada pembangunan satu buah hotel berbintang lagi berstandar internasional.

Masalah lainnya, para wisatawan kebanyakan masuk dari NTB dan langsung ke Pulau Komodo maupun Pulau Rinca untuk melihat komodo. Ini tantangan bagi Pemkab Mabar untuk menjadikan Labuan Bajo memiliki daya tarik tersendiri agar para turis mau datang ke Labuan Bajo, entah sebelum atau sesudah ke Pulau Komodo.

***

Sesuai sejarah, binatang purbakala itu sudah menyatu dengan manusia di Pulau Komodo. Warga Kampung Komodo sampai sekarang menganggap komodo sebagai nenek moyang mereka yang harus dihormati.
Isaka Mansyur, warga Kampung Komodo, mengisahkan pada jaman dahulu hiduplan seorang putri di Pulau Komodo dan warga setempat menyapanya dengan Putri Naga. Sang putri kemudian menikah dengan seorang pemuda bernama Majo. Lahirlah anak kembar dari pasangan ini, seorang bayi lak-laki dan seekor naga.

Anak laki-laki diberi nama Gerong dan dibesarkan di dalam kampung, sedangkan naga tadi diberi nama Ora dan dibesarkan di hutan. Kakak beradik ini tidak saling mengenal. Beberapa tahun kemudian, Gerong berburu di hutan. Gerong hendak membunuh rusa, tapi mendadak hadir seekor kadal besar dari semak belukar dan berusaha menyelamatkan rusa itu. Gerong berusaha tetapi tidak mampu sebab kadal itu sudah menguasai rusa. Gerong marah dan mengangkat tombaknya hendak membunuh kadal raksasa itu. Saat itu tiba-tiba muncul pula seorang wanita cantik. Wanita itu mengatakan kepada Gerong bahwa kadal itu adalah saudaranya sendiri yang bernama Ora, jangan dibunuh. Sampai saat ini, warga Kampung Komodo masih menganggap komodo sebagai Ora, saudara mereka sehingga bisa hidup berdampingan satu sama lain.

Warga setempat sulit untuk dipisahakan dari komodo. Pernah, suatu ketika pemerintah berencana memindahkan penduduk Kampung Komodo ke tempat lain. Saat itu sebagian besar komodo menghilang dari pulau itu. Mereka baru muncul kembali setelah pemerintah membatalkan rencananya. *

Pos Kupang edisi Sabtu, 25 Oktober 2008 halaman 1, http://www.pos-kupang.com/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes