AKHIRNYA, Kabupaten Rote Ndao mencatat sejarah dalam pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepada daerah (pilkada) di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pilkada di daerah paling selatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tersebut masuk putaran kedua karena suara yang diraih lima pasangan calon pada putaran pertama tidak signifikan untuk langsung ditetapkan sebagai pemenang.
Pleno rekapitulasi penghitungan suara oleh KPUD Rote Ndao menetapkan pasangan calon Christian Nehemia Dillak, S.H-Zakarias P. Manafe (paket Nazar) dan paket Drs.Lens Haning, M.Si-Drs. Marthen Luther Saek, M.Si (Lentera) sebagai paket yang memiliki suara terbanyak untuk mengikuti pemilihan putaran kedua. Sedangkan tiga paket lain, yakni Drs. Marthen Luther Henukh,M. H-Junus Fanggidae, SE (Majus), Drs. Alfred Zakarias, M.SI - Drs. Stef Batemoy (As) dan Bernad Pelle, S.Ip- Nur Yusak Ndu Ufi, SE atau (paket Benar) memperoleh suara jauh di bawah ketiga paket tersebut.
KPU Rote Ndao mengumumkan, jumlah perolehan suara untuk kelima paket tersebut, yakni Nazar 18.706 suara atau 29,92 persen, Majus 8.439 atau 13,50 persen, Lentera 12.612 atau 20,17 persen, As 12.181 atau 19,48 persen dan paket Benar 10.584 suara atau 16.93 persen. Suara tidak sah 951 dan suara sah sebanyak 62.522 (Pos Kupang, 24/10/2008).
Selain memasuki putaran kedua, pilkada Rote Ndao juga mencatat 'sejarah' yang lain. Pada tanggal 18 Oktober 2008 lalu, Kantor Camat Rote Barat Laut (RBL) di Busalangga ludes dilahap si jago merah. Kantor itu diobrak-abrik lalu dibakar massa saat penghitungan suara suara oleh PPK disaksikan panwas setempat sedang berlangsung.
Polisi sempat menahan 23 orang di Mapolres Rote Ndao yang diduga ikut serta dalam aksi pembakaran tersebut. Dari 23 orang tersebut, lima orang masih berumur belasan tahun di antaranya menderita luka di kepala dan wajah. Kerugian ditaksir sekitar Rp 3 hingga Rp 4 miliar. Proses hukum masih berlangsung dan belum tahu siapa yang paling bertanggung jawab.
Menurut catatan kita, pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sudah bergulir di NTT sejak tahun 2005. Memang ada onak dan duri, aksi dan reaksi. Namun, yang terjadi di berbagai daerah masih dalam batas kewajaran, tidak sampai merusak seperti di Kabupaten Rote Ndao.
Kita bersyukur kekisruhan itu sudah berlalu dan kelima pasangan calon yang ikut dalam pilkada Rote Ndao menerima hasil pilihan rakyat pada putaran pertama tanggal 13 Oktober 2008. Pekerjaan rumah masih ada di tangan kepolisian. Polisi harus mengusut tuntas aksi anarkis di Kantor Camat Rote Barat Laut tanggal 18 Oktober 2008 lalu. Kerugian yang ditaksir sekitar Rp 3 sampai 4 miliar bukan nilai yang kecil. Hukum perlu ditegakkan agar menimbulkan efek jera dan kasus serupa tidak terulang di kemudian hari.
Dengan memasuki putaran kedua yang dijadwalan 24 November mendatang, Pilkada Rote Ndao masih menguras energi dan biaya tambahan. Informasi terkini menyebutkan, guna menuyukseskan putaran kedua Pilkada Rote Ndao, penyelenggara pesta demokrasi itu memerlukan biaya sebesar Rp 2,5 miliar. Dana yang tidak sedikit. Dari mana sumber dana itu, bagaimana cara mendapatkannya? Apakah dalam rentang waktu kurang dari sebulan ini semuanya bisa terealisir? Apapun alasannya, betata pun banyak kendala, Pilkada Rote Ndao tahap II harus tetap berjalan sesuai jadwal.
Harga demokrasi memang tidak murah. Untuk putaran pertama 13 Oktober lalu sudah banyak biaya yang dihabiskan. Energi rakyat pemilih sudah banyak tersedot ke sana. Harapan kita adalah elite politik di Rote Ndao bersikap lebih dewasa dan lapang dada. Jangan lagi mengulang tindakan anarkis. Tidak dibenarkan langkah-langkah provokasi.
Dua pasangan calon yang maju ke putaran akhir harus siap menang dan siap kalah. Yang kalah hendaknya bisa menerima kemenangan pihak lain. Yang menang pun tidak perlu menepuk dada sambil memperolok yang kalah. Hendaknya diingat bahwa rakyat Rote Ndao sudah banyak berkorban untuk pesta demokrasi ini. Ketika berkuasa, biasanya orang lupa mengingat rakyat yang dengan ikhlas hati memberikan dukungan mereka. Kekuasaan cenderung korup, membutakan mata hati.**
Salam Pos Kupang edisi Sabtu, 25 Oktober 2008 halaman 14, http://www.pos-kupang.com
Pleno rekapitulasi penghitungan suara oleh KPUD Rote Ndao menetapkan pasangan calon Christian Nehemia Dillak, S.H-Zakarias P. Manafe (paket Nazar) dan paket Drs.Lens Haning, M.Si-Drs. Marthen Luther Saek, M.Si (Lentera) sebagai paket yang memiliki suara terbanyak untuk mengikuti pemilihan putaran kedua. Sedangkan tiga paket lain, yakni Drs. Marthen Luther Henukh,M. H-Junus Fanggidae, SE (Majus), Drs. Alfred Zakarias, M.SI - Drs. Stef Batemoy (As) dan Bernad Pelle, S.Ip- Nur Yusak Ndu Ufi, SE atau (paket Benar) memperoleh suara jauh di bawah ketiga paket tersebut.
KPU Rote Ndao mengumumkan, jumlah perolehan suara untuk kelima paket tersebut, yakni Nazar 18.706 suara atau 29,92 persen, Majus 8.439 atau 13,50 persen, Lentera 12.612 atau 20,17 persen, As 12.181 atau 19,48 persen dan paket Benar 10.584 suara atau 16.93 persen. Suara tidak sah 951 dan suara sah sebanyak 62.522 (Pos Kupang, 24/10/2008).
Selain memasuki putaran kedua, pilkada Rote Ndao juga mencatat 'sejarah' yang lain. Pada tanggal 18 Oktober 2008 lalu, Kantor Camat Rote Barat Laut (RBL) di Busalangga ludes dilahap si jago merah. Kantor itu diobrak-abrik lalu dibakar massa saat penghitungan suara suara oleh PPK disaksikan panwas setempat sedang berlangsung.
Polisi sempat menahan 23 orang di Mapolres Rote Ndao yang diduga ikut serta dalam aksi pembakaran tersebut. Dari 23 orang tersebut, lima orang masih berumur belasan tahun di antaranya menderita luka di kepala dan wajah. Kerugian ditaksir sekitar Rp 3 hingga Rp 4 miliar. Proses hukum masih berlangsung dan belum tahu siapa yang paling bertanggung jawab.
Menurut catatan kita, pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sudah bergulir di NTT sejak tahun 2005. Memang ada onak dan duri, aksi dan reaksi. Namun, yang terjadi di berbagai daerah masih dalam batas kewajaran, tidak sampai merusak seperti di Kabupaten Rote Ndao.
Kita bersyukur kekisruhan itu sudah berlalu dan kelima pasangan calon yang ikut dalam pilkada Rote Ndao menerima hasil pilihan rakyat pada putaran pertama tanggal 13 Oktober 2008. Pekerjaan rumah masih ada di tangan kepolisian. Polisi harus mengusut tuntas aksi anarkis di Kantor Camat Rote Barat Laut tanggal 18 Oktober 2008 lalu. Kerugian yang ditaksir sekitar Rp 3 sampai 4 miliar bukan nilai yang kecil. Hukum perlu ditegakkan agar menimbulkan efek jera dan kasus serupa tidak terulang di kemudian hari.
Dengan memasuki putaran kedua yang dijadwalan 24 November mendatang, Pilkada Rote Ndao masih menguras energi dan biaya tambahan. Informasi terkini menyebutkan, guna menuyukseskan putaran kedua Pilkada Rote Ndao, penyelenggara pesta demokrasi itu memerlukan biaya sebesar Rp 2,5 miliar. Dana yang tidak sedikit. Dari mana sumber dana itu, bagaimana cara mendapatkannya? Apakah dalam rentang waktu kurang dari sebulan ini semuanya bisa terealisir? Apapun alasannya, betata pun banyak kendala, Pilkada Rote Ndao tahap II harus tetap berjalan sesuai jadwal.
Harga demokrasi memang tidak murah. Untuk putaran pertama 13 Oktober lalu sudah banyak biaya yang dihabiskan. Energi rakyat pemilih sudah banyak tersedot ke sana. Harapan kita adalah elite politik di Rote Ndao bersikap lebih dewasa dan lapang dada. Jangan lagi mengulang tindakan anarkis. Tidak dibenarkan langkah-langkah provokasi.
Dua pasangan calon yang maju ke putaran akhir harus siap menang dan siap kalah. Yang kalah hendaknya bisa menerima kemenangan pihak lain. Yang menang pun tidak perlu menepuk dada sambil memperolok yang kalah. Hendaknya diingat bahwa rakyat Rote Ndao sudah banyak berkorban untuk pesta demokrasi ini. Ketika berkuasa, biasanya orang lupa mengingat rakyat yang dengan ikhlas hati memberikan dukungan mereka. Kekuasaan cenderung korup, membutakan mata hati.**
Salam Pos Kupang edisi Sabtu, 25 Oktober 2008 halaman 14, http://www.pos-kupang.com