Pak Visi

Namanya Vinsen, disapa Visi. Calon anggota legislatif. "Mereka mau uji saya punya kekuatan? Kau lihat nanti, pokoknya rataaa!"

KAMPUNG punya kisah sendiri. Selalu rindu menarik ingin. Maka izinkan beta kali ini berkisah tentang Visi. Kembali bertutur ikhwal kiprah saudaraku. Sepupu jauh di kampung. Dia bangga disapa Pak Visi. Tak marah dicap seperti penjual obat di Pasar Wolowona, kuat 'cari muka' dan 'omong besar'.

"Ini resiko mau jadi anggota Dewan," katanya ngakak saat kami menghangatkan badan, dengan bara sebatang ara di kampung kami yang udik, lereng gunung yang dingin di Flores tengah.

Pagi di awal Oktober, fajar masih malas menyingsing. Pak Visi telah berkali-kali berkata tentang visi dan misi. Misi sebagai DPR, visi sebagai anggota parlemen. "Saya nomor urut dua di dapil (daerah pemilihan) kecamatan kita. Nomor satu ketua ranting partai. Tapi saya tidak ragu. Saya bisa lolos jadi DPR," kata Vinsen, lulusan sebuah SMA ternama di Ende.

Kenapa begitu optimis? "Aih, saya ini bekas ketua Mudika (organisasi pemuda-pemudi beragama Katolik) ko. Bekas ketua RW dan sekarang ketua lingkungan. Pastor paroki kenal baik, pak camat, babinsa, kapolsek kenal saya. Semua orang kenal saya. Kenapa kau ragu?" kata Vinsen. Rokoknya ditarik dalam- dalam. Mengembus napas perlahan, mengepul-ngepulkan asap.

Vinsen melanjutkan cerita. Sejak resmi terdaftar sebagai calon anggota legislatif (caleg) bulan Juli lalu, irama hidup pria berusia 42 tahun itu di kampung agak berubah meski dia tetap berkebun serta mengurus babi, kambing dan ayam. Tak lupa seminggu sekali memandikan kuda betinanya yang sedang bunting kali ketiga.

Yang berubah adalah tiada hari tanpa bicara "visi dan misi". Dia rajin berkunjung ke kampung-kampung terdekat, ke sawah dan ladang tetangga. Ngobrol di pondok berjam-jam. Dulu malas ikut acara nikah, sambut baru, khitanan atau kematian. Sekarang sebaliknya. Tidak diundang pun datang. Semua kesempatan dia pakai.

"Gara-gara begitu saya dipanggil Pak Visi oleh kawan-kawan sebaya. Tiap kali melihat saya, mereka bilang itu Pak Visi datang. Saya malas tahu, malah senang karena mereka mengerti maksud saya. He, kau juga harus dukung karena dari kampung kita belum ada yang DPR," katanya. Lagi-lagi sambil tertawa.

"Ini cara kami di kampung. Tidak perlu pasang iklan di kau punya koran, radio atau televisi. Mau pasang iklan uang dari mana? Saya tidak punya. Tapi coba kau tanya orang-orang di sini, mereka sudah tahu saya caleg,"kata Pak Visi yakin.

Cakapnya berapi-api. Tutur Pak Visi berbuih-buih. Sejenak beta menyela. Berapa banyak partai yang punya caleg di dapilmu ini? "Delapan belas," kata si Visi. Jumlah kursi yang diperebutkan? "Tiga kursi," ujar si Visi. Berapa banyak caleg yang bertarung di dapil sini? "Aih, saya tidak ingat ko. Tapi banyak memang," katanya. Misalnya setiap partai mengusulkan dua orang caleg saja, berarti 36 orang memperebutkan tiga kursi. Kulihat kuping sepupuku itu memerah semu. Kena dia!

Puluhan caleg merebut tiga kursi, yakin akan terpilih? Bukankah suara pemilih tersebar, terbagi-bagi hingga jauh dari syarat lolos? Dasar si Visi. Percaya dirinya selangit. "Mereka mau uji saya punya kekuatan? Tidak apa-apa, kami bakuuji massa. Kau lihat nanti, pokoknya rata!" katanya sambil mengibaskan tangan.

***
SUNGGUH senang menemukan manusia optimis seperti Pak Visi. Caleg memang wajib optimis. Maju tak gentar demi kursi. Tuan dan puan mungkin telah dan segera bertemu dengan tokoh seperti Pak Visi. Juga Bu Visi, anak Visi, mertua dan bibi Visi. Hari-hari ini sampai tahun depan mereka getol berkata tentang visi-misi guna menebar harap, memancing percaya konstituen.

Takdir demokrasi kita melahirkan "keluarga besar visi dan misi". Sejak pilkada langsung bergulir 2005 hingga pilpres 2009, tercatat 18.908 orang meraih kursi lewat pemilu dengan menjual visi-misi.

Berikut rinciannya. Kursi DPRD kabupaten/kota yang diperebutkan seluruh Indonesia sebanyak
15.750, DPRD propinsi 1.998 kursi, 560 kursi DPR, 132 kursi DPD, dua kursi presiden-wapres, 466 kursi kepala daerah dan wakil kepala daerah di 466 kabupaten/kota serta 32 propinsi. Angka 18.908 kursi tersebut untuk yang terpilih. Jumlah yang berusaha merebut bisa dua sampai tiga kali lipat.

Sistem demokrasi langsung menempatkan Indonesia sebagai negara di dunia dengan event pemilu terbanyak. Indonesia menggelar 504 pemilu setiap lima tahun. Artinya, 101 pemilu setiap tahun atau lebih dari delapan pemilu setiap bulan atau dua pemilu setiap pekan.

Tak pelak lagi, kita kebanjiran visi, kehujanan misi. Mendengar visi dan misi hampir saban hari. Inilah negeri seribu visi, sejuta misi. Visi pelawak, misi pemain sinetron, sutradara. Visi pengangguran yang tiba-tiba menjadi penyelenggara negara. Terngiang kata-kata Vinsen di kampung, "Kau lihat nanti, pokoknya rata!" (dionbata@poskupang.co.id)

Beranda Kita (BETA) Pos Kupang edisi Senin, 27 Oktober 2008 halaman 1, http://www.pos-kupang.com/
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes