MENYAKSIKAN pohon pisang beranga kelimutu, beranga ambon dan pisang mas ditanam kelompok tani di Kelurahan Lokoboko, Kecamatan Ndona, Ende tumbuh bagus dan sebagian lain berbuah, cukup membuat sukacita.
Sebagian tandan sudah cukup tua. Siap ditebang. Sebagian lagi masih sangat mudah dan menunggu beberapa bulan lagi baru bisa dipanen. Sedangkan sebagian lainnya belum berbuah sama sekali. Di antara rumpun pisang berjarak sekitar 4-5 meter itu, kelompok tani menanam pepaya, terung, kacang panjang dan cabai rawit.
Tampaknya peluh 14 petani di Lokoboko yang saban hari bekerja keras membanting tulang menanam pisang beranga ini segera memanen hasilnya. Ketua Kolompok Tani Lokoboko, Kasim Kobe (50), mengaku gembira menyaksikan pisang beranga kelimutu yang ditanamnya bersama rekan-rekan anggota kelompoknya menghasilkan buah lebat dan siap panen.
Jika satu tandan pisang dengan jumlah sekian banyak sisir dijual ke pasar akan diperoleh sejumlah uang. Dari penghasilan itu, petani bisa merencanakan belanja kebutuhan keluarga, ongkos anak sekolah, bangun rumah dan menyisihkan sedikit buat tabungan.
Tetapi khayalan para petani kadangkala juga menyakitkan. Yang dibayangkan seringkali tak sesuai kenyataan ketika pisang beranga kelimutu dijual ke pasar lokal di Wolowona, Potulando dan Pasar Ende.
"Banjir" panen pisang beranga dan pisang jenis lain pada bulan-bulan tertentu bisa membuyarkan khayalannya. Menjual sendiri (petani penghasil) Rp 5.000,00/sisir dalam hitungan mereka cukup untung. Tetapi pada saat pisang melimpah, Rp 3.000,00/sisir terpaksa dilego daripada dibawa pulang ke rumah dibagi kepada tetangga atau rusak jadi makanan babi.
"Prospek pisang beranga kelimutu ini sangat bagus. Bantuan modal usaha diberikan pemerintah sangat menolong petani. Tetapi, pemerintah tolong bantu pemasarannya. Pada saat panen limpah, harga akan jatuh. Kasihan sekali kami kerja setengah mati, tetapi uang yang kami terima sangat sedikit," keluh Kasim yang ditemui Pos Kupang dan Kompas di kebunnya di Lokoboko.
Meskipun produksi pisang saat ini masih normal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Ende, sebagian dipasarkan pedagang ke Kupang atau diantarpulaukan ke Jawa, Kasim minta pemerintah serius memikirkan masa depan pemasaran pisang. Suatu waktu ketika banyak petani mengetahui kualitas buahan-buahan ini digemari dan makin banyak yang menanamnya "booming" pisang di pasaran akan terjadi. Saat itu harga akan jatuh dan petani tak menerima kontribusi pendapatan yang sepadan.
"Saat ini harga masih lumayan bagus. Mungkin juga pengaruh dan ciri tanaman ini, ditanam serentak tetapi tak bisa dipanen serentak. Kami masih bisa tebang dan jual terus dan harga masih bagus," kata Kasim.
Koordinator Yayasan Tananua Ende, Hironimus Pala, mengatakan, gerakan beranganisasi kepada petani patut didukung semua stakeholder. Semakin banyak petani termotivasi dan memahaminya tanaman ini harus terus didorong. Namun pekerjaan besar yang harus direncanakan adalah menyiapkan pasaran pisang. Ia menyarankan pemerintah menggandeng investor ataupun lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan petani memasarkan pisang.
"Saya tidak setuju seperti kasus ubi kayu aldira di Manggarai Barat terjadi pada petani pisang di Ende. Kita jangan hanya motivasi petani tanaman pisang sebanyaknya, tetapi ketika panen limpah, petani bingung memasarkan," kata Hironimus.
Kepala Sub Dinas Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Ende, Fransiskus Xaverius Ndoki, sependapat gerakan beranganisasi harus diikuti dengan penjajakan pemasarannya agar tidak menjadi masalah pada pasca panen. Keluhan pemasaran sudah pernah disampaikan kelompok-kelompok tani binaannya. "Ketika produksi serentak sangat banyak, tetapi harga turun ini menjadi soal besar. Petani akan protes pemerintah," kata Frans.
Frans mengatakan, menjajaki kerja sama dengan investor atau membuka pemasaran ke luar Ende harus sejalan dengan pengembangan produksi skala besar. "Ketika mengajak investor, yang pertama kali ditanya berapa produksi kita? Meski untuk penanaman dan produksi dihasilkan petani saat ini masih bisa diserap pasar lokal di Ende, sebagian dijual sampai ke Kupang dan ada juga diantarpulaukan ke Jawa," kata Frans.
Direncanakan dalam tahun anggaran 2008/2009, dana Rp 300 juta dialokasikan kepada kelompok tani pengembang pisang beranga kelimutu ini. Para petani diharapkan bisa menyerap dana tersebut bagi kemajuan usaha pertaniannya. Dana ini untuk pengadaan bibit pisang, pupuk dan pemeliharaan.
Namanya usaha, risikonya tentu selalu ada. Gerakan beranganisasi yang digalakkan Dinas Pertanian Ende terus didorong. Membangun image pasar, pemahaman dan motivasi kepada petani bahwa menanam pisang beranga memberikan pendapatan lumayan. Makin banyak petani sadar dan menanam pisang sangat menguntungkan dengan membuka pasaran pisang.
Kalkulasi kasar 30 ha uji coba penanaman pada 2007 dan dipanen bertahap menurut petani menguntungkan. Menjual Rp 5.000,00/sisir untuk jumlah 13 sisir pisang dalam setiap tandan, petani bisa memperoleh Rp 65.000,00/tandan. Pengembangan 30 ha sebanyak 12.000 pohon pisang, jika seluruhnya berbuah mendatangkan uang senilai Rp 780 juta. Apabila satu rumpun pisang terdapat tiga sampai empat anakan dan bisa dipanen selama empat kali (setelah itu diremajakan) akan menghasilkan dana Rp 3,12 miliar. Sangat mencengangkan buat petani! (Eugenius Moa/habis)
Pos Kupang edisi Rabu, 13 Agustus 2008, halaman 1
Sebagian tandan sudah cukup tua. Siap ditebang. Sebagian lagi masih sangat mudah dan menunggu beberapa bulan lagi baru bisa dipanen. Sedangkan sebagian lainnya belum berbuah sama sekali. Di antara rumpun pisang berjarak sekitar 4-5 meter itu, kelompok tani menanam pepaya, terung, kacang panjang dan cabai rawit.
Tampaknya peluh 14 petani di Lokoboko yang saban hari bekerja keras membanting tulang menanam pisang beranga ini segera memanen hasilnya. Ketua Kolompok Tani Lokoboko, Kasim Kobe (50), mengaku gembira menyaksikan pisang beranga kelimutu yang ditanamnya bersama rekan-rekan anggota kelompoknya menghasilkan buah lebat dan siap panen.
Jika satu tandan pisang dengan jumlah sekian banyak sisir dijual ke pasar akan diperoleh sejumlah uang. Dari penghasilan itu, petani bisa merencanakan belanja kebutuhan keluarga, ongkos anak sekolah, bangun rumah dan menyisihkan sedikit buat tabungan.
Tetapi khayalan para petani kadangkala juga menyakitkan. Yang dibayangkan seringkali tak sesuai kenyataan ketika pisang beranga kelimutu dijual ke pasar lokal di Wolowona, Potulando dan Pasar Ende.
"Banjir" panen pisang beranga dan pisang jenis lain pada bulan-bulan tertentu bisa membuyarkan khayalannya. Menjual sendiri (petani penghasil) Rp 5.000,00/sisir dalam hitungan mereka cukup untung. Tetapi pada saat pisang melimpah, Rp 3.000,00/sisir terpaksa dilego daripada dibawa pulang ke rumah dibagi kepada tetangga atau rusak jadi makanan babi.
"Prospek pisang beranga kelimutu ini sangat bagus. Bantuan modal usaha diberikan pemerintah sangat menolong petani. Tetapi, pemerintah tolong bantu pemasarannya. Pada saat panen limpah, harga akan jatuh. Kasihan sekali kami kerja setengah mati, tetapi uang yang kami terima sangat sedikit," keluh Kasim yang ditemui Pos Kupang dan Kompas di kebunnya di Lokoboko.
Meskipun produksi pisang saat ini masih normal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Ende, sebagian dipasarkan pedagang ke Kupang atau diantarpulaukan ke Jawa, Kasim minta pemerintah serius memikirkan masa depan pemasaran pisang. Suatu waktu ketika banyak petani mengetahui kualitas buahan-buahan ini digemari dan makin banyak yang menanamnya "booming" pisang di pasaran akan terjadi. Saat itu harga akan jatuh dan petani tak menerima kontribusi pendapatan yang sepadan.
"Saat ini harga masih lumayan bagus. Mungkin juga pengaruh dan ciri tanaman ini, ditanam serentak tetapi tak bisa dipanen serentak. Kami masih bisa tebang dan jual terus dan harga masih bagus," kata Kasim.
Koordinator Yayasan Tananua Ende, Hironimus Pala, mengatakan, gerakan beranganisasi kepada petani patut didukung semua stakeholder. Semakin banyak petani termotivasi dan memahaminya tanaman ini harus terus didorong. Namun pekerjaan besar yang harus direncanakan adalah menyiapkan pasaran pisang. Ia menyarankan pemerintah menggandeng investor ataupun lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan petani memasarkan pisang.
"Saya tidak setuju seperti kasus ubi kayu aldira di Manggarai Barat terjadi pada petani pisang di Ende. Kita jangan hanya motivasi petani tanaman pisang sebanyaknya, tetapi ketika panen limpah, petani bingung memasarkan," kata Hironimus.
Kepala Sub Dinas Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Ende, Fransiskus Xaverius Ndoki, sependapat gerakan beranganisasi harus diikuti dengan penjajakan pemasarannya agar tidak menjadi masalah pada pasca panen. Keluhan pemasaran sudah pernah disampaikan kelompok-kelompok tani binaannya. "Ketika produksi serentak sangat banyak, tetapi harga turun ini menjadi soal besar. Petani akan protes pemerintah," kata Frans.
Frans mengatakan, menjajaki kerja sama dengan investor atau membuka pemasaran ke luar Ende harus sejalan dengan pengembangan produksi skala besar. "Ketika mengajak investor, yang pertama kali ditanya berapa produksi kita? Meski untuk penanaman dan produksi dihasilkan petani saat ini masih bisa diserap pasar lokal di Ende, sebagian dijual sampai ke Kupang dan ada juga diantarpulaukan ke Jawa," kata Frans.
Direncanakan dalam tahun anggaran 2008/2009, dana Rp 300 juta dialokasikan kepada kelompok tani pengembang pisang beranga kelimutu ini. Para petani diharapkan bisa menyerap dana tersebut bagi kemajuan usaha pertaniannya. Dana ini untuk pengadaan bibit pisang, pupuk dan pemeliharaan.
Namanya usaha, risikonya tentu selalu ada. Gerakan beranganisasi yang digalakkan Dinas Pertanian Ende terus didorong. Membangun image pasar, pemahaman dan motivasi kepada petani bahwa menanam pisang beranga memberikan pendapatan lumayan. Makin banyak petani sadar dan menanam pisang sangat menguntungkan dengan membuka pasaran pisang.
Kalkulasi kasar 30 ha uji coba penanaman pada 2007 dan dipanen bertahap menurut petani menguntungkan. Menjual Rp 5.000,00/sisir untuk jumlah 13 sisir pisang dalam setiap tandan, petani bisa memperoleh Rp 65.000,00/tandan. Pengembangan 30 ha sebanyak 12.000 pohon pisang, jika seluruhnya berbuah mendatangkan uang senilai Rp 780 juta. Apabila satu rumpun pisang terdapat tiga sampai empat anakan dan bisa dipanen selama empat kali (setelah itu diremajakan) akan menghasilkan dana Rp 3,12 miliar. Sangat mencengangkan buat petani! (Eugenius Moa/habis)
Pos Kupang edisi Rabu, 13 Agustus 2008, halaman 1