TRADISI kehidupan kaum bangsawan Sumba, khususnya Sumba Timur yang selalu diapit para hamba juga terbawa hingga mereka meninggal dunia. Pengabdian para hamba atau disebut dalam bahasa umum 'orang dalam rumah' bahkan hingga tuannya masuk ke liang lahat.
Menurut penuturan para tokoh adat Sumba Timur, sampai dengan era 1970-an, masih ada hamba yang rela kubur hidup-hidup dalam satu kubur dengan sang tuan. Orang dalam rumah yang ikut terkubur dengan jenazah tuannya, ini tidak dipaksa. Mereka melakukan atas dasar kerelaan karena ingin menjaga dan mengabdi kepada sang tuan. Tradisi seperti ini baru terhenti dalam dua dekade terakhir setelah ada larangan dari pemerintah.
Sejarah pengabdian hamba terhadap para bangsawan Sumba, itu dapat ditemukan di Kampung Praiawang Rende, Kabupaten Sumba Timur yang merupakan kampung adat tempat kelahiran almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda, Bupati Sumba Timur yang meninggal dunia 2 Agustus 2008 lalu.
Jika baru pertama mengunjungi kampung adat tersebut, kita akan menjumpai sembilan rumah induk yang mengelilingi kampung adat dan kuburan-kuburan batu yang ukuran besar dengan beratnya yang mencapai satu bahkan dua ton di tengah perkampungan. Di atas batu kuburan tersebut, terdapat menara batu dan arca yang dalam bahasa setempat disebut penji. Bahkan ada kubur yang bagian depannya dibuat patung kepala kerbau dengan tanduk yang cukup panjang. Kuburan dengan patung kepala kerbau itu merupakan kuburan bangsawan pertama di kampung tersebut.
Sembilan rumah induk itu melambangkan sembilan keturunan dari para bangasawan dalam kampung adat Praiawang Rende. Rumah-rumah induk itu dengan fungsinya masing-masing. Ada yang namanya rumah besar yang saat ini dijadikan tempat penyimpanan mayat atau dalam bahasa setempat disebut Uma Bokul. Rumah ini merupakan rumah pertama di kampung itu.
Dari rumah ini seluruh keturunan bangsawan Rende keluar dan kemudian mendirikan rumah sendiri-sendiri. Kemudian ada Uma Jangga, yang merupakan rumah tinggal almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda sejak kecil. Rumah ini merupakan rumah tempat musyawarah keluarga. Kemudian, Uma Penji merupakan rumah yang ada menaranya. Rumah ini merupakan tempat tinggal Raja Rende (Maramba Rindi), Umbu Hapu Hamba Ndima dan keturunannya. Ada juga Uma Hadung, yakni tempat berkumpul sebelum pergi atau setelah pulang perang atau saat ini dipakai sebagai tempat berkumpul sebelum pergi atau setelah pulang pacuan kuda.
Menurut juru bicara Kampung Adat Rende, Wunu Hiwa (71), zaman dulu di rumah ini juga dipakai sebagai tempat menggantung kepala musuh yang dibunuh dalam peperangan dan tempat merayakan berbagai acara adat setelah memenangkan peperangan. Ada lagi yang namanya Uma Ndewa (rumah para dewa) yang merupakan rumah tempat upacara atau sembahyang para penganut kepercayaan marapu. Juga ada Uma Kopi atau rumah tempat minum kopi.
Kembali ke soal kuburan. Sesuai dengan budaya orang Sumba yang selalu mengedepankan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari, ketika meninggal duniapun, jenazah para bangsawan Sumba, khususnya Sumba Timur dikuburkan dalam satu kuburan yang sama atau satu liang lahat. Dalam satu kubur bisa sampai puluhan orang. Seperti salah satu kubur bangsawan di Kampung Praiwang Rende yang saat ini sedang direnovasi atau diperluas.
Kuburan itu awalnya merupakan kubur dari kakek almarhum Umbu Mehang Kunda bernama Umbu Retang Tamba dan istrinya, Rambu Dupa Luana. Namun dengan budaya kebersamaan tadi, ketika sang adik bernama Umbu Windi Liti alias Umbu Nai Parianga dan tiga istrinya masing-masing, Rambu Konga Emu, Rambu Naha Ana Awang dan Rambu Hara Ata Pawau meninggal dunia, jasad keempatnya juga dimasukkan ke kubur yang sama.
Tidak hanya itu, anak-anak mereka , Umbu Lili Pekualia alias Umbu Nai Hanggongu anak dari Umbu Retang Tamba dan Rambu Padu Ranu anak dari Umbu Windi, juga dikuburkan di kubur yang sama.
Kubur dari satu keluarga bangsawan di Kampung Rende tersebut dipagari oleh kuburan para hambanya sebanyak 24 orang, terdiri dari bagian kaki empat orang, bagian kepala empat orang, sisi kiri empat orang dan sisi kanan empat. Perlakuan yang sama juga akan berlangsung bagi seluruh bangsawan di kampung itu dan keturunannya, termasuk kuburan almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda, Bupati Sumba Timur.
Menurut Wunu Hiwa, meski masih satu keturunan dengan pemilik kubur yang dibongkar tersebut, namun jenazah almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda sesuai kesepakatan terakhir akan dikuburkan di liang terpisah dengan sang kakek dengan pertimbangan untuk menghormati almarhum.
Hiwa mengatakan, antara kubur almarhum dengan kubur sang kakek hanya terpisah liang lahat tetapi tetap berdampingan. Kubur almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda alias Umbu Nai Mbaha Ndjurumbatu berada di sudut kiri bagian depan kubur sang kakek. Sama halnya dengan kubur sang kakek, Wunu Hiwa mengatakan, kubur almarhum juga akan dikelilingi oleh kubur para hambanya. "Kalau ada anak buah almarhum (hamba) dalam rumah yang meninggal nanti, dia akan dikubur di sisi kubur almarhum," kata Hiwa. (Adiana Ahmad)
Pos Kupang edisi Selasa, 19 Agustus 2008, halaman 17
Menurut penuturan para tokoh adat Sumba Timur, sampai dengan era 1970-an, masih ada hamba yang rela kubur hidup-hidup dalam satu kubur dengan sang tuan. Orang dalam rumah yang ikut terkubur dengan jenazah tuannya, ini tidak dipaksa. Mereka melakukan atas dasar kerelaan karena ingin menjaga dan mengabdi kepada sang tuan. Tradisi seperti ini baru terhenti dalam dua dekade terakhir setelah ada larangan dari pemerintah.
Sejarah pengabdian hamba terhadap para bangsawan Sumba, itu dapat ditemukan di Kampung Praiawang Rende, Kabupaten Sumba Timur yang merupakan kampung adat tempat kelahiran almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda, Bupati Sumba Timur yang meninggal dunia 2 Agustus 2008 lalu.
Jika baru pertama mengunjungi kampung adat tersebut, kita akan menjumpai sembilan rumah induk yang mengelilingi kampung adat dan kuburan-kuburan batu yang ukuran besar dengan beratnya yang mencapai satu bahkan dua ton di tengah perkampungan. Di atas batu kuburan tersebut, terdapat menara batu dan arca yang dalam bahasa setempat disebut penji. Bahkan ada kubur yang bagian depannya dibuat patung kepala kerbau dengan tanduk yang cukup panjang. Kuburan dengan patung kepala kerbau itu merupakan kuburan bangsawan pertama di kampung tersebut.
Sembilan rumah induk itu melambangkan sembilan keturunan dari para bangasawan dalam kampung adat Praiawang Rende. Rumah-rumah induk itu dengan fungsinya masing-masing. Ada yang namanya rumah besar yang saat ini dijadikan tempat penyimpanan mayat atau dalam bahasa setempat disebut Uma Bokul. Rumah ini merupakan rumah pertama di kampung itu.
Dari rumah ini seluruh keturunan bangsawan Rende keluar dan kemudian mendirikan rumah sendiri-sendiri. Kemudian ada Uma Jangga, yang merupakan rumah tinggal almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda sejak kecil. Rumah ini merupakan rumah tempat musyawarah keluarga. Kemudian, Uma Penji merupakan rumah yang ada menaranya. Rumah ini merupakan tempat tinggal Raja Rende (Maramba Rindi), Umbu Hapu Hamba Ndima dan keturunannya. Ada juga Uma Hadung, yakni tempat berkumpul sebelum pergi atau setelah pulang perang atau saat ini dipakai sebagai tempat berkumpul sebelum pergi atau setelah pulang pacuan kuda.
Menurut juru bicara Kampung Adat Rende, Wunu Hiwa (71), zaman dulu di rumah ini juga dipakai sebagai tempat menggantung kepala musuh yang dibunuh dalam peperangan dan tempat merayakan berbagai acara adat setelah memenangkan peperangan. Ada lagi yang namanya Uma Ndewa (rumah para dewa) yang merupakan rumah tempat upacara atau sembahyang para penganut kepercayaan marapu. Juga ada Uma Kopi atau rumah tempat minum kopi.
Kembali ke soal kuburan. Sesuai dengan budaya orang Sumba yang selalu mengedepankan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari, ketika meninggal duniapun, jenazah para bangsawan Sumba, khususnya Sumba Timur dikuburkan dalam satu kuburan yang sama atau satu liang lahat. Dalam satu kubur bisa sampai puluhan orang. Seperti salah satu kubur bangsawan di Kampung Praiwang Rende yang saat ini sedang direnovasi atau diperluas.
Kuburan itu awalnya merupakan kubur dari kakek almarhum Umbu Mehang Kunda bernama Umbu Retang Tamba dan istrinya, Rambu Dupa Luana. Namun dengan budaya kebersamaan tadi, ketika sang adik bernama Umbu Windi Liti alias Umbu Nai Parianga dan tiga istrinya masing-masing, Rambu Konga Emu, Rambu Naha Ana Awang dan Rambu Hara Ata Pawau meninggal dunia, jasad keempatnya juga dimasukkan ke kubur yang sama.
Tidak hanya itu, anak-anak mereka , Umbu Lili Pekualia alias Umbu Nai Hanggongu anak dari Umbu Retang Tamba dan Rambu Padu Ranu anak dari Umbu Windi, juga dikuburkan di kubur yang sama.
Kubur dari satu keluarga bangsawan di Kampung Rende tersebut dipagari oleh kuburan para hambanya sebanyak 24 orang, terdiri dari bagian kaki empat orang, bagian kepala empat orang, sisi kiri empat orang dan sisi kanan empat. Perlakuan yang sama juga akan berlangsung bagi seluruh bangsawan di kampung itu dan keturunannya, termasuk kuburan almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda, Bupati Sumba Timur.
Menurut Wunu Hiwa, meski masih satu keturunan dengan pemilik kubur yang dibongkar tersebut, namun jenazah almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda sesuai kesepakatan terakhir akan dikuburkan di liang terpisah dengan sang kakek dengan pertimbangan untuk menghormati almarhum.
Hiwa mengatakan, antara kubur almarhum dengan kubur sang kakek hanya terpisah liang lahat tetapi tetap berdampingan. Kubur almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda alias Umbu Nai Mbaha Ndjurumbatu berada di sudut kiri bagian depan kubur sang kakek. Sama halnya dengan kubur sang kakek, Wunu Hiwa mengatakan, kubur almarhum juga akan dikelilingi oleh kubur para hambanya. "Kalau ada anak buah almarhum (hamba) dalam rumah yang meninggal nanti, dia akan dikubur di sisi kubur almarhum," kata Hiwa. (Adiana Ahmad)
Pos Kupang edisi Selasa, 19 Agustus 2008, halaman 17