MANADO, TRIBUN - Proses pendataan korban banjir bandang di Kota Manado untuk menempati rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Kelurahan Tingkulu atau tepatnya di Jalan Ringroad masih terus berlangsung.
Kepada Tribun Manado, Rabu (5/2/2014), Camat Wanea Samy Kaawoan menjelaskan di wilayahnya sedikitnya 90 kepala keluarga (KK) yang kehilangan rumah saat banjir bandang 15 Januari 2014. Namun untuk sementara ini baru 33 KK yang dikonfirmasi bersedia menempati rusunawa di Tingkulu. "Kami masih terus mendata karena sesuai perintah wali kota korban banjir yang kehilangan rumah bisa tinggal di rusunawa Tingkulu," katanya.
Samy menjelaskan, minimnya minat warga korban banjir menempati rusunawa disebabkan berbagai faktor, misalnya kemungkinan warga enggan meninggalkan lingkungan lama karena merupakan tempat usaha. Walau tak punya rumah, mereka masih bisa menumpang di rumah kerabat atau keluarganya.
Meski begitu, Samy terus mengonfirmasi warga apakah bersedia tinggal di rusunawa. "Tapi kami juga akan tetapkan batas waktu, karena mungkin saja ada warga lain yang ingin tinggal di rusunawa," ucapnya.
Sebelumnya Wali Kota Manado Dr GS Vicky Lumentut menyatakan rusunawa di Kelurahan Tingkulu yang terdiri dari 94 unit segera ditempati warga korban banjir. Hal tersebut disampaikan Lumentut seusai rapat koordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) di Kantor Gubernur, Selasa (3/2) lalu.
"Saya sudah mengarahkan camat, untuk korban banjir di wilayah Wanea dan sebagian Tikala yang rumah hanyut atau rusak berat, diajak apakah mau pindah? Semua yang di Ranotana Weru hampir 70 rumah hanyut itu," katanya.
Lumentut menjelaskan, selama enam bulan penghuni rusunawa tidak dipungut biaya. "Setelah enam bulan baru bayar. Harga sewanya mungkin paling murah di dunia, Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu," katanya. Lumentut merincikan, tarif sewa rusunawa untuk ruangan di lantai dasar Rp 200 ribu per bulan. Lantai sesudahnya Rp 150 Ribu dan makin ke atas tinggal Rp 100 ribu per bulan. "Masyarakat sewa disitu selama dia suka disitu, tapi bukan kepemilikan," ungkapnya.
Dihubungi secara terpisah, Rabu (5/2), Wakil Gubernur Sulut Djouhari Kansil mengatakan, pemprov akan mendiskusikan lokasi yang tepat untuk tempat tinggal sementara pengungsi korban banjir yang belum kebagian rusunawa. Ia membenarkan, wali kota meminta lokasi seperti gedung KONI, asrama-asrama di Sario, Asrama Haji Tuminting atau lokasi pameran, bahkan Pemerintah Kota (Pemko) Manado berniat menyewa. "Pemko menyatakan akan menyewa beberapa bangunan yang belum digunakan saat ini di antaranya gedung wanita, asrama haji, GOR Arie Lasut serta bangunan yang ada di lokasi pameran di Kayuwatu untuk dipakai sementara bagi pengungsi yang rumahnya telah hilang. Kita akan bicarakan dulu," ungkapnya. Untuk jangka panjang, kata wagub, Pemprov Sulut sudah setuju menghibahkan tanah di Pandu dan Kalasey untuk bangun rumah bagi korban banjir.
"Nanti bertahap pengurusannya rumah yang akan dibangun itu. Yang pasti tanahnya sudah ada," kata dia.
Bangunan Mewah
Sementara Anggota DPRD Provinsi Sulut Teddy Kumaat mengharapkan Pemko Manado harus tegas menertibkan rumah-rumah di bantaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano. Ia mengingatkan pemko agar tidak ada pandang bulu dalam penertiban. Sasarannya jangan hanya rumah sederhana, tapi juga rumah mewah.
"Harus diingat bahwa yang harus ditertibkan bukan cuma rumah-rumah sederhana tetapi juga bangunan-bangunan besar dan mewah," katanya, Rabu (5/2).
Ia mencontohkan, bangunan besar dan mewah di bantaran sungai Sario, sungai Tondano di wilayah Paal 2 dan sebuah hotel dekat Jembatan Megawati. Langkah tegas harus diambil sehingga masyarakat melihat penertiban berlaku adil. "Penertiban bangunan sebaiknya 15 meter dari bantaran sungai," ujarnya.
Kumaat mengatakan, membebaskan bantaran sungai dari bangunan sangat penting demi kebaikan masyarakat sendiri. "Untuk mencegah terjadinya kerugian harta benda bahkan kehilangan nyawa di waktu yang akan datang," ujarnya.
Dia juga menyinggung urgensi penghijauan. "Hal yang penting juga adalah penanaman pohon di bantaran sungai dari hulu ke hilir. Selain itu sebaiknya Pemko Manado mengkaji ulang pembangunan di kawasan ringroad yang tadinya daerah tangkapan air, kini telah gundul karena pemotongan bukit-bukit," ujarnya. (ryo)
Sumber: Tribun Manado 6 Februari 2014 hal 1