Gong Xi Fa Cai

Tahun Baru Cina yang jatuh pada Jumat (31/1/2014), penanggalan Masehi, berlangsung meriah di berbagai belahan dunia. Di Tanah Air, perayaan Imlek, tak hanya disyukuri warga keturunan Tionghoa, orang pribumi ikut menikmati perayaan tahunan tersebut. Mulai anak hingga lasia berjibaku di kampung Pecinaan untuk memperebutkan angpao.

Sekadar diketahui saja, beberapa literatur menyebutkan kata Imlek terbagi dari Im artinya Bulan dan Lek yaitu penanggalan. Kata ini berasal dari dialek Hokkian atau bahasa mandarinya Yin Li yang berarti kalender bulan.  Perayaan Tahun Baru Imlek dimulai di hari pertama bulan pertama penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh  tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama).

Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Imlek sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api.

Perayaan di Kota Manado kali ini agak beda. Pantauan Tribun Manado, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kemeriahan pesta kembang api persis saat malam Tahun Baru Cina atau Kamis malam pukul 24.00 Wita tidak terlihat di kawasan perkampungan Cina, Manado. Jalan Sudirman hingga  Jalan Wayang yang biasanya dipadati warga, kini sepi.

Hanya di Klenteng Ban Hin Kiong dan Kwan Kong yang padat pengunjung. Sebagian besar adalah warga keturunan Tionghoa melakukan ritual sembahyang. Ada juga warga sekitar yang datang untuk menonton prosesi di kedua klenteng yang letaknya berdekatan ini.

Maurits Pangemanan, warga Manado, menuturkan, tahun ini suasananya berbeda. "Tahun ini tidak ada pesta kembang api. Tapi memang wajar dengan kondisi bencana yang parah tapi salut dengan iman para umat Tionghoa yang tetap beribadah beramai-ramai di klenteng karena memang sembayang yang utama," kata warga berdarah Tionghoa didampingi kekasihnya, Yatti Sembung kepada Tribun Manado.

Seorang petugas altar di Klenteng Ban Hin Kiong mengungkapkan tidak ada pesta bukan berarti tak bersyukur. Kegiatan lebih difokuskan pada sembahyang. "Saat ini para korban banjir lebih membutuhkan berbagai bantuan yang sangat mendesak untuk mempertahankan nyawa mereka. Itulah mengapa tidak ada pesta kembang api tahun ini dan karena dana-dana itu dialihkan untuk membantu para korban banjir di Manado," ucapnya.

Bencana memang tidak kita inginkan. Namun peristiwa Rabu 15 Januari tersebut dapat dimaknai sebagai momentum kebangkitan spritual, sosial, dan humanisme. Hampir seluruh masyarakat Nyiur Melambai telah diingatkan soal pentingnya sikap solidaritas dan tolong-menolong meringankan beban sesama yang tertimpa musibah. Tak terkecuali warga keturunan Tionghoa di Manado.

Mereka rela meniadakan pesta-pora dan lebih memilih mengalihkan semua dana untuk membantu korban banjir. Salut dan perlu kita apresiasi. Sikap itu hendaknya menjadi inspirasi bagi kita semua akan pentingnya arti kehidupan untuk membuat hidup lebih bermakna.

Semoga perayaan Imlek kali ini akan lebih mendekatkan kita pada tujuan sejatinya, yakni wujud syukur, doa, dan harapan agar di tahun depan kita dijauhkan dari bahaya, bencana, dan diberikan banyak rezeki. Gong xi fa cai, selamat tahun baru! *

Sumber Tribun Manado: 1 Februari 2014
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes