MENDENGAR pengakuan Dinda Pangalila yang ingin belajar di sekolah bagus seperti di televisi itu rasanya tidak berlebihan. Ungkapan siswa kelas 4 SD Kecil Parentek di Kecamatan Lembean Timur, Kabupaten Minahasa itu tulus.
Selama belajar di sekolah itu, Dinda mengaku selalu waswas. Setiap angin berembus kencang, bangunan sekolah rasanya mau roboh. Maklum, Dinda dan kawan-kawan sekolah di bangunan gubuk desa, bukan di sekolah sebenarnya.
Ungkapan senada diutarakan siswa kelas 6, Junike Bawole. Seperti dirilis Tribun Manado edisi Senin (9/2), selama ia sekolah di situ, tak sekalipun menikmati nyamannya bangunan sekolah. "Saya mau punya gedung sekolah yang bagus seperti teman-teman lain di luar sana," harapnya.
Gubuk desa menjadi pilihan warga memindahkan anak-anak dari gedung sekolah yang terbakar. Warga tetap ingin anak-anak bisa belajar meski tidak dilangsungkan di gedung sekolah.
Ironisnya, sudah sepuluh tahun gedung yang terbakar tak diperbaiki. Warga desa tak sanggup membangun kembali gedung yang luluh lantak akibat si jago merah itu. Mereka berharap bantuan datang dari Pemkab Minahasa.
Sayangnya, UPT Kecamatan Lembean Timur sudah beberapa kali mengajukan proposal usulan perbaikan gedung sekolah kepada Pemkab Minahasa, belum juga ada tanggapan.
Wakil Bupati Ivan Sarundajang pun berjanji memprioritaskan anggaran untuk pembangunan kembali gedung sekolah tersebut.
Kita tentu bangga dengan warga Desa Parentek di Kecamatan Lembean Timur, Kabupaten Minahasa ini. Sekolah boleh terbakar, tapi anak-anak harus tetap belajar. Anak-anak harus tetap bersekolah.
Spirit inilah yang juga harus kita usung di lokasi bencana yang memorak-porandakan sekolah- sekolah di Kota Manado. Anak-anak harus tetap sekolah meski bangunan sekolah, meja, kursi, buku dan sarana belajar lainnya hanyut. Sekolah bisa diselenggarakan di mana saja.
Di sisi lain, ketika pemerintah tak berdaya dengan cepat membangun kembali sekolah yang rusak akibat banjir bandang, tak mampu secara cepat menyediakan sarana kegiatan belajar mengajar, maka peran serta swasta sangatlah ditunggu.
Jika ada istilah orangtua asuh untuk anak-anak yang orangtuanya tak mampu membiayai sekolah anak, maka ada orangtua asuh yakni pihak swasta untuk membangun kembali sekolah yang rusak. (*)
Sumber Tribun Manado: 11 Februari 2014 halaman 10