Rumah Makan Ragey dan La Rasa di Kelurahan Kinilow, Kecamatan Tomohon Utara misalnya. Dua rumah makan yang berdiri kokoh di pinggir ruas jalan Manado-Tomohon tak berpenghuni lagi. Bangunan dan fasilitas pendukung seperti meja dan kursi yang dibiarkan begitu saja. Pintu tertutup rapat dan kadang kerap menjadi tempat singgah sejumlah warga untuk beristirahat.
Lokasi kedua rumah makan tersebut memang berada di titik rawan longsor. Sudah sudah terlihat jalan yang amblas dengan tingkat kecuraman jurang sangat besar. Polisi menempatkan pita hitam kuning sebagai tanda agar tak dilalui warga.
Rumah makan lainnya di Kelurahan Tinoor II yaitu Heng Mien juga masih tutup. Kendati sedikit jauh dari lokasi longsor yang menyebabkan jalan putus di Km 16, namun rumah makan itu belum beroperasi. Sebab, di ujung kampung masih dipasang tanda pengalihan arus lalu lintas ke jalan Tinoor-Warembungan. Masih sangat sedikit kendaraan yang melintas yakni hanya warga yang menerobos untuk mencari jalan pintas atau warga setempat yang hendak ke kebun.
Rumah makan Pemandangan juga tutup. Di samping dan belakang sudah terlihat longsoran tanah yang mengancam keselamatan. "Dampak dari penutupan ruas jalan Manado-Tomohon akibat terjadi longsor memang sangat besar. Untuk sementara usaha rumah makan kami ditutup karena sangat sedikit kendaraan maupun warga yang lewat," ujar Norma Nangka, pemilik rumah makan Heng Mien, Senin (3/2/2014).
Norma sedang berpikir untuk membuka usaha baru jika jalur utama itu benar-benar ditutup seterusnya. "Saat ini saya masih berpikir untuk melanjutkan usaha di sini. Jika jalan ini ditutup selamanya, maka tak ada lagi yang akan berkunjung, jadi kami harus membuka usaha baru," ujarnya.
Tak hanya rumah makan. Sebagian kios kini ditinggal pergi pemiliknya, seperti yang ditunjukkan Jack Purukan, warga Kelurahan Tinoor II Lingkungan V. Rumah yang dihuninya kini dibiarkan berdiri tanpa atap pelindung, setelah dikosongkan.
"Rumah ini sebenarnya andalan saya untuk berjualan buah-buahan. Banyak untung yang didapat untuk menghidupi keluarga. Tapi semenjak tanah longsor yang menyebabkan enam orang tewas, saya jadi takut. Makanya saya bongkar sendiri dan tinggalkan karena lokasinya berada di daerah rawan longsor," kata Jack yang memilih pulang ke kampung untuk memulai hidup baru bersama dua buah hatinya yang masih sekolah.
Dampak penutupan jalur Manado-Tomohon juga turut dirasakan Karel Senduk, pemilik SPBU di Kelurahan Kakaskasen. Kini keuntungan yang dia dapat menurun drastis karena volume kendaraan yang lewat untuk mengisi bahan bakar tinggal sedikit. "Dampaknya memang saya rasakan, jika biasanya omset besar, kini sudah turun drastis, sekitar 50 persen dari biasanya," kata dia.
Pantauan Tribun Manado antrean panjang yang biasa terjadi di SPBU itu, baik kendaraan roda dua maupun empat kini tak terlihat lagi. Kendaraan sangat sedikit yang masuk dan dengan cepat mengisi bahan bakar baik solar, premium, maupun pertamax. "Setiap hari bahan bakar yang saya jual di sini hingga 30 ribu liter, pasokan selalu tersedia, tapi memang pembelinya kini berkurang," kata Senduk.
Ia berharap akses jalan Manado-Tomohon segera diperbaiki dan dibuka kembali. "Lebih cepat diperbaiki lebih baik agar dapat segera digunakan, bukan hanya untuk kami pengusaha, tapi terutama masyarakat agar tak terlalu jauh untuk menjangkau daerah lain seperti Manado. Selama ini kami harus memutar jauh baik melewati Tanawangko maupun Tanggari," demikian Senduk. (war)
Sumber: Tribun Manado 4 Februari 2014 hal 1